Tok! Tok Tok! Palu sidang paripurna DPR akhirnya diketuk. Setelah perjalanan panjang, akhirnya Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), resmi disahkan menjadi Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Undang-undang ini memang sangat penting keberadaannya, mengingat terdapat poin-poin penting di dalamnya yang mengatur pelbagai polemik seputar kasus kekerasan seksual yang selama ini belum diatur secara tegas oleh hukum sejak lama.
Secara garis besar, UU TPKS mengatur sejumlah persoalan kekerasan seksual, mulai dari mengatur 9 tindak pidana kekerasan seksual; memuat 6 elemen krusial dan prinsipal HAM perempuan; mencantumkan hak korban dan keluarganya secara detail; mengatur hak bagi saksi kasus kekerasan seksual; menjelaskan jenis kekerasan seksual secara definitif; dan mengatur pemidanaan pelaku kekerasan seksual berdasar dampak yang dialami korban.
Selain menjadi momen bersejarah bagi keberlangsungan masyarakat yang bebas kekerasan seksual di masa datang, pengesahan UU TPKS ini juga menjadi angin segar bagi para aktivis dan lembaga yang terus memperjuangkannya. Sebab selama ini, pembahasan dan perjuangan UU TPKS untuk disahkan terbilang tidak mudah bahkan sempat menemui penolakan.
Sekilas Perjalanan UU TPKS
Wacana RUU P-KS, pertama kali digagas oleh Komnas Anti Kekerasan Perempuan kepada Presiden Jokowi pada 2012 lalu. Urgensi awal RUU tersebut, berkutat pada pentingnya perlindungan negara terhadap korban kekerasan seksual sekaligus mencegah terjadinya kasus serupa. Pada tahun 2014, Komnas Perempuan, bersama LBH Apik Jakarta dan Forum Pengada Layanan (FPL), akhirnya mulai menyusun draf RUU PKS.
Dua tahun berselang, tepatnya pada 2016, draf RUU PKS diterima DPR dan dijadikan Prolegnas Prioritas 2016. Meskipun telah diteruskan kepada pimpinan DPR dan Presiden Jokowi di Istana Negara untuk segera dibahas dan disahkan, RUU PKS justru terbengkalai. Pada dua tahun berikutnya, yakni 2017 dan 2018, RUU PKS yang waktu itu berisi 12 Bab meliputi pencegahan, penanganan korban, penindakan dan rehabilitasi, tidak kunjung menemui titik cerah, meskipun pembahasannya lebih sering digelar hingga melibatkan banyak Institusi yang bersangkutan.
Di tahun Pemilu 2019, bukannya segera disahkan, RUU PKS justru mendapat penentangan karena dianggap mendukung zina. Selanjutnya, setelah anggota Parlemen dan Kabinet berganti, Badan Legislasi DPR menyatakan untuk melanjutkan pembahasan RUU PKS, dan menjadikannya Prolegnas Prioritas tahun 2020, meski hasilnya tetap nihil dan kembali diusulkan sebagai Prolegnas Prioritas di tahun 2021. Sementara pembahasanya masih alot di meja para dewan, barisan aktivis dan pemerjuang UU PKS terus gencar menyuarakan dan mendesak pengesahannya, baik di media sosial maupun di jalan.
Pada akhir tahun 2021, pembahasan RUU PKS yang berganti nama menjadi RUU TPKS ini semakin gencar dilakukan. Puncaknya terjadi pada 4 Januari 2022 lalu, yaitu ketika Presiden Jokowi mendesak pengesahannya yang berfokus pada perlindungan korban kekerasan seksual. RUU TPKS kemudian disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dan dibahas pada rapat paripurna ke-13 masa sidang 2021-2022. Akhirnya, pada rapat paripurna DPR ke-19 tahun 2021/2022 yang berlangsung hari ini, Pimpinan DPR RI Puan Maharani mengetuk palu, tanda pengesahan UU PKS yang selama ini diperjuangkan. Para aktivis yang terus mengawal kelangsungannya dan turut menghadiri rapat, menyambutnya dengan tepuk tangan meriah.
Para Pejuang UU TPKS
Satu dekade perjuangan RUU TPKS akhirnya terbayar lunas oleh ketuk palu pengesahan. Para aktivis, sejumlah koalisi LSM, hingga seluruh lapisan masyarakat yang mendukung pengesahan UU TPKS ini pasti berbahagia menyambutnya--meski perjuangan belum benar-benar berakhir. Rapat Paripurna yang digelar pagi (12/4) tadi, ternyata juga dihadiri oleh teman-teman aktivis perempuan, yang menyebut diri mereka sebagai Fraksi Balkon dan Fraksi WhatsApp, yang terus memantau dan mengawal perjuangan RUU TPKS yang hari ini akhirnya disahkan, melansir Konde.co.
Sementara itu, sidang yang juga bisa disaksikan lewat streaming di platform YouTube, turut membuat sosok Hannah Al Rasyid, salah seorang pemerjuang UU TPKS yang selama ini vokal mendesak pengesahannya, berbahagia. Melalui media sosialnya, Hannah menyatakan kegembiraan atas disahkannya UU TPKS yang selama ini diperjuangkan bersama kawan-kawan aktivis perempuan.
Twitter RUU TPKS/ Foto: Twitter |
Pada caption unggahan yang memuat capture tweetnya di atas, Hannah juga menyatakan terima kasihnya kepada semua teman-teman yang berjuang demi korban kekerasan seksual, juga kepada penyintas yang selama ini berani speak up. Seperti yang kita ketahui, Hannah Al Rasyid adalah sosok yang terus menyuarakan pentingnya RUU TPKS untuk segera disahkan, melalui setiap karya dan unggahannya di berbagai media. Kemudian, Hannah Al Rasyid juga menyebut banyak sosok lain yang memperjuangkan hal yang sama dengan dirinya.
UU TPKS adalah hukum yang kita butuhkan bersama-sama. Demi kehidupan yang lebih layak dan setara di masa datang, demi kehidupan yang sehat tanpa kekerasan. Semoga dengan disahkannya undang-undang ini, kasus kekerasan seksual bisa segera teratasi dengan baik dan benar.
(RIA/DIR)