Jakarta Film Week 2024 resmi dibuka dengan penayangan film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal dari Adhya Pictures pada Rabu, 23 Oktober 2024 di CGV Grand Indonesia, Jakarta. Film ini disutradarai oleh Adriyanto Dewo, dengan bintang Putri Marino dan Jerome Kurnia, yang bercerita tentang perjalanan dua orang dalam pencarian cinta di Korea Selatan.
Sinopsis Sampai Jumpa, Selamat Tinggal
Cerita film ini berfokus pada Wyn, diperankan oleh Putri Marino, yang nekat pergi ke Korea Selatan untuk mencari kekasihnya, Dani. Hanya bermodalkan foto dan nama, Wyn berusaha menemukan Dani setelah mengetahui bahwa dia tidak terdaftar di KBRI.
Di tengah usahanya, Wyn bertemu dengan Rey, seorang pekerja serabutan asal Indonesia yang diperankan oleh Jerome Kurnia. Sambil mencari Dani, Wyn dan Rey justru semakin dekat, dan perasaan di antara mereka mulai tumbuh. Namun, hubungan mereka tidak berjalan mulus. Atasan Rey tidak menyukai kedekatan mereka, dan ketika Wyn mengetahui bahwa Rey telah menemui Dani tanpa memberitahunya, Wyn merasa kecewa.
Selain kisah cinta yang rumit, film ini juga menggambarkan fenomena orang-orang yang melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari masalah, bahkan sampai berganti identitas. Alih-alih menemukan solusi, langkah itu justru seringkali menambah persoalan baru.
REVIEW SAMPAI JUMPA, SELAMAT TINGGAL
Dengan latar Korea Selatan, Sampai Jumpa, Selamat Tinggal menawarkan visual yang segar dan berbeda. Alih-alih fokus pada keindahan negara tersebut seperti kebanyakan film atau drama lain, film ini menyoroti sisi-sisi tersembunyi dan sering terabaikan dari kehidupan masyarakat di sana. Ini menjadi keunikan tersendiri, karena kita diajak melihat bukan hanya lanskap menawan, tetapi realita sosial yang lebih kelam dan keras.
Klub malam yang remang, motel-motel kecil, dan pertokoan usang adalah lokasi-lokasi yang menonjol di film ini. Tempat-tempat tersebut digunakan untuk menggambarkan kehidupan kelas menengah ke bawah, serta para imigran yang berjuang mempertahankan hidup mereka di negeri orang. Ini memberikan kontras yang tajam dibandingkan dengan citra gemerlap Korea Selatan yang biasa kita lihat di layar.
Film ini juga mengeksplorasi fenomena "ghosting" melalui kisah Wyn dan Dani. Wyn, yang ditinggalkan tanpa penjelasan, memilih untuk pergi ke Korea Selatan demi mencari jawaban atas menghilangnya Dani. Tindakan Wyn ini mewakili perasaan tidak tuntas yang sering dialami oleh orang-orang yang diabaikan begitu saja dalam hubungan. Pencarian Wyn bukan hanya tentang menemukan Dani, tapi juga untuk mendapatkan closure atas hubungan mereka yang mengambang.
Karakter Rey, yang diperankan oleh Jerome Kurnia, adalah sosok penting dalam perjalanan Wyn. Meski terlihat sebagai pendamping, Rey sendiri memiliki kisah yang kompleks. Ketakutannya terhadap petugas imigrasi dan kesulitannya dalam menemukan pekerjaan menyoroti kondisi para imigran gelap yang seringkali berada di posisi terpinggirkan, berjuang di bawah tekanan yang hampir tak terlihat oleh masyarakat luas.
Salah satu kelemahan dalam Sampai Jumpa, Selamat Tinggal terletak pada kurangnya pendalaman terhadap isu-isu yang diangkat, terutama terkait hubungan Wyn dan Dani. Meskipun film ini menjadikan hubungan mereka sebagai pendorong utama cerita, tidak banyak informasi yang diberikan tentang bagaimana dinamika hubungan mereka sebelumnya atau apa yang membuat Wyn begitu bertekad untuk menemukan Dani.
Tanpa konteks emosional yang jelas, motivasi Wyn untuk melakukan perjalanan besar ini terasa agak datar. Penonton mungkin sulit untuk memahami atau merasakan sepenuhnya apa yang mendorong Wyn nekat pergi ke Korea Selatan hanya dengan informasi minim tentang hubungan mereka. Begitu pula dengan karakter Dani yang tetap terasa jauh dan misterius sepanjang film. Kita hanya tahu bahwa ia menghilang, namun tidak pernah benar-benar diperlihatkan alasan atau latar belakang kuat mengapa ia melakukan ghosting terhadap Wyn.
Selain itu, setiap karakter dalam film ini juga tampak kurang dibangun secara menyeluruh. Rey, meskipun berperan penting dalam membantu Wyn, hanya diberi sedikit ruang untuk mengeksplorasi latar belakangnya sebagai imigran gelap. Meski ada adegan yang menunjukkan ketakutannya terhadap pihak imigrasi dan kesulitannya dalam menemukan pekerjaan, film hanya memberikan gambaran sekilas tanpa benar-benar mengeksplorasi trauma atau tekanan yang Rey hadapi. Akibatnya, cerita terasa dangkal, padahal konflik-konflik seperti ini bisa menggali lebih banyak nuansa sosial dan emosional yang akan memberikan kedalaman pada keseluruhan narasi.
Secara keseluruhan, isu-isu yang dihadirkan dalam film ini memang menarik dan relevan, namun sayangnya hanya disentuh di permukaan. Film ini berpotensi untuk menjadi lebih mendalam dan emosional jika saja para karakter dan konflik mereka dijelaskan dengan lebih detail, sehingga penonton bisa merasakan ketegangan dan perjuangan mereka dengan lebih intens. Tanpa pengembangan yang cukup, beberapa bagian cerita terasa kurang menggugah secara emosional, dan pesan-pesan penting yang ingin disampaikan terasa kurang menyentuh.
(DIP/DIR)