Insight | General Knowledge

80 Persen Wilayah Ibu Kota Negara Baru Tetap Jadi Hutan, Benarkah?

Jumat, 11 Feb 2022 12:00 WIB
80 Persen Wilayah Ibu Kota Negara Baru Tetap Jadi Hutan, Benarkah?
Ibu Kota Negara Baru Foto: Nyoman Nuarta/Instagram
Jakarta -

Di tengah skeptisisme publik mengenai pembangunan Ibu Kota Negara atau IKN, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappenas) Suharso Monoarfa mengatakan bahwa 80 persen area ibu kota nantinya akan tetap berfungsi sebagai hutan. Sedangkan, hanya 20 persen yang dibangun untuk IKN. Ibu Kota yang bernama Nusantara ini direncanakan akan dibangun di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Pembangunan IKN memang menuai polemik, lantaran dianggap berpotensi semakin merusak alam Kalimantan. Apalagi, naskah akademik dan analisis dampak lingkungan dari proyek ini berkali-kali mendatangkan kontroversi. Pernyataan ini merupakan respon terhadap kegelisahan publik. Namun, apakah pernyataan ini bisa membuat publik tenang? Sebelum masuk ke pernyataan ini, kita perlu memahami dulu konteks dari pembangunan Ibu Kota Negara.

.Ilustrasi ibu kota negara yang baru/ Foto: YouTube Sekretariat Presiden

Polemik Ibu Kota Negara

Bulan Januari lalu, Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara atau IKN resmi dibawa ke rapat paripurna DPR. Hal ini menuai kritik, lantaran proses perencanaan, pematangan, dan pembahasan RUU IKN terasa terburu-buru. Padahal, RUU IKN merupakan payung hukum untuk proyek pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Tentunya, proyek ini akan memakan anggaran yang fantastis. Sehingga, banyak yang berpendapat bahwa pemindahan ibu kota ini tidak tepat dilakukan ketika Indonesia saja masih menghadapi gelombang Covid-19.

Tak hanya itu, banyak juga aktivis lingkungan yang khawatir kawasan IKN Nusantara ini akan memperparah kerusakan lingkungan yang melanda Kalimantan, dan juga semakin meminggirkan masyarakat lokal. Salah satu pihak yang mengkritik RUU IKN ini adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau WALHI. Menurut WALHI, pembangunan Ibu Kota Negara berpotensi menimbulkan dua ancaman, pertama ancaman sosial dan kedua ancaman lingkungan. Ancaman sosial yaitu potensi konflik antara populasi pendatang dengan masyarakat adat yang sudah terlebih tinggal dulu di sana. Sedangkan ancaman lingkungan yaitu ancaman terhadap lingkungan hidup di Kalimantan.

Dengan RUU yang pembahasannya terkesan terburu-buru ini, wajar saja publik menjadi resah. Keresahan ini wajar belaka, apalagi mengingat hal serupa juga terjadi pada UU Cipta Kerja yang memicu serangkaian gelombang protes dari publik. Selain RUU IKN, naskah akademik dari pembangunan Ibu Kota baru ini juga sempat menuai kritikan di jagat maya. Lantaran, banyak penulisannya yang tidak sesuai dengan kaidah akademis. Meski mendapat banyak kritik, rencana pembangunan IKN tetap berjalan.

.Lahan yang akan dijadikan Ibukota Negara Foto: Bloomberg via Getty Images/Bloomberg

Kota Hutan Jadi Solusi?

Dalam pernyataannya, Suharso menuturkan bahwa IKN dimaksudkan menjadi wilayah forest city atau kota di dalam hutan. Melansir Forest Digest, forest city berbeda dengan konsep hutan kota yaitu hutan di dalam kota. Misalnya, adanya Ruang Terbuka Hijau seperti Central Park di New York atau Hutan Kota di kawasan Gelora Bung Karno. Konsep forest city atau forest front city merupakan kota yang berada di dalam hutan, sehingga luas hutan tentunya akan lebih mendominasi dibandingkan dengan luas kotanya sendiri. Kota Hutan didesain agar kota yang dibangun di daerah pedalaman bisa menjamin kelestarian lingkungan, minimal 50 persen dari luas wilayah kota harus terdiri dari kawasan hutan.

Tentunya, konsep Kota Hutan bisa menjadi solusi atas masalah lingkungan yang dicurigai akan semakin parah ketika IKN dibangun. Sebab, prinsip yang dikedepankan melalui Kota Hutan adalah prinsip kelestarian lingkungan. Agar, pembangunan kota tidak memusnahkan ekosistem lingkungan yang ada dan bisa terintegrasi dengan alam. Namun, perlu dicatat bahwa kota yang akan dibangun di Kalimantan Timur ini bukanlah kota biasa, melainkan Ibu Kota. Dari segi populasi dan infrastruktur, pembangunan Ibu Kota berpotensi lebih massif dari kota lain pada umumnya.

Meski demikian, tentu saja pernyataan Suharso tidak bisa ditelan mentah-mentah. Sebab, wujud dari IKN Nusantara sendiri belum ada, yang ada sekarang hanya perencanaannya dan visi yang diutarakan oleh pejabat publik. Sementara itu, perencanaan yang tertuang dalam RUU IKN dan naskah akademiknya masih diselimuti berbagai kontroversi. Maka dari itu, pembangunan IKN perlu kita kawal selalu. Agar visi kota berkelanjutan yang ramah lingkungan tidak menjadi janji belaka.

[Gambas:Audio CXO]

(ANL/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS