Ketika berbicara soal olahraga, sering kali yang terlintas di pikiran adalah olahraga yang melibatkan fisik secara intens seperti sepak bola, basket, renang, dan lainnya. Namun, satu hal yang selalu didebatkan, apakah olahraga juga mencakup yang tidak membutuhkan kekuatan fisik yang intens?
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan olahraga sebagai "aktivitas yang melibatkan fisik dan keterampilan dari individu atau tim." Lantas, apakah olahraga seperti catur yang lebih melibatkan keterampilan dan kecerdikan tidak termasuk olahraga? International Olympic Committee (IOC) menetapkan catur sebagai salah satu olahraga yang diakui dan diperlombakan dalam ajang olahraga paling bergengsi tersebut.
Argumen yang sama bisa diterapkan pada esports. Meskipun sering kali tidak dianggap sebagai olahraga karena diawali sebagai sarana hiburan di era digital, gaming kompetitif kini sudah dianggap sebagai olahraga. Sebenarnya kompleksitas dan keterampilan seperti apa yang ada dalam gaming hingga dikategorikan sebagai olahraga? Mari kita bedah dengan mengambil contoh genre gim yang populer diperlombakan.
Gim MOBA (multiplayer online battle arena) seperti Mobile Legends dan Dota 2, umumnya berbentuk 5 lawan 5 dengan tujuan menerobos barisan pertahanan dan menghancurkan base lawan. Kompleksitas gim ini terletak pada seberapa familier para pemain dengan karakter yang dipilih oleh kawan dan lawan, penggunaan equipment yang tepat, eksekusi ability dengan maksimal, dan pemanfaatan arena dengan cerdas. Dengan memiliki pengetahuan tersebut, pemain dapat membentuk sinergi yang kuat dengan anggota tim sembari menjatuhkan lawan dengan counter yang tepat. Sederhananya, pertandingan MOBA dapat dianalogikan sebagai sebuah permainan catur dengan format tim yang berlangsung tanpa jeda selama 20 menit.
Gim bergenre TPS (third-person shooter) seperti Free Fire dan PlayerUnknown's Battleground: Mobile sekilas memang terlihat sederhana; kalahkan semua pemain dan terus bertahan hingga akhir. Selain tentunya dibutuhkan presisi dalam menembak, juga diperlukan pemahaman peta yang dan arena yang komprehensif agar dapat memanfaatkan posisi dengan maksimal. Meski dari luar sekilas dianggap sebagai kontes tembak-menembak virtual, sejatinya ini adalah lomba siapa yang lebih cerdik. Kembali menggunakan analogi catur, anggap saja gim ini seperti bermain catur dengan 49 hingga 99 peserta lainnya di saat bersamaan.
Genre lainnya yang tidak kalah kompleks adalah fighting games seperti Street Fighter V dan Tekken 7. Sama seperti genre lainnya, fighting game memiliki peraturan yang sederhana: kalahkan lawan sebelum dikalahkan. Namun, kompleksitas yang ada di baliknya yang justru membuatnya menarik. Mirip dengan gim MOBA, setiap karakter yang ada memiliki keunikan dan karakteristiknya masing-masing, sehingga memerlukan trik khusus dalam menghadapi suatu karakter. Selain itu, ada banyak lagi kompleksitas lainnya seperti frame data, combo yang maksimal, dan masih banyak lainnya yang dijelaskan sederhana oleh Core A Gaming. Jika dibandingkan dengan catur, fighting game bisa diibaratkan sebagai permainan catur yang sangat fast-paced dan berlangsung selama 60 detik.
Selayaknya olahraga, gim-gim yang diperlombakan ini memiliki kesamaan dengan olahraga konvensional: memerlukan pengetahuan luas akan bidangnya masing-masing, melibatkan mind game antarpemain, dan resource management yang baik, serta membutuhkan keterampilan dan ketangkasan yang tinggi.
Meskipun esports sering dianggap remeh karena para pemainnya cenderung hanya perlu duduk saat bertanding dan berlatih, penting untuk diingat bahwa sesi latihan yang berlebihan juga dapat mengakibatkan cedera selayaknya atlet olahraga lainnya. Tak jarang atlet esports mengalami sindrom lorong karpal atau carpal tunnel syndrome (CTS), sebuah kondisi di mana tangan mengalami sensasi kesemutan, mati rasa, nyeri, atau lemah akibat saraf di dalam pergelangan tangan terhimpit atau tertekan.
Hype yang dihasilkan setiap turnamen esports yang diselenggarakan secara besar-besaran kini sudah tidak kalah heboh dengan kemeriahan pertandingan sepak bola atau basket. Berkat keaktifan dari semua pihak yang terlibat di dalam komunitasnya-atlet/pemain, penonton, penggemar, kreator konten, komentator, dan lainnya-telah membentuk dan membangun esports menjadi sesuatu yang kita kenal hari ini.