Angka perokok di Indonesia sepertinya belum menunjukkan akan melambat, tapi sebaliknya, justru terus melaju dan meningkat setiap tahunnya. Nyatanya, berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2021 memperlihatkan bahwa rokok menjadi bahan produk prioritas kedua dalam pembelanjaan rumah tangga, setelah beras. Perbelanjaan untuk rokok per kapita mencapai Rp 76.583, sedangkan angka pembelanjaan untuk beras bahkan terletak di bawah angka rokok, yakni Rp 69.786. Data ini merujuk kepada fakta bahwa masyarakat Indonesia sulit lepas dari rokok.
Tidak hanya tersedia di minimarket, rokok banyak dijual di toko-toko kelontong dan warung-warung di pinggir jalan. Ditambah, akses warga Indonesia terhadap rokok sangatlah mudah, karena tidak hanya dijual dalam satu bungkus, namun rokok juga seringkali diperjualbelikan secara eceran atau ketengan.
Ilustrasi rokok eceran/ Foto: Oleg Dubyna - Wikimedia Commons |
Rokok batangan yang dijual seringkali menjadi incaran perokok sosial, ataupun bagi mereka yang sedang menjaga pengeluaran tapi tetap membutuhkan hisapan nikotin dalam rokok. Selain itu, anak di bawah umur juga tidak jarang ditemukan bertengger di warung untuk membeli rokok batangan. Mengingat hal ini, upaya pemerintah dalam menekan jumlah perokok di Indonesia kembali dilakukan.
Menyikapi perihal rokok eceran, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan wacana untuk melarang penjualan rokok batangan atau ketengan. Wacana ini disampaikan oleh Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM, Mayagustina Andarini. Menurutnya, selain larangan penjualan rokok secara eceran, simplifikasi tarif cukai juga dapat menekan konsumen rokok di Indonesia.
Namun, kebijakan mengenai larangan penjualan rokok secara eceran ini sulit untuk diterapkan pada toko kelontong ataupun warung kecil, terlebih yang terletak di daerah tepian dan ditambah tingkat konsumsi masyarakat terhadap rokok di Indonesia sangatlah besar. Sebagai seseorang yang berada di lingkup pertemanan yang mengkonsumsi rokok, sekiranya, kebijakan BPOM mengenai pelarangan penjualan rokok batangan sulit untuk membawa perubahan kepada angka konsumen perokok di Indonesia.
Ilustrasi berhenti merokok/ Foto: Pixabay |
Hal ini disebabkan karena rokok telah menjadi 'teman' bagi banyak warga Indonesia di setiap kesempatan apapun. Rokok di pagi hari setelah meneguk secangkir kopi; rokok setelah menyantap lezat makan siang; hingga rokok di malam hari saat sedang bercengkrama dengan teman terdekat. Sulit rasanya bila rokok tidak diikutsertakan dalam interaksi sosial sehari-hari.
Di satu sisi, bisa saja kebijakan ini akan menekan jumlah anak di bawah umur yang ingin mencicipi rokok melalui eceran. Tetapi, bagi mereka yang sudah memiliki pendapatan yang cukup, kebijakan ini sepertinya tidak akan berpengaruh kepada mereka. Secara aksesnya yang mudah hingga harga yang menurut mereka masih terjangkau untuk membeli satu bungkus rokok, kebijakan ini mungkin dianggap gertakan semata.
(HAI/DIR)