Menghadiri pameran otomotif sepertinya menjadi jadwal wajib sebagai masyarakat Indonesia, terkhusus Jabodetabek. Setiap tahun selalu ada pameran otomotif dengan berbagai nama yang menjajakan produk transportasi pribadi ini. Ratusan brand bisa kita temukan dengan semangat menjual barang yang dinilai memiliki value berbeda dibandingkan pesaingnya. Namun kalau bicara seberapa beda produk yang dijual tanpa harus melupakan visi misi dan tujuan yang ingin mereka tuju hanya demi meningkatkan penjualan, maka ALVA menjadi bukti nyatanya.
ALVA dikenal sebagai produsen motor listrik asli Indonesia yang sebenarnya telah berdiri sejak tahun 2021. Memang, mereka masih pemain baru di tengah gempuran nama-nama brand motor besar lain yang terlebih dulu mendunia sekaligus terngiang di pikiran masyarakat ketika dikasih pertanyaan "sebutkan tiga brand motor?"
Sudah jelas ada perbedaan yang membuat ALVA layak untuk lebih banyak dibicarakan. Pertama, mereka menjual motor listrik yang saat ini sedang naik daun. Kedua, mereka tidak menjual motor listrik yang biasa-biasa saja karena terbukti dari desain, fitur, hingga harga yang merepresentasikan target market mereka. Ketiga, pengakuan tentang bagaimana ALVA berusaha melahirkan "kolam" sendiri tanpa harus berbagai dengan kompetitor.
"ALVA tidak hanya sekadar menawarkan produk but we're actually more than that. We offer you a lifetime of great solutions. We offer you relevance. We offer you a relationship. We're more than a partner," tegas Grace Surya selaku Head of Marketing ALVA. Sebuah statement yang sangat positif darinya kalau kita tahu bahwa pergerakan brand ini terhitung tidak termasuk cepat, tapi tidak pelan juga; yang penting adalah kepastian dari apa yang mereka ingin capai.
ALVA dalam Lifestyle Mobility Solution
Membicarakan motor listrik seperti ALVA tidak perlu berfokus kepada sisi pemerintah yang lagi giat mendukung sistem transportasi ramah jejak karbon ini. Melainkan lahirnya rasa penasaran tentang movement mereka lewat konsep lifestyle mobility solution yang terus didengungkan.
Coba kamu datang ke ALVA Experience Center di SCBD. Jangan berpikir akan terasa masuk ke showroom motor. Malahan kamu seperti datang ke sebuah tempat pameran yang bisa membuatmu duduk manis sambil menyisip satu gelas ALVA Coffee sebagai bagian penting dari konsep mereka. Dari sana terjawab sudah target market ALVA yang cukup niche, artinya sesuai dengan apa yang mereka lakukan.
Belum lagi dengan beberapa usaha kolaborasi yang telah dilakukan sebagai bentuk pertunjukan lifestyle mobility solution. Sebut saja kerja sama bersama Bandung-based brand Humblezing, lalu Nevertoolavish, sustainability movement community Olah Plastic, hingga Dus Duk Duk. Walau loncat ke ranah fashion, semua itu berjalan dengan semangat untuk menjadi game changer dari gaya hidup sustainable yang memang selalu disorot dalam produk motor listrik.
ALVA yang saat ini sudah memiliki berbagai experience center di Pulau Jawa dan Bali ini tidak hanya ingin meningkatkan sales saja, namun niat untuk memberikan edukasi pun tak luput dari usaha pemasaran mereka. Belum lagi ketika kita mulai membuat menyambungkan setiap titik dari setiap produk, campaign, marketing, community, movement, you-named-it, maka merekalah contoh walk the talk yang murni.
Dalam obrolan bersama Grace Surya, terjawablah pengertian luas tentang lifestyle mobility solution dari ALVA dan segala bentuk pergerakan berdasarkan data yang akan terus disajikan mereka dari waktu ke waktu; bagaikan burung yang sedang melebarkan sayapnya untuk terbang lebih tinggi lagi.
Apa misi utama ALVA ketika mau mengembangkan konsep lifestyle ini?
Oke, roots-nya kami di sini adalah sustainable living. Kami percaya bahwa kalau memang mau mendukung sustainable living movement ini, kami kan nggak bisa bergerak sendiri. Dan ini tidak akan terjadi kalau belum menjadi suatu habit. Nah ketika kita bicara habit, kita nggak bisa bicara hanya per produk. Jadi sustainable living ini harus menjadi suatu lifestyle. Dari situlah kenapa ALVA mengusung sustainable lifestyle. Movement-nya mengenai sustainability, tapi dijadikan sebagai suatu lifestyle untuk semua.
Soal milenial sama Gen Z, mereka ini kan sebenernya peduli banget tentang message sustainability karena at the end of the day, kita juga yang akan merasakan akibatnya. Jadi kita juga yang harus membuat perubahan. So, kami memang mengajak mostly millenial dan Gen Z untuk let's make this a lifestyle. Not just a jargon, not just a project, but a lifestyle.
Apakah pesan lifestyle mobility solution ini yang membedakan ALVA dengan brand-brand otomotif lainnya?
Gini, kami lebih melihat ALVA sebagai lifestyle mobility solution karena produknya kan banyak. Iya, kita sebenarnya mem-provide solusi mobilitas, tapi juga solusi yang lifestyle-ish. Tidak sekadar transportasi saja, namun masih ada sesuatu yang bisa bikin kamu tuh lifestyle-ish.
Produk utamanya memang motor. Tapi kan kalau kita bicara lifestyle, is not just about transportation. It's what we wear, what we drink gitu. Dan sehari-hari kita mau berasosiasinya sama brand apa. Makanya dengan produk utama motor sebagai lifestyle mobility solution, kami juga mengeluarkan seri-seri lifestyle seperti apparels, ALVA Coffee, dan juga kolaborasi-kolaborasi kita dengan beberapa komunitas.
Berbicara soal kolaborasi, bagaimana prosesnya bisa collab bareng Nevertoolavish, Humblezing, sampai Olah Plastic?
Obrolannya panjang, tapi kami selalu mengawalinya dengan what we believe. Kami percaya bahwa sustainable living itu; satu, tidak bisa digerakkan oleh satu dua pihak saja, harus ada kolaborasi; kedua, bahwa is supposed to be a movement.
Nah pertanyaannya yang kami tanyakan ke teman-teman adalah "do we believe in the same thing?" Kalau if we believe in the same thing bahwa sustainable living ini harus kita usahakan menjadi suatu lifestyle, what kind of collaboration yang bisa kita lakukan untuk meng-amplify message ini. Nah ujungnya pasti sebuah output. Output-nya apa nih? Nah barulah ada produk collab bareng teman-teman tersebut.
Karena harus menyamakan point of view, berarti udah banyak nama lain yang mau diajak collab? Biasanya apa kendalanya?
Aku sih nggak bakal mention nama-nama yang nggak jadi collab ya hahaha. Cuma biasanya kendalanya adalah "iya sih kami percaya untuk hal yang sama tapi sepertinya kalau untuk menciptakan movement lebih besar mungkin belum waktunya." Kemudian kadang-kadang kita tidak berbicara ke target segment yang sama, walau sebenarnya membawa message yang sama. Macam-macam sih kalau kenapa akhirnya tidak jadi [kolaborasi]. Akhirnya kami jadinya dengan beberapa nama kayak Nevertoolavish, Humblezing, Olah Plastic, sampai Dus Duk Duk.
Berarti selama ini kalau mau kolaborasi, apakah ALVA yang ngajak para brand ini?
Kami tuh anaknya friendly sih hahaha. Kalau kami bisa proaktif, why not? So, kami bertemu sama berbagai calon partner. Tapi memang ketika kami memutuskan untuk approach partners, cukup banyak research demi melihat kesesuaian. Karena kami tahu bahwa kami cukup selektif dalam berkolaborasi. Jadi ada beberapa nama yang memang kami eyed banget dari target segment, kemudian dari style-nya juga. Ya kalau bisa kami mau tahu SES-nya juga. Tentu pucuknya adalah we believe in the same perspective.
Apa tantangan utama dalam berkolaborasi dari sisi ALVA?
Ego! Hahaha. Pastilah itu menjadi tantangan utamanya. Aku selalu bilang setiap brand is actually a person. Setiap orang itu kan punya personality sendiri, mengusung gaya sendiri. Setiap brand seperti itu, termasuk ALVA juga. Karena kami juga udah cukup terbiasa lah ya untuk explore kolaborasi. Jadi gimana caranya di awal-awal tuh kami mencari cara supaya kita semua ada di tengah. Kalau semuanya mau egonya naik, kan kolaborasi nggak akan terwujud.
Kalau bicara kolaborasi ALVA selama ini, ada terselip ALVA Coffee. Kenapa kopi?
It's part of the lifestyle. Ketika kami udah bilang lifestyle mobility solution, selain solusi mobility nih, yang termasuk solusi lifestyle itu apa lagi? Itu juga kenapa munculnya apparel series. Seperti yang tadi aku bilang, we actually wear apparel yang we believe it, yang bisa merepresentasikan gaya kita.
Dan lini lainnya tentang lifestyle adalah... ya kalau untuk target segment atau masyarakat seperti ALVA ini yakni Gen Z dan juga milenial, kan habit-nya ngopi ya. Jadi kopi emang udah ga bisa dipisahkan ya dari keseharian kita. That's why ada ALVA Coffee.
Kenapa berani membangun brand kopi dengan nama produk sendiri yang lebih identik dengan otomotif? Kenapa tidak bersama brand kopi yang sudah lebih established?
Hahaha jadi kami tuh sebenarnya ada ALVA Coffee, tapi tetap ada yang partnership. Seperti di Semarang bareng Folkafe, lalu di Jakarta daerah SCBD barulah ada ALVA Coffee. Sedangkan di Jakarta Utara kami juga partnership bareng Burno Coffee. Tapi tetep, karena ini berbicara kolaborasi, tentunya nggak asal-asalan ya. Tetep kami ngobrol dulu dari kesamaan visi misi hingga target segment.
Untuk proses kreatifnya sendiri bagaimana saat kolaborasi perihal fashion?
Proses kreatifnya adalah kami tahu harus acknowledge strength dan weaknesses masing-masing. Jujurnya ALVA dari awal udah bilang bahwa kami ini bukan ahlinya fashion designer. Tapi kami punya partner yang fashion designer. So let's lead it. Jadi kami memang menyerahkan Humblezing dulu nih untuk ke nge-lead gimana mereka bisa mendesain apparel yang meng-include-kan elemen-elemen ALVA. Keluarlah koleksi pertama bareng Humblezing.
"Loh nggak bisa gitu dong? Kan we are about sustainability." Hadirlah teman-teman Olah Plastic yang bisa membuat detail-detail kecil untuk apparel dari materi plastik. Oke karena itu adalah strength mereka, let's use it.
Dari ALVA sendiri strength-nya apa? ALVA ini strength-nya suka nge-lead collaboration hahaha. We love to collab! Kemudian kami juga cukup kuat di target segment yang diincar. Sekali lagi, kalau buat ALVA sendiri, mengakomodasi target segment kami dengan kolaborasi ini adalah hal penting. Jadi kami membawa traffic lah dalam kolaborasi dan distribution channel.
Bagaimana ekspansi ALVA itu dari pemilihan kota dan lainnya?
Kalau pemilihan ekspansi ini, Alhamdulillah kami banyak bermain dengan data. Nah kalau kita bicara ekspansi, berarti kan kami sebenarnya sudah existing. Dari situ kami banyak mengumpulkan internal data, seperti user behaviour dari third party ataupun My ALVA App karena semua trip bisa di-track kan.
Nah dari situ baru kami tentuin, seperti membuka experience center di lokasi yang penggunanya cukup banyak. Jadi butuh nih ekspansi di sana. Nah kalau dari source data luar apa yang kami dapat? Sebenarnya demand untuk motor listrik ataupun ALVA itu cukup tinggi, tapi kami belum ada di sana. Jadi kami mendekat ke mereka. So we are to be everywhere di mana ada target audience kami sebisa mungkin, tapi pastinya data driven.
Kenapa ALVA buka experience center pertama di SCBD?
Kami berangkat dari target persona yang merupakan seseorang yang benar-benar di-identify. Jadi tidak hanya secara demografi karena itu udah terlalu umum. Kami bedah mereka dari aspirasi mereka, motivasi, terus behaviour mereka as in sehari tuh mereka kegiatannya apa aja, mereka perginya kemana aja, channel yang mereka pakai untuk dapat informasi atau mengambil keputusan itu apa aja. That's where the location [SCBD] came in.
Jadi target persona itu sebenarnya sedetail itu. Kami meng-identify setiap touch point mereka. Nah dari target persona yang udah kami dapatkan itu, keluarlah brand-brand yang mereka suka terasosiasikan. "Gue pakainya brand ini, gue hangout-nya di sini, gue mau punya rumah di sana, perjalanan gue sehari ke mana aja." Dari situ mengerucut kalau SCBD is the location that we have to be. Karena di situlah target persona yang kami dapatkan. Apalagi ALVA Experience Center SCBD tidak cuma jualan motor aja, tapi ada ALVA Coffee dan layanan lain.
Tadi kan kita ngomongin target persona, namun bagaimana ALVA membangun loyalitas konsumen?
Sebenarnya loyalty itu agak sulit sekarang karena it's so easy to move from one brand to another. Akhirnya yang membangun loyalitas adalah experience dan interaction atau relationship. Untuk experience bersama ALVA, tentunya ketika dari mulai memesan, membeli, dan setelah membeli itu kan bentuk experience-nya.
Sedangkan untuk relationship, kami punya community specialist yang selalu berinteraksi dengan berbagai komunitas. Baik itu komunitas pengguna ALVA ataupun komunitas yang relevan dengan soul-nya ALVA. For example komunitas yang fokus kepada sustainable living, lalu komunitas yang saat ini kita bisa bilang komunitas kalcer dengan membahas lifestyle. Itu semua kami bangun interaction. Jadi loyalty-nya memang tentang relationship and experience.
Mengingat ALVA sudah tiga tahun berdiri, apakah komunitas pengguna ALVA sudah besar?
Kami bisa bangga untuk mengatakan bahwa komunitas Alfa yang sekarang itu dibangun secara organik. Jadi memang inisiatif dari ALVA owner. Anggotanya sendiri juga udah cukup banyak hingga ribuan. Kemudian juga ada activity seperti SunMoLis (Sunday Motor Listrik) yang biasa diikuti hingga puluhan peserta. Dari data beberapa komunitas ALVA sih sudah banyak banget ya.
Aku juga nggak mau take credit bahwa ini terjadi karena ALVA doing the branding right, tapi aku bisa lihat antusiasme mereka memang besar terhadap ALVA dan kami juga happy banget bisa build relationship sama mereka. Mereka memang niche dengan pandangan terhadap suatu komunitas atau perkumpulan. Namun mereka sendiri pula yang bergabung bersama-sama. Bisa jadi ada mindset kalau merekalah game changer atas sustainability lifestyle ini di kelompoknya. "Dengan diri gue kayak gini, akhirnya ada brand seperti ALVA yang sesuai dengan niche gue nih."
Dengan brand yang sudah melebarkan sayap hingga fashion dan coffee, lalu punya market niche tapi bisa tetap growing, tahun depan akan ada apa aja dari ALVA?
Tahun depan itu kami lagi menggodok kolaborasi. Apparel salah satunya tapi tidak semuanya apparel. Kemudian ada satu kolaborasi yang bentuknya adalah campaign jadi tanpa produk apapun. Pastinya kalau dari sisi unit motornya sendiri pastinya ada produk baru lagi. Jadi ditunggu aja movement terbaru ALVA tahun depan!
(tim/RIA)