Interest | Art & Culture

Menggali Indonesia Lewat 8 Album Monumental di Tanah Air

Senin, 19 Aug 2024 20:28 WIB
Menggali Indonesia Lewat 8 Album Monumental di Tanah Air
Menggali Indonesia Lewat 8 Album Monumental di Tanah Air/ Foto: Istimewa
Jakarta -

Indonesia sudah terlalu tua untuk disenandungkan lewat album-album klise yang sering muncul kalau kamu mencari kalimat "album tentang Indonesia" di Google. Terkadang kita lupa ada makna implisit yang dapat muncul sesuai imajinasi masing-masing pikiran saat mengartikan sebuah album tanpa memainkan pesan nasionalisme secara gamblang di kulitnya. CXO Media mencoba menggali kehidupan Indonesia lewat kacamata berbeda dalam memperingati 79 tahun berdirinya negeri ini melalui delapan nomor album sesuai angka bulan lahirnya.

Kampungan (1991)- Slank

Mengalahkan kesuksesan album pertama selalu menjadi tantangan bagi banyak band dan musisi. Namun tidak untuk Slank yang merilis Kampungan hanya berselang satu tahun dari Suit Suit... He He Gadis Sexy. Menjadi band akar rumput yang sedang menanjak naik ke tangga industri, Slank tidak melupakan dari mana mereka berasal dengan tetap meneriakkan sisi baik dan buruk kehidupan bermasyarakat.

Lupakan "Terlalu Manis" karena "Kampungan" menjadi nomor pembuka paling jujur dari kegelisahan jiwa muda yang masih terkungkung Orde Baru. Mendengar lebih dalam, ada "Mawar Manis" dengan ocehan dari persaingan dari rasa cinta melawan anak para pembesar yang hanya bisa membawa harta orang tuanya-tidak asing kalau pernah mendengar gosip selebriti pada masa itu.

Jika ingin mencari keindahan, dengarkan saja "Bali Bagus" yang tanpa tedeng aling-aling menjelaskan keadaan Pulau Dewata pada masanya. Belum lagi "Aborsi", "Anak Terbuang", dan "Anjing" yang memainkan emosi lewat berbagai cara penyampaian realita hidup di Indonesia yang sedang ngehe-ngehe-nya, bahkan hingga sekarang saat kamu membaca tulisan ini. - TM

Philosophy Gang (1973) - Harry Roesli Gang

Karya Harry Rusli, Albert Warnerin, Janto Soedjono, Harry Pochang, Indra Rivai, dan Dadang Latief di bawah bendera Harry Roesli Gang ini memuat perspektif megah tentang tanah air kita. Seperti judulnya, Philosophy Gang yang lahir tahun 1973 silam, hadir sebagai bangunan kokoh yang didasari pandangan kritis, meski fasadnya lebih terbilang estetis.

Seumpama Bhinneka Tunggal Ika, Harry Roesli Gang cakap mencocokkan alunan rock, blues, jazz, funk, folk, bahkan R&B sebagai senjata untuk melapur krusialnya kehidupan bernegara. Benang merah album ini pun sudah tertata sejak lagu pembuka "Peacock Dog", yang disebut Kang Harry sebagai metafora paling relevan untuk Indonesia.

Kepandaian bertuturnya kian mengental pada lirik berbalut satire "Roda Angin", tanpa membuat dua nomor instrumental berjudul gahar "Don't Talk About Freedom" dan "Borobudur" terasa ganjil. Akhirnya, meski diapit dua lagu berbahasa Inggris di penghujung: "Imagine (Blind)" dan "Roses", orkestrasi isu kerakyataan di album ini terangkum paripurna di nomor klasik "Malaria"-yang secara literal maupun ilustratif, mampu mewakili kelangkaan tidak biasa yang pernah menghinggapi Indonesia.

Guruh Gipsy (1977) - Guruh Gipsy

Album besutan Guruh Soekarno Putera bersama Abadi Soesman, Oding & Keenan Nasution, Roni Harahap, juga Chrisye ini menjadi patok pertama alunan pop asli Indonesia.

