Insight | General Knowledge

They Don't Talk About: Drop out

Senin, 07 Mar 2022 15:00 WIB
They Don't Talk About: Drop out
Ilustrasi drop out Foto: Mikail Nilov/Pexels
Jakarta -

Menurut Nelson Mandela, pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. Oleh karena itu, belajar dan menempuh pendidikan, adalah hal yang penting untuk dilakukan manusia.

Indonesia, sebagai negara di dunia ketiga yang tengah berkembang, nyatanya turut mengupayakan keterjaminan hak belajar dan menempuh pendidikan bagi penduduknya. Melalui Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, negara menyatakan untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selain itu, pada Pasal 31 UUD 1945, hak dan kewajiban pendidikan penduduk Indonesia juga dijamin oleh negara. Dalam pasal tersebut mengamanatkan bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara. Sehingga pendidikan dasar merupakan kewajiban yang harus diikuti oleh setiap warga negara, dan pemerintah wajib membiayai kegiatan tersebut.

Namun pada kenyataannya, pelaksanaan keterjaminan hak dan kewajiban atas pendidikan di Indonesia, belum berlangsung secara optimal. Hal ini terlihat dari banyaknya pelajar yang mengalami drop out atau putus sekolah, pada dua tahun terakhir. Menurut data kemendikbud, sebanyak 189,413 pelajar Indonesia putus dari sekolah, terhitung mulai dari tingkat SD, SMP, dan SMA.

.Ilustrasi putus sekolah/ Foto: Mikail Nilov/Pexels

Tingginya angka putus sekolah pelajar memang dapat diakibatkan oleh berbagai alasan. Seperti kurang optimalnya motivasi dalam diri pelajar, faktor ekonomi dan kondisi keluarga, hingga sulitnya keterjangkauan akses pendidikan. Ini memang layak disoroti. Apalagi sebagai negara yang sedang berkembang, beberapa wilayah di Indonesia masih dikategorikan sebagai daerah yang tertinggal.

Merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2020, terdapat 62 kabupaten di berbagai provinsi di Indonesia dengan label tertinggal. Hal ini didasari oleh tingkat perekonomian yang rendah, minimnya pembangunan, dan juga sumber daya manusia yang dianggap kurang bersaing. Adanya ketertinggalan pada beberapa daerah ternyata memiliki korelasi dengan tingginya angka putus sekolah. Yang paling utama, adalah faktor ekonomi.

Faktor ini disebut sebagai biang keladi putusnya pendidikan anak Indonesia, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bahkan mencatat, faktor tidak mampu membayar iuran atau SPP adalah salah satu alasan utama anak putus sekolah. Menurut Komisioner KPAI, Retno Listyarti, melihat data di lapangan, angka putus sekolah tertinggi menimpa anak-anak yang berasal dari keluarga miskin.

.Ilustrasi drop out/ Foto: Mentatdgt/pexels

Fakta tersebut terasa cukup ironis, apalagi jika melihat kebutuhan Indonesia, yang saat ini tengah memerlukan peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang mana dapat tercipta lewat perbaikan akses terhadap pendidikan. Namun begitu, permasalahan perekonomian sebagai faktor penyebab anak putus sekolah perlahan-lahan mulai diatasi oleh pemerintah, dan juga beberapa lembaga nirlaba yang peduli dengan taraf pendidikan anak Indonesia, salah satunya adalah Dompet Dhuafa.

Sebagai sebuah organisasi yang menyalurkan manfaat kepada penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan, Dompet Dhuafa memiliki program yang memberikan manfaat kepada masyarakat yang membutuhkan. Mulai dari bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, budaya, hingga sosial dan dakwah. Dalam Public Expose 2022, Dompet Dhuafa berhasil menghimpun Rp 414,79 miliar dari masyarakat dan menyalurkan sebanyak Rp 342,79 miliar kepada masyarakat yang membutuhkan, salah satunya menyalurkan untuk program pendidikan dengan penerima manfaat pada tahun 2021 mencapai 53.647 penerima manfaat dari total keseluruhan penerima manfaat 3.606.747 jiwa.

Pada pilar pendidikan, Dompet Dhuafa memiliki beberapa program bantuan yang diperuntukan bagi anak-anak di Indonesia yang cerdas, namun mempunyai keterbatasan akses mengecap pendidikan. Seperti Beastudi Etos Dompet Dhuafa. Program ini berfokus pada pembentukan SDM berkarakter dan berkompetensi global menuju Indonesia Berdaya.

.Ilustrasi buku/ Foto: Pixabay

Selain memberikan bantuan berupa pembiayaan pendidikan, Beastudi Etos Dompet Dhuafa juga mencoba menerapkan pembinaan karakter, kompetensi, kepemimpinan, kemandirian serta kontribusi bagi pelajar dan mahasiswa. Pada tahun 2021, misalnya, penerima manfaat Beastudi Etos Indonesia mencapai 534 jiwa. Dan masih banyak lagi program-program pendidikan Dompet Dhuafa yang memberikan manfaat bagi yang membutuhkan.

Sebagai salah satu warga negara yang tentu mengamini nilai-nilai Pancasila, tak ada salahnya kita juga berpartisipasi menjadi bagian untuk kemajuan pendidikan bangsa ini dengan menyisihkan sebagian penghasilanmu. Kamu bisa bergabung menjadi satu dari ratusan donatur Dompet Dhuafa yang telah memberikan manfaat untuk berpartisipasi membangun negeri dan membantu sesama.

Selain itu, menyambut bulan suci Ramadhan Dompet Dhuafa, mencoba bersama #JadiManfaat dan menjadi wadah yang dapat dipercaya untuk menghimpun infaq, zakat, fidyah, dan lain sebagainya, yang nantinya akan diberikan untuk para penerima manfaat. Sehingga mereka dapat merasakan juga meraih kemenangan bersama-sama di hari yang fitri nanti.

Untuk turut berpartisipasi dalam gerakan mulia Dompet Dhuafa, berdonasi di donasi.dompetdhuafa.org. Di sini kamu bisa langsung memberikan donasi dan memilih ke mana donasimu ingin disalurkan, serta kemudahan untuk membayarnya lewat online payment, maupun transfer ke rekening Dompet Dhuafa. Jadi, jangan ragu lagi untuk berbagi pada sesama!

[Gambas:Audio CXO]

(RIA/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS