Selama beberapa minggu terakhir, masyarakat Indonesia harus menghadapi kenaikan harga minyak goreng yang disebabkan oleh kelangkaan. Akibat kelangkaan dan naiknya harga minyak, banyak ibu dan pedagang yang mengekspresikan keresahan mereka, sebab tak sedikit di antara mereka yang harus mengantre dan berebutan agar kebagian stok minyak goreng.
Di tengah kondisi krisis ini, Ketua Umum Partai Politik PDIP, Megawati Soekarnoputri melontarkan pernyataan yang menuai kritik di berbagai kalangan masyarakat. "Saya sampai mengelus dada, bukan urusan masalah nggak ada atau mahalnya minyak goreng, saya sampai mikir, jadi tiap hari ibu-ibu itu apakah hanya menggoreng sampai begitu rebutannya?" ucap Megawati. Megawati menyayangkan mengapa masyarakat meributkan minyak goreng, padahal ada banyak metode memasak lainnya. Pernyataan ini menuai kritik lantaran dinilai tidak sensitif terhadap kondisi yang dihadapi oleh masyarakat.
Untuk menjawab pertanyaan Ibu Megawati, kami mencoba mengulas mengapa masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dari goreng-gorengan dan kenapa minyak goreng akan selalu menjadi kebutuhan pokok bagi banyak orang.
Ilustrasi minyak goreng/ Foto: Rodnae Production - pexels |
Sebenarnya, kuliner Indonesia memiliki banyak menu makanan yang diolah dengan teknik bermacam-macam, mulai dari direbus, dibakar, hingga dikukus. Tetapi, teknik menggoreng tetap menjadi pilihan utama banyak orang. Bahkan Indonesia memiliki menu khusus untuk makanan yang digoreng, yaitu gorengan. Gorengan merupakan menu yang terdiri dari berbagai bahan pangan yang di-deep fried, mulai dari bakwan sayur, tahu, tempe, hingga cireng. Bahkan, buah dan sayur pun juga bisa digoreng, misalnya pisang goreng dan kol goreng. Bagaimana awal mulanya budaya menggoreng makanan ini?
Melansir Historia, teknik menggoreng diperkenalkan oleh orang Tionghoa. Orang Tionghoa mengenal ada dua teknik memasak yang menggunakan minyak, yaitu stir-fry (menumis dengan sedikit minyak) dan deep-fry (merendam makanan di dalam minyak panas). Mereka juga turut memperkenalkan alat memasak untuk menggoreng seperti kuali dan penggorengan. Di era Nusantara, jejak makanan yang digoreng paling awal ditemukan dalam Serat Centhini yang diterbitkan tahun 1814. Serat Centhini menyebutkan jenis sajian untuk upacara, dan di antaranya ada daging yang digoreng dan sayuran yang ditumis.
Ilustrasi menggoreng dengan minyak goreng/ Foto: Bartosz Bartkowiak - Pexels |
Kemudian, seiring dengan masuknya kelapa sawit di abad 19, minyak pun menjadi komoditas yang semakin banyak dicari. Seperti yang kita ketahui, kelapa sawit adalah bahan utama untuk membuat minyak goreng. Apabila di Tiongkok minyak babi banyak digunakan untuk menggoreng, maka di sini minyak dari kelapa menjadi bahan utama. Berlimpahnya minyak di Indonesia menjadi salah satu aspek yang mendukung berkembangnya teknik menggoreng. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara eksportir kelapa sawit terbesar di dunia.
Di samping itu, makanan yang digoreng terbukti lebih disukai dibanding makanan lainnya. Menurut VICE, penulis dan editor boga Kevindra Soemantri mengatakan, gorengan banyak diminati karena ia memainkan tiga indra yaitu suara dari bunyi kriuk, rasanya yang gurih, dan teksturnya yang garing. Komponen-komponen ini memberikan rasa puas yang lebih ketika mengkonsumsi makanan.
Ilustrasi menggoreng/ Foto: Daria Nepriakhina - Unsplash |
Selain itu, teknik menggoreng juga lebih mudah dan efisien dalam mengolah makanan. Hanya perlu wajan dan minyak yang panas, lalu bahan pangan apa pun bisa diolah menjadi sajian yang gurih dan renyah. Waktu untuk mengolah makanan yang digoreng pun relatif lebih singkat dibanding dengan dibakar dan dikukus.
Pada dasarnya, makanan yang digoreng telah menjadi asupan yang tak terpisahkan dari budaya makan orang Indonesia. Oleh karena itu, pertanyaan Ibu Megawati sepertinya kurang tepat untuk diucapkan, apalagi dalam masa krisis seperti ini. Bukan hanya ibu-ibu, banyak juga pedagang makanan yang setiap harinya bertahan hidup dengan menjajakan makanan gorengan. Jadi, wajar saja kan, masalah minyak goreng ini menjadi permasalahan yang diributkan.
(ANL/DIR)