Ihwalnya, album self-titled ini hadir sebagai senjata pemecah arus budaya Barat yang rentan menyeragamkan khasanah musik lokal, laun menjelma repertoar yang sukses memadupadankan irama domestik (dalam hal ini memanfaatkan budaya-musik khas Bali) dengan progresivitas rock; sampai menjadi tolok ukur keberkembangan musik di tanah air-juga dunia-setelah hampir terkubur cuma-cuma di dalam catatan sejarah sebab hanya beredar dalam ukuran langka.

Singkatnya, setelah dikristalkan waktu, Guruh Gipsy membuktikan bahwa Indonesia juga memiliki karya pop megah, yang bukan hanya mampu mewakili kemewahan budaya kita, tetapi turut bisa disampaikan dengan kebebasan berekspresi yang tak kalah mempesona. - RA

Di Batas Angan-Angan (1978) - Keenan Nasution

Kemegahan Di Batas Angan-Angan menjadi magnum opus Keenan Nasution yang sudah terlebih dahulu dikenal lewat keterlibatannya dalam Guruh Gipsy yang melampaui zamannya. Terlahir sebagai karya perdana Keenan, penciptaan album ini didukung oleh nama-nama satu marga, Debby Nasution dan Gauri Nasution, yang membawakan musik progressive pop dengan cara berpikir yang tidak jauh berbeda dengan supergroup terdahulunya. Bahkan bisa menjadi nilai fundamental dari genre pop kreatif.

Coba kamu dengarkan album ini sekarang sambil membayangkan suasana tahun 1978 yang masih terbatas oleh teknologi. Sound yang muncul sangat berbeda dengan tahun lahirnya, dan itu yang membuat Keenan semakin unik. Apalagi ia tidak ragu menunjukkan rasa cinta kasihnya terhadap bumi pertiwi lewat "Zamrud Khatulistiwa" yang tidak pernah termakan zaman; "Kau dan Aku" serta "Cakrawala Senja" lewat penggambaran alam indah; atau "Negri Cintaku" sebagai lagu berdurasi delapan menit yang membawa vibe progressive paling kental. Jika masih ragu untuk mendengarkan album ini atas nama Indonesia, setidaknya cicipi "Nuansa Bening" yang paling nge-pop sekaligus demi melupakan versi recycle yang terlalu cheesy itu. - TM

SWAMI 1 - SWAMI

Album ini merupakan sebentuk cinta paling saklek yang pernah digubah sekelompok "suami super" untuk Indonesia. Lewat 10 lagu berdaya ledak tinggi, Iwan Fals, Sawung Jabo, Innisisri, Nanoe, dan Naniel Yakin seakan-akan tengah menguak topeng terburuk yang menutupi wajah indah negeri ini. Dilengkapi instrumentasi yang kaya, potret kejelataan, ketimpangan, juga ketidakadilan yang menyelingkupi Indonesia satu per satu diuraikan secara cerdik, hingga pesan-pesan di dalamnya sepakat dibahanakan rakyat dari segala lapisan.

Ironisnya, setelah berhasil mengawali reformasi, album yang lahir di antara keberingasan penguasa masa lalu ini masih saja relevan. Tanpa perlu menjelaskan lebih jauh, album ini sudah pantas disebut sebagai: karya protes paling brilian yang pernah tercipta di Indonesia. Terangnya, "Bento" dan "Bongkar" akan selalu menjadi latar suara perlawanan bagi segenap rakyat, yang terus terpinggirkan sebab para penguasanya berlaku pongah. - RA

Efek Rumah Kaca (2007) - Efek Rumah Kaca

Efek Rumah Kaca menjadi bentuk anomali dari sebuah band mampu menyuarakan pandangan mereka atas beragam isu di tanah air dengan cara sebaik-baiknya. Semuanya terdengar dari album self-titled mereka yang mengangkat bermacam-macam narasi, seperti UU Pornografi ("Jalang"); konsumerisme ("Belanja Terus Sampai Mati"), pemanasan global ("Efek Rumah Kaca"); tragedi Munir ("Di Udara"); cinta sesama jenis ("Bukan Lawