Musim libur Lebaran telah menemui pangkalnya. Hal ini ditandai dengan puluhan ribu kendaraan yang telah kembali ke kota-kota besar untuk kembali beraktivitas seperti biasa, setelah sebelumnya bergegas mudik atau berlibur. Fenomena unik ini memang selalu terjadi di Indonesia setiap musim libur Lebaran tiba. Meski demikian, terdapat sebuah keganjilan yang selalu terulang di pada periode ini, yakni membludaknya pengunjung di setiap kawasan wisata.
Di satu sisi, ramainya pengunjung di tempat wisata memang baik untuk keberlangsungan para pelaku pariwisata itu sendiri. Namun pada sisi lainnya, hal ini jelas menjadi masalah bagi setiap wisatawan yang berniat untuk berlibur. Sebab, dengan membludaknya pengunjung di suatu tempat wisata, esensi dari berlibur itu sendiri yakni menghilangkan stres dan menyegarkan pikiran otomatis akan sulit untuk tercapai alias jadi kurang liburan.
Contoh paling jelas terjadi di kawasan wisata Gunung Bromo, Jawa Timur. Di sana, nampak terjadi kemacetan panjang akibat terlalu padatnya pengunjung. Barisan mobil jeep, motor trail dan ribuan manusia yang hendak berlibur, terlihat mengular panjang menjauhi interest point yang di puncak Bromo. Sementara itu, sejumlah pantai di pesisir Pulau Jawa baik bagian selatan atau utara, dikabarkan turut mengalami pembludakan pengunjung. Bahkan di daerah Anyer dan kawasan Puncak, Bogor, sejumlah pengendara harus bermalam di jalan akibat kemacetan panjang.
Pantai Pangandaran saat libur Lebaran beberapa hari lalu/ Foto: Faizal Amiruddin - Detik.com |
Dari contoh kasus barusan, rasanya kita, sebagai manusia yang memang membutuhkan liburan, harus mempertanyakan lagi soal cara kita dalam menjalani liburan. Sebab jika seperti ini keadaannya, bukannya healing yang akan didapat, melainkan hanya kepala yang semakin pening. Belum lagi, akan ada sejumlah persoalan yang timbul akibat pembludakan manusia baik di tempat wisata atau di jalan, yaitu sampah, kerusakan ekosistem pariwisata, hingga aksi nakal vandalisme para pengunjung yang tidak bertanggung jawab.
Permasalahan-permasalahan tersebut memang selalu timbul setiap musim liburan panjang tiba. Hal yang sama terjadi ketika ada suatu tempat wisata yang baru terekspos di media sosial dan didapuk sebagai hidden gem. Menumpuknya pengunjung di kawasan wisata, akan lebih berakibat buruk pada keasrian dan keindahan tempat wisata tersebut. Sebab lagi-lagi, ketika terdapat lonjakan pengunjung, polusi kendaraan akan meningkat, produksi sampah akan benar-benar tak terbendung, dan banyak kerusakan yang sulit dihindarkan akibat terlampau ramainya pengunjung. Sehingga pada akhirnya, tempat wisata yang tadinya dikenal asri dan indah tersebut bisa berubah rusak seketika.
Kemacetan di Puncak saat libur Lebaran/ Foto: Detik.com |
Untuk mengatasi hal ini, jelas harus ada perubahan pola liburan dari masyarakat secara meluas. Mulai dari perencanaan liburan yang lebih matang, sikap bertanggung jawab saat berlibur, hingga pemilihan tempat liburan yang lebih efisien. Apalagi, Indonesia sendiri memiliki banyak sekali tempat dengan daya tarik wisata yang tinggi. Oleh sebab itu, berfokus pada lokasi wisata mainstream seperti Bromo, Anyer, atau bahkan kawasan Puncak, adalah hal yang perlu dipikirkan ulang.
Selain itu, sebagai stakeholder pariwisata, pemerintah dan pengelola tempat wisata juga perlu mengeluarkan kebijakan yang bisa mengatasi segenap permasalahan. Contohnya dengan mulai menerapkan wisata yang berkelanjutan, di mana faktor-faktor ramah lingkungan lebih diperhatikan, menerbitkan aturan soal kuotasi wisatawan demi menghindari pembludakan pengunjung, juga memberi pengawasan ketat kepada wisatawan saat berlibur. Semua ini perlu kita perbaiki bersama-sama. Demi kelangsungan hidup yang jauh dari stres, penuh kesenangan, dan tentunya tetap menjaga keseimbangan alam.
(RIA/DIR)