Pada tahun 2019 lalu, jagat maya diramaikan oleh beredarnya sebuah video berisi adegan seks antara 3 laki-laki dan 1 perempuan di Garut, Jawa Barat. Sontak, video ini langsung menjadi video terpopuler yang dicari banyak orang, bahkan oleh pemburu konten porno. Perempuan dan laki-laki yang ada di video itu pun akhirnya diamankan oleh kepolisian dan dijerat dengan pasal UU Pornografi dan UU ITE. Tapi, tak banyak yang mengetahui bahwa sosok perempuan berinisial V di video tersebut berpartisipasi karena adanya intimidasi dari mantan suaminya. Di saat video itu dibuat, dirinya juga masih berada di bawah umur. V adalah korban dari penyebaran konten intim non konsensual atau yang lebih familiar disebut revenge porn.
Revenge porn adalah istilah yang merujuk pada kegiatan menyebarkan foto atau video intim seseorang secara online tanpa izin sebagai bentuk usaha balas dendam dan bertujuan untuk merusak kehidupan korban di dunia nyata ataupun mempermalukan. Pelaku bisa menyebarkan konten intim tersebut ke teman-temannya atau bahkan menjualnya tanpa seizin korban. Dalam kasus ini, kejahatan tersebut terjadi di dalam ranah personal sebab ada relasi atau kedekatan antara pelaku dan korban. Oleh karena itu, revenge porn umumnya dilakukan oleh pasangan sendiri atau mantan pasangan.
Ilustrasi mendapatkan revenge porn/ Foto: Freepik |
Tapi, banyak juga kasus di mana yang menjadi pelaku adalah orang tidak dikenal. Motifnya pun tidak selalu karena balas dendam, tapi bisa juga karena ekonomi atau hiburan. Bahkan, ada banyak situs yang didedikasikan khusus untuk revenge porn. Melansir The Economist, di seluruh dunia setidaknya ditemukan 3000 situs yang memuat konten intim non konsensual beserta nama dan alamat korban.
Siapa pun bisa menjadi korban revenge porn. Meski demikian, perempuan dan komunitas LGBTQ terbukti menjadi korban terbanyak dari modus kejahatan siber ini. Bahkan, revenge porn merupakan salah satu bentuk Kekerasan Berbasis Gender Online atau KBGO. Berdasarkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2021, terjadi lonjakan kasus KGBO sebanyak 510 kasus, di mana 71 di antaranya merupakan revenge porn. Angka ini merupakan puncak gunung es, sebab ada banyak sekali kasus revenge porn yang tidak dilaporkan.
Ilustrasi depresi / Foto: Freepik |
Banyaknya kasus revenge porn yang tidak dilaporkan berkaitan dengan minimnya perlindungan hukum bagi korban dan kuatnya stigma buruk terhadap korban. Ketika korban melihat konten intim mereka tersebar di dunia maya, mereka akan mengalami trauma yang mendalam. Ditambah lagi, tak jarang korban menjadi pihak yang disalahkan. Mereka dianggap turut bersalah karena bersedia membuat konten intim bersama pasangan.
Victim-blaming ini kemudian diperparah oleh hukum yang tak berpihak kepada korban. Seperti yang dialami V, misalnya, di mata hukum ia tetap dipandang bersalah karena bersedia berpartisipasi dalam pembuatan konten. Padahal, ia terpaksa berpartisipasi dalam pembuatan konten karena mendapatkan ancaman dari pasangannya sendiri. Di sisi lain, ada banyak juga kasus di mana korban secara sukarela membuat konten tersebut tanpa adanya paksaan. Meski demikian, ketika konten tersebut disebarluaskan untuk menjadi konsumsi publik tanpa persetujuan, hal itu tetap termasuk revenge porn dan merupakan bentuk kejahatan yang serius.
Lalu, apa yang bisa dilakukan ketika kita menjadi korban revenge porn?
Ilustrasi orang mendapat revenge porn/ Foto: Freepik |
Bercerita Kepada Orang Terdekat
Ceritakan apa yang kamu alami ke teman terdekat agar kamu bisa memproses apa yang kamu alami dan mendapatkan bantuan. Selain teman, kamu juga bisa bercerita ke sesama penyintas agar kamu tidak merasa sendirian dan bisa bertukar pikiran.
Menonaktifkan Media Sosial
Media sosial bisa menjadi tempat yang buruk bagi korban revenge porn. Dengan menonaktifkan media sosial, kamu bisa terhindar dari komentar-komentar buruk dari orang-orang yang menyudutkanmu.
Simpan Bukti-Bukti Penyebaran Konten
Agar kasusnya bisa diproses dan pelaku bisa dihukum, kamu memerlukan bukti-bukti yang menunjukkan kejahatan pelaku. Misalnya, tangkapan layar ketika dia sedang membujukmu atau memaksamu untuk memberikan konten intim. Atau, bisa juga dengan tangkapan layar ketika dia atau orang lain mengunggah konten pribadimu di media sosial.
Mencari Bantuan Lembaga
Meski hukum kita masih belum mampu dalam melindungi korban revenge porn, tapi ada beberapa lembaga yang membuka layanan aduan dan bersedia membantu untuk mengadvokasi kasusmu. Beberapa lembaga yang bisa kamu hubungi adalah LBH Apik, SAFENet, dan Awas KBGO. Selain itu, lembaga ini juga menawarkan bantuan konsultasi psikologi bagi korban revenge porn.
(ANL/HAL)