Insight | Business & Career

Warm Talks Vol. 2: Diskusi Peran Manajer dan Investor dalam Musik

Rabu, 15 Jan 2025 19:58 WIB
Warm Talks Vol. 2: Diskusi Peran Manajer dan Investor dalam Musik
Warm Talks Vol. 2: Diskusi Peran Manajer dan Investor dalam Musik/ Foto: CXO Media/Timotius Manggala Prasetya
Jakarta -

Musik tidak hanya patut untuk didengarkan. Ada bagian-bagian yang perlu didiskusikan dalam koridor yang lebih serius; menyangkut perihal angka dan segala bentuk pertanggungjawaban untuk kelancaran berkarier. Itulah alasan Warm Talks menghadirkan FGD dalam tajuk "Jembatan Emas: Sinergi Manajemen, Investor dan Cuan" yang digelar pada Selasa (14/1) di House Warming Space, Alam Sutera.

Dalam edisi kedua ini, ada empat narasumber yang hadir; Adryanto "Boim" Pratono (manajer Raisa, Bernadya, co-founder Juni Recs); Fia Fellow (singer/songwriter, self-managed); Endah Widiastuti (Endah 'n Rhesa, EAR House); Armand Maulana (GIGI, Arana Project). Bagaikan formasi basket yang sempurna, moderator Anto&Arief melengkapi lineup ini demi memberikan insight kepada para peserta yang hadir.

Pertanyaan pertama yang dilontarkan Anto langsung mengundang judging dalam skala kecil. "Bagaimana kriteria manajer yang ideal?" Jawaban yang lumayan retoris namun memang benar adanya langsung muncul. "Manajer ideal adalah manajer yg bisa mengatur. Dari kebutuhan artis, baik saat tur atau finansial, tergantung posisinya," jelas Endah yang melihat manajer itu memiliki posisinya masing-masing.

Saat semuanya semakin mendalam, Boim yang sudah berkecimpung di dunia musik dengan status manajer langsung memberikan jawaban yang cukup berbeda. Ia melihat bahwa manajer musik itu harus mengerti lanskap yang ia lihat. Tidak ada ilmu pasti yang bisa diterapkan oleh manajer. Semua ada tantangan dan caranya masing-masing.

"Manajer itu harus mencintai atau nggak nge-fans sama bandnya itu," tegas Armand yang memang menjadi saksi hidup bagaimana sosok Dhani Pette menjadi manajer Gigi selama bertahun-tahun yang didasari kecintaannya terhadap band ini. Pada dasarnya keempat narasumber memiliki satu suara yang sama tentang bagaimana manajer harus memiliki kendali lebih besar perihal kreativitas juga. Bukan hanya menjadi penghubung atau "angkat telepon doang" seperti yang dijelaskan Boim.

Bagaimana jika belum ada manajer? Bukan berarti menjadi hambatan bagi band/musisi untuk terus berkarya. Sebaiknya jalani saja terlebih dulu karena semuanya akan mengikuti lewat usaha dan koneksi, termasuk kehadiran sosok manajer yang paling tepat.

Penting, Tidak Pentingnya Investor dalam Dunia Musik

Membicarakan keberlangsungan hidup musisi dan karyanya memang membutuhkan pundi-pundi yang tidak kalah banyak, tergantung tujuan dan target yang ingin dicapai. Status investor pun bukan barang aneh di industri ini. Walaupun masih terkesan tertutup dari sorotan, penting atau tidak pentingnya investor dalam dunia musik juga masih sesuai kebutuhan.

Investor yang dimaksud di sini tidak hanya dari sisi label musiknya saja. Namun terkadang ada saja tangan-tangan yang berusaha masuk ke dunia musik lewat jalur investasi. Musisi yang kebetulan bisa mendapatkan investor menjadi satu anomali yang layak untuk dimaksimalkan. Namun perlu diperhatikan, "Ada konsekuensi yang harus diingat sama musisi dengan investor, terkhusus saat karyanya mulai dimonetisasi," ujar Boim yang sebenarnya juga ikut menjadi investor di Juni Records dan beberapa band serta label musik lainnya.

"Harus clear di depan soal peran investor di musisi ini. Hitung-hitungannya juga harus jelas di awal," tambah Fia. Memang, terkadang ketika ketenaran di depan mata, maka banyak insan yang tidak peduli soal hukum perhitungan dan perjanjian hitam di atas putih; karena yang paling penting adalah menjadi terkenal. Sudah seharusnya pada era seperti sekarang ini, musisi jauh lebih paham perihal hubungan investor dengan mereka dalam ukuran yang tepat.

Dari sisi band sendiri, Boim berharap lebih banyak yang serius dalam mempersiapkan diri ketika memang ingin menarik investor. Seperti bagaimana mereka menjelaskan tujuan yang ingin dicapai, KPI yang dituju, dan mimpi-mimpi rasional agar bisa memperkuat keyakinan investor untuk "menaruh" uang di mereka. Jika hanya sekadar demi berkarya saja, dewasa ini akan semakin sulit untuk mendapatkan investor.

Gosip-gosip underground yang seharusnya fakta karena keluar dari mulut Anto sempat muncul menuju akhir diskusi. Kabarnya beberapa waktu lalu, ada konsorsium dari China yang ingin membeli master rekaman para musisi Indonesia dengan nilai yang fantastis. Sebuah pergerakan masif yang pastinya menggiurkan bagi musisi, mengingat urusan royalti masih terhitung kecil di sini. Bisa dibilang ini jadi bentuk penawaran investasi beli putus juga.

Endah menjawab kabar tersebut dengan kebimbangan. Awalnya ia tidak ada masalah untuk menjualnya, asalkan kemampuan menulis lagu dalam dirinya masih diyakini mampu diandalkan. Tapi harus diakui bahwa "master rekaman itu jadi warisan paling berharga bagi sebagian besar musisi," katanya dengan maksud bahwa inilah warisan penting yang harus dijaga oleh orang yang mencintainya; bukan oleh konsorsium yang hanya mementingkan nilai komersial.

Boim menanggapi dengan tegas. Ia jelas berdiri di posisi penolakan paling terdepan atas kabar tersebut. "Karya adalah legacy yang harus dijaga. Kalau lu nggak tau siapa yang jaga... ya susah," jelasnya. Sikap keras Boim ini pun sudah seharusnya menjadi suara mayoritas di kalangan musisi tanah air soal investasi master rekaman yang cukup lazim di belahan dunia lain.

Memang pada kenyataannya semua kembali ke tangan musisi. Bagaimana melihat peran investor dengan investasi yang diberikan. Nilai paling penting yang bisa didapatkan di sini adalah kemampuan musisi dalam memahami hal-hal di luar berkarya karena masih banyak tetek bengek yang harus dikuasai agar tidak terjerumus lagi ke praktik culas orang-orang berduit yang berusaha mencari cuan dari masuk tanpa mempedulikan keadilan.

(tim/DIR)

Author

Timotius P

NEW RELEASE
CXO SPECIALS