Beberapa minggu ke depan, toko-toko baju di berbagai mall besar hingga pedagang baju di pasar grosir di Indonesia mulai berlomba menjual berbagai busana muslim sebagai pelengkap suasana Lebaran. Ya, tidak afdol rasanya bila berkunjung ke rumah sanak saudara di hari raya tak kenakan baju muslim sebagai dresscode. Salah satu busana yang wajib dipakai kaum hawa adalah kaftan.
Beberapa tahun belakangan, tren kaftan sepertinya belum mau surut merajai busana muslim pilihan perempuan Indonesia, bahkan menjadi busana modest di kalangan pecinta fashion dunia. Mulai dari harga ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah, rela dirogoh para puan untuk mendapatkan kaftan terbaik yang akan dikenakan di hari yang fitri.
Tapi, bila saya lihat lamat-lamat, sebenarnya tidak ada yang spesial dari busana tersebut. Modenya pun biasa saja, tak terlalu 'wah'. Lantas, apa yang membuat kaftan begitu spesial?
Baju Kaftan/ Foto: Lazada |
Sejarah Kaftan, Couture Fashion hingga Daily Wear
Dilansir Vogue Arabia, kaftan adalah istilah umum dalam mode untuk segala jenis jubah atau tunik longgar sering digunakan untuk menggambarkan sejumlah pakaian berbeda dari Timur Tengah dan Afrika Utara. Bentuknya pun bermacam-macam, mulai dari jubah panjang berpotongan sempit dengan lengan penuh. Baik dengan leher terbuka di bagian atas, atau terbuka penuh ke lantai, ada pula yang berkancing, dan berbahan tebal mirip abaya.
Kaftan sendiri berasal dari kata Persia, sebuah sebutan untuk bahan garmen yang diyakini berasal dari Mesopotamia Kuno. Uniknya, kaftan dulu bukan dikenakan oleh para perempuan, melainkan para Sultan Ottoman dari abad ke-14 hingga ke-18 mengenakan kaftan yang dihias dengan mewah. Mereka juga memberikan kaftan sebagai hadiah kepada pejabat penting seperti jenderal. Kaftan saat itu dibuat dari sutra, wol, atau kapas yang kerap diikat dengan selempang.
Saat ini, kaftan umum dikenakan tidak hanya perempuan, tapi juga pria di seluruh dataran tinggi Iran melalui Afrika Utara, sampai ke Afrika Barat. Meski terlihat panas, tapi siluet longgar kaftan justru mempunyai sirkulasi udara yang baik, sehingga bisa menurunkan suhu tubuh.
Kaftan Ottoman/ Foto: Pinterst |
Di tanah Eropa dan Amerika Utara, kaftan jarang digunakan selain para pelancong atau orang yang memiliki selera unik dalam berpakaian. Mereka membawanya kembali dari ekspedisi eksotis sebagai bagian dari mode Orientalisme dan interior bergaya Turki selama abad ke-19. Barulah pada tahun 1950-an dan awal 1960-an, gaya berpakaian ini mulai muncul dalam couture fashion ketika diadaptasi oleh Christian Dior dan Balenciaga sebagai gaun malam longgar atau jubah di atas celana panjang yang serasi.
Namun dewasa ini, kaftan semakin mudah untuk dicari dan sudah menjadi busana sehari-hari yang bisa dikenakan oleh siapa saja. Materialnya yang kini lebih terjangkau membuat kaftan menjadi pilihan yang bisa dikenakan tidak hanya dari kalangan atas tapi juga kalangan yang biasa-biasa saja. Tetapi hal yang tidak akan pernah berubah dari kaftan adalah potongannya yang berbentuk 'T', lurus dan longgar sangat cocok digunakan untuk modest wear maupun penampilan yang syar'i.
Selain itu, siluet kaftan yang berani dan grafis memungkinkan para pembuat baju untuk menampilkan keunikan mereka masing-masing, sambil biasanya mempertahankan kemudahan, kenyamanan dan kesederhanaan yang membuatnya begitu menarik bagi perempuan Indonesia dan di seluruh dunia.
(DIR/MEL)