Rusia telah menyatakan perang dengan Ukraina pada Kamis (24/02/22). Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin pukul 06.00 pagi waktu setempat. Aksi tersebut dilakukan karena Rusia masih menganggap Ukraina sebagai bagian dari Uni Soviet, meskipun Ukraina telah mendeklarasikan kemerdekaannya dari perserikatan tersebut secara de facto pada tahun 1991.
Usai Putin mendeklarasikan operasi militer, sesaat setelahnya terjadi sebuah aksi ledakan di ibukota Ukraina, Kiev. Menurut laporan terakhir dari para jurnalis yang berada di Ukraina, saat ini para penduduk terus berusaha untuk evakuasi. Stasiun kereta bawah tanah Kiev juga dijadikan sebagai perlindungan dari serangan udara yang diluncurkan oleh Rusia, dikarenakan evakuasi jalur udara telah ditutup oleh pemerintah Ukraina, sehingga jalur darat menjadi salah satu pilihan utama. Akibatnya, jalur dari Kiev ke arah barat pun macet tak bergerak.
Ukraine Subway Shelter/ Foto: Umi Bektas/REUTERS |
Menanggapi konflik yang terjadi antara Rusia-Ukraina, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) memberikan keterangan bahwa mereka telah melakukan upaya yang diperlukan untuk memastikan keselamatan Warga Negara Indonesia (WNI) di sana. KBRI Kiev terus berkomunikasi dengan KBRI yang ada di sekitar seperti Warsawa (Polandia) dan Odessa (Ukraina) untuk memastikan keadaan WNI setempat, sembari mencari jalur evakuasi yang aman untuk WNI.
Salah satu pemicu utama konflik ini adalah ketika Putin mengajukan tiga permintaan kepada Amerika dan NATO (North Atlantic Treaty Organization). Pertama, meminta NATO untuk menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur; kedua, meminta Amerika NATO berhenti melakukan ekspansi dengan merekrut anggota baru; dan ketiga, meminta Amerika dan NATO untuk berhenti ikut campur dalam segala urusan yang ada di Eropa Timur.
Namun, secara tegas NATO pun menolak karena bertentangan dengan tujuan terbentuknya organisasi tersebut yakni untuk membendung ideologi komunis negara anggotanya-Amerika dan Eropa Barat-dari Rusia. Sehingga NATO dengan lantang menunjukkan keberpihakannya Ukraina yang telah merdeka dari perserikatan Uni Soviet.
Kemacetan Saat Evakuasi/ Foto: Valentyn Ogirenko/REUTERS |
Menjawab kembali pernyataan tersebut, kepala negara yang telah berkuasa di Rusia selama 23 tahun itu pun mengancam akan melakukan invasi militer besar-besaran untuk merebut kembali Ukraina secara paksa. Bahkan ia pun tak segan menyatakan bahwa Rusia bersiap untuk perang nuklir.
Percekcokan geopolitik antar dua negara ini bukanlah hal yang baru. Jika ditelisik lebih dalam, isu ini berakar dari sejarah yang dimiliki oleh kedua negara tersebut. Pada tahun 880, Kievan Rus, sebuah kerajaan yang berdiri yang merupakan cikal-bakal dari bangsa Slavia, seperti Belarus, Ukraina, dan Rusia, berdiri. Singkat cerita, Kievan Rus yang kemudian menjadi Uni Soviet pecah pada tahun 1991, menjadi negara baru yang bernama Rusia. Namun, di saat yang bersamaan, Rusia harus kehilangan beberapa wilayahnya, salah satunya adalah Ukraina.
Lepasnya Ukraina dari Uni Soviet memicu rasa kecewa oleh Presiden Rusia pada saat itu, Mikhail Gorbachev, karena Kievan Rus yang merupakan awal mula dari Rusia berada di Ukraina, apalagi ibu Gorbachev sendiri berasal dari Kiev. Selain itu, Vladimir Putin juga merasakan sentimen yang sama. Putin menganggap bahwa masyarakat Rusia dan Ukraina adalah satu dan sama. Hal ini berulang kali ditekankan oleh Putin.
Vladimir Putin/ Foto: Kremlin.ru/Wikimedia Commons |
Meski perselisihan dua negara tersebut terus berlangsung hingga saat ini, operasi militer Rusia kepada Ukraina kini bukan lagi konflik antara kedua negara itu, melainkan bereskalasi menjadi Rusia melawan dunia. Sebagaimana cuitan dari Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, yang berbunyi, "I continue negotiations with leaders. Received support from the Emir of Qatar. The world is with us."