Pada tahun '80-an, istilah lingkungan kerja yang toksik mengacu pada artian lingkungan di mana para pekerja memiliki risiko untuk terjangkit penyakit, mikroba, dan infeksi karena kondisi kerja yang berbahaya. Namun, istilah toxic workplace kini lebih banyak dipahami sebagai tempat kerja yang membuat para pekerja di dalamnya sulit untuk berproses dalam hal karir karena lingkungan yang negatif, baik itu karena pekerja lainnya, atasan, atau bahkan kultur perusahaan itu sendiri.
Sebuah tempat kerja memang jarang menimbulkan dampak buruk bagi pekerjanya secara tiba-tiba. Namun, seiring bertambahnya waktu, hal ini berujung pada suasana yang sangat tidak stabil dan sangat mempengaruhi kualitas pekerjanya. Memahami tanda-tanda tempat kerja yang toksik merupakan langkah pertama untuk mengatasi masalah tersebut. Berikut ini adalah beberapa tanda suatu tempat kerja memiliki kecenderungan bersifat toksik.
Goal dan value perusahaan yang tidak jelas
Setiap perusahaan sangat penting untuk memiliki tujuan dan nilai-nilai yang jelas demi membangun lingkungan kerja yang positif serta produktif. Ketika setiap orang memahami tujuan perusahaan dan peran mereka dalam mencapainya, hal ini dapat menumbuhkan tujuan dan motivasi.
Dalam lingkungan kerja yang toksik, tidak pernah jelas apa yang dimaksud dengan budaya perusahaan. Nilai-nilai dan keyakinan tidak jelas dan jarang dibahas. Selain itu, tempat kerja yang toksik juga akan cenderung lebih memprioritaskan pertumbuhan atau kepuasan pelanggan dibandingkan kesejahteraan dan kebutuhan karyawannya, sehingga menyebabkan tingkat stres dan tekanan yang dialami pekerjanya. Hal ini dapat menciptakan suasana kerja yang negatif dan tidak mendukung sehingga melemahkan semangat dan kesejahteraan karyawan.
Tidak ada rasa hormat dari manajemen
Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hal yang sangat penting demi membangun lingkungan kerja yang sehat. Dalam lingkungan kerja yang sehat, keputusan dibuat secara kolaboratif, dengan masukan dari semua pihak terkait. Rasa hormat dan saling menghargai di tempat kerja menumbuhkan kerja tim yang lebih baik karena semua perspektif turut dipertimbangkan.
Di sisi lain, tempat kerja yang tidak sehat mungkin kurang transparan dan tidak berkolaborasi, karena keputusan diambil secara sepihak oleh atasan tanpa masukan atau konsultasi dari pihak lain. Hal ini dapat menimbulkan rasa ketidakseimbangan kekuasaan dan melemahkan otonomi dan kreativitas karyawan, sehingga menimbulkan suasana kerja yang negatif. Dalam lingkungan yang tidak sehat, karyawan sering kali merasa supervisor dan atasannya menggunakan mereka sebagai alat untuk menyelesaikan pekerjaan.
Kepuasan karyawan tidak dianggap relevan
Kepuasan karyawan menunjukkan sejauh mana seseorang puas dengan pekerjaannya. Hal ini adalah faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan seluruh perusahaan serta tingkat turnover. Lingkungan kerja yang sehat memastikan pekerja merasa dihargai di tempat kerjanya. Terlebih lagi, perusahaan kerap mendukung keseimbangan kehidupan kerja dan istirahat yang baik bagi para pekerjanya.
Sebaliknya, lingkungan kerja yang tidak sehat sering kali tidak mendukung keseimbangan kehidupan kerja dan istirahat. Karyawan dibuat merasa seolah-olah hari sakit dan hari libur merupakan hambatan bagi kemajuan perusahaan. Dalam skenario ini, karyawan harus menghadapi jam kerja yang panjang dan takut untuk meminta cuti atau kompensasi yang memadai untuk kerja lembur. Hal ini sering kali menyebabkan kelelahan, burnout, dan kesehatan mental serta fisik yang buruk.
Tidak diberikan ruang untuk berkembang
Perkembangan seseorang terlebih lagi saat mereka bekerja di sebuah perusahaan merupakan hal yang sangat penting. Dalam lingkungan yang sehat, manajemen akan memberikan feedback secara menyeluruh dan sebagai tambahan, manajemen akan membantu karyawan untuk berkembang.
Namun, dalam lingkungan kerja yang tidak sehat, hanya ada satu cara dalam melakukan sesuatu, dan biasanya hal itu diputuskan oleh satu orang atau oleh atasan. Metode tersebut akan diperkuat terus-menerus, dan hampir tidak ada ruang untuk bereksperimen bagi para karyawan.
Toksisitas di tempat kerja kini menjadi lebih umum terjadi dibandingkan sebelumnya. Tidak hanya menyebabkan tekanan fisik dan emosional pada karyawan, namun hal ini juga merugikan pengusaha karena turunnya produktivitas. Untuk mengatasi masalah ini, upaya harus dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung di tempat kerja dan di luar tempat kerja. Meskipun satu orang tidak dapat membuat seluruh perusahaan menjadi lebih baik, mereka setidaknya dapat memastikan kesejahteraan secara pribadi tetap terjaga.
(DIP/alm)