Dipha Barus memang tak akan sanggup menghadiri semua pesta. Tapi, diskografinya boleh jadi akan terus dimainkan di segala macam pesta. Terutama, single terbarunya yang bertajuk "Rima Raga".
Setelah terlampau sibuk meriuhkan banyak party, menggoyang sederet festival besar, bahkan menggowes iramanya berkeliling kota, Dipha Barus akhirnya menyudahi puasa berkarya-sebagai artis utama setelah terakhir kali merilis single "Keep It Hush" ft. Afgan & Esther (2021)-lewat "Rima Raga" yang rilis per 15 November 2024.
Turut melibatkan Kunto Aji dan The Adams, "Rima Raga" hadir tanpa mengingkari kecakapan Dipha di sirkuit musik elektronik; tembangnya tetap bernada girang, dan teramat sanggup membuat para pendamba pesta keranjingan.
Namun, "Rima Raga" tak sekadar berbalut kesenangan. Esensi dari narasi trek berdurasi 3 menit 14 detik ini justru mengalun secara lebih sentimental lantaran berasal dari perasaan yang jauh dari kata riang dan gembira.
"[Rima Raga] ini masih EDM, tapi lebih ke emotional dance music," ucap Dipha kepada CXO Media, di acara Sesi Dengar Rima Raga (Rabu, 13/11/24).
Dipha yang Baru di "Rima Raga"
Dipha Barus butuh waktu yang panjang untuk membuahkan karya baru. Ia absen semenjak masa Pandemi COVID-19. Bagi musisi se-produktif Dipha, jeda sepanjang ini, tentu, bukanlah hal yang lumrah.
Dan, benar saja. Kebuntuan berkaryanya ternyata disebabkan situasi yang sama sekali tidak menyenangkan. Sang pramuirama terjebak di pesta panjang tanpa nada dan lelampuan; Dipha menyintas delirium dan harus mengikuti terapi psikiatris intensif medio 2023 kemarin.
Lantas, jika pepatah menyebut "Pelaut yang baik tidak pernah lahir dari lautan tenang", maka ombak dan langit gelap yang sempat diarungi Dipha belum lama ini malah mengantarkannya ke bentuk terbaru, yang bahkan, tampak lebih prima daripada sebelumnya.
"Gue inget banget psikiater gue bilang tulis aja semuanya, journaling. [Rima Raga] ini adalah journaling gue," kisahnya. "Gue nggak sadar pas gue nge-journal gitu hasilnya kayak lirik lagu. Abis itu gue buat lirik lagu."
Oleh karena itu, "Rima Raga" bernilai lebih penting. Sebab lagu ini ikut menjelmakan monumen diri seorang Dipha Barus di lautan terbaru. Ini adalah karya perdananya sebagai musisi, suami, dan juga seorang ayah.
"Pada satu titik, gue agak merasa lagu ini bukan lagi punya gue doang. [Rima Raga] ini lagu favorit anak gue, dan dia bilang 'ini lagu Naja,'" tutur Dipha sambil tersenyum, mengingat kelakukan sang buah hati, yang merupakan pendengar pertama lagu ini.
MENEMUKAN IRAMA
"Rima Raga" adalah alihwahana perjalanan personal Dipha Barus ke bentuk raga yang lebih energik dan penuh rima puitik. Terlebih di karya ini, ia menempelkan lirik-lirik reflektif bersama Kunto Aji.
Irama "Rima Raga" pun terbilang lebih mendalam daripada karya-karya Dipha terdahulu. Faktor ini kurang lebih dipengaruhi harmonisasi nada khas The Adams; Ale, Aryo, dan Gigih kompak mengisi suara latar. Hiasannya kemudian bertambah mewah berkat suara gitar penuh nyawa dari Andi "Idam" Fauzi (Swellow).
Menariknya, hal-hal personal yang ditukil Dipha ke dalam "Rima Raga", maupun kehadiran para kolaborator yang saling bersumbangsih pada lagu ini terbilang organik. Proses kreatif lagu ini bahkan telah dimulai sejak Dipha tengah berjuang mengatasi masalahnya, di mana karya-karya Kunto Aji, The Adams, juga Swellow menjadi heavy rotation Dipha kala itu.
"Di masa bolak-bali terapi, gue lagi dengerin banget album-albumnya Kunto, dan seneng banget dengerin riff gitarnya Idam di Simpul-nya Swellow", lalu menambahkan, "Gue juga kena banget sama V2.05-nya Adams, apalagi lagu 'Hanya Kau'. Itu soundtrack gue sama istri sewaktu persalinan Naja."
"Basically, 'Rima Raga' ini kayak lagi bikin lagu sama orang yang diidolakan. Exactly kayak gitu. Menurut gue tuh the best feeling ever kalo lo sampe ngidolain temen lo dan bisa berkarya bareng," lanjutnya.
Pada pangkalnya, "Rima Raga" memang dapat dimahfumkan sebagai satu entitas baru yang melebur sempurna dan apa adanya. Seperti kata Aryo, "Karya ini jadi sempurna dengan segala kelebihan dan kekurangannya." Suatu situasi yang juga seolah-olah terilustrasikan pada bait "Di antara yang tak terucap/Tanda tanya yang selalu ada/Duka-lara, juga asa/Ku indahkan apa adanya/."
"Mungkin 'Rima Raga' nih juga bisa dilihat kayak Dipha 2.0 kali, ya," gurau Dipha kemudian.
REDEFENISI PESTA
Nuansa pesta dan karya-karya Dipha Barus memang agak sulit dipisahkan, meski sang istri sempat memaknai lagu ini sebagai karya yang bijak. "Istri gue bilang '[Rima Raga] ini kayak stoikisme gitu. Padahal gue awalnya nggak ngerasa ada arah ke sana," kata Dipha.
Namun, berbanding terbalik dari sang istri, Kunto yang terkenal punya kedalaman saat menulis lirik yang penuh rasa afirmatif untuk manusia, justru sedikit berada di sudut seberang. "Lagu ini mewujudkan mimpi yang sulit gue lakukan sendiri. Yaitu, main di acara pesta terus bisa teriak 'Party People!'" katanya dengan cengengesan, tanpa mewajibkan 'Rima Raga' sebagai lagu yang hanya cocok diputar untuk pesta.
"Ya, kan, lagu ini memang lebih ke arah emotional dance music," Dipha menerangkan kembali. "Tapi kalo ditanya 'pesta seperti apa yang lebih cocok?' Gue pun nggak punya jawaban persisnya."
"Cuma lagu ini bisa banget dirayakan sama orang dewasa, kayak bapak-bapak gitu. Misalnya, kayak buat orang merokok ya, lagu ini bisa jadi teman yang tepat buat nyebat gitu. Ya, seperti teman yang cocok waktu kita mau merayakan waktu rehat gitu lah."
Merujuk penjelasan Dipha, rasanya, asosiasi lagu ini memang tak berhenti pada pesta-pesta yang formil dan gegap gempita. Pada bagiannya yang terdalam, "Rima Raga" menjelma teman paling pengertian bagi setiap jiwa menantikan terang dunia dalam sunyi.
"Lagu ini visualnya kayak orang yang lagi diem di tengah keramaian. Dia diem aja memang, tapi nyaman, sambil ngeliatin dunia, gitu," kata Aryo. Dipha menambahkan, "Gue malah jadi inget, kalo lagu ini ngingetin banget sama situasi gue di tengah KRL yang ramai orang, capek, dan sibuk, dan gue ada di antara mereka."
Pada praktiknya, nuansa substantif "Rima Raga" yang coba dielaborasikan Dipha telah tertuang jelas pada bagian chorus. "Di antara yang tak terucap/tanda tanya yang selalu ada/ Duka-lara juga asa/ku indahkan apa adanya//"; kendati sebagai satu kesatuan, nada-nada bahkan visualisasi liriknya tampak begitu girang.
"Waktu pertama denger, gue merasa lagu ini menyenangkan banget. Tapi lagu yang jadi nge-loop di kepala gue ini malah bikin bayangan tentang relasi gue sebagai ayah ke anak gue, gitu," kata Moses Sihombing, co-director video lirik resmi Rima Raga.
Oleh karenanya, video lirik resmi "Rima Raga" yang diarahkan langsung Anggun Priambodo dan dibatu Moses ini tampil dengan penuh warna dan cukup playful. "Lama kelamaan lagu ini kayak ngevisualin adegan gue yang lagi rehat dari capeknya pekerjaan, bersantai, sebelum akhirnya kembali senyum waktu bareng keluarga di rumah," tambahnya.
"Rima Raga" memang bukan anthem pesta biasa. Ada ironi di sepanjang lagu ini. Di mana balutannya yang ceria dan menggelinjang di bagian luar, juga mampu membasuh jiwa-jiwa para pendengar. Entah, rasa-rasanya, Dipha memang sengaja menciptakan lagu ini untuk setiap jiwa yang sudah terlampau lama tidak merayakan pesta untuk dirinya sendiri; untuk orang-orang yang kini lebih sering tidak menang, dan kian hari kian sulit untuk bersenang-senang.
Pada akhirnya, apapun interpretasi "Rima Raga" yang paling sejati, karya ini sudah lebih dari cukup mengobati para penanti karya Dipha Barus. Sang pengoleksi Anugerah Musik Indonesia untuk 5 tahun berturut-turut (2016-2021), yang bukan tidak mungkin, menambah koleksinya berkat lagu baru ini.
(RIA/tim)