Kesadaran bahwa dari kecil kita belajar sampai ke perguruan tinggi, dengan pengetahuan yang memadai nantinya diharapkan bisa mencari nafkah secara mandiri sehingga tidak perlu lagi bergantung pada orang tua atau sekitar. Tapi apa yang terjadi jika justru kitalah yang diharapkan menjadi tulang punggung keluarga, yang entah kenapa semakin banyak terjadi di kalangan masyarakat. Disebut Sandwich Generation atau Generasi Roti Lapis, di mana seseorang harus menghidupi perekonomian dua generasi sekaligus. Orang-orang yang masuk ke dalam lingkup sandwich generation memiliki kewajiban untuk mendukung secara materil dan imateril kepada orang tuanya yang semakin berumur, dirinya dan pasangannya, lalu anak-anaknya. Banyak faktor baik eksternal maupun internal yang mempengaruhi keadaan ini di dalam suatu lingkup keluarga, contohnya seperti kurangnya literasi finansial, keputusan memiliki anak di usia senja, atau kemampuan ekonomi. Tingkat literasi finansial di Indonesia sendiri pun dilaporkan hanya sekitar 29,7%, di mana orang-orang yang masuk ke dalam data tersebut adalah orang yang paham dan terampil dalam mengelola keuangan. Selain permasalahan finansial, permasalahan mental seperti menghadapi orang tua yang semakin menua dan anak-anak yang semakin dewasa mengakibatkan beban mental yang tidak mudah bagi sebagian orang. Kesiapan mental dalam lingkup sandwich generation kerap terjadi dan bisa mengganggu waktu pribadi yang bisa digunakan untuk menjalani hobi atau mengejar karier.
Dengan mengatur penghasilan dari satu generasi yang nantinya akan dibagi ke tiga bagian merupakan hal yang tidak mudah bagi sebagian orang, apalagi dengan semakin besarnya tanggung jawab dan naiknya harga bahan makanan menyebabkan semakin tingginya pengeluaran setiap bulannya. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk memutuskan rantai sandwich generation ini, bisa dimulai diskusi dari sisi finansial seperti terbuka perihal berapa jumlah pemasukan, kewajiban yang harus dibayar setiap bulannya seperti tagihan, menghitung kebutuhan seperti belanja makanan, merencanakan uang pensiun atau hari tua, dan berapa banyak tabungan yang bisa disisihkan. Dari sisi finansial bisa dilihat dan diatur mana yang harus menjadi prioritas, sehingga tidak ada kewalahan dalam tanggungan setiap bulannya. Anggota keluarga yang terlibat dan masih mampu secara fisik dan mental untuk mencari nafkah juga diharapkan bisa mempunyai uang tambahan sehingga tidak hanya satu pihak yang terbebani. Dari sisi kesehatan mental, dianjurkan untuk memiliki batasan di mana memiliki waktu sendiri untuk menjalankan hobi yang dimiliki sehingga menjadi distraksi yang positif, memiliki teman diskusi yang mengalami hal yang sama, berbagi kewajiban bersama saudara kandung sehingga tidak memberatkan satu pihak saja, dan berolahraga juga berguna apalagi bagi orang-orang yang terhimpit sandwich generation dalam mengurus orang tua yang sudah senja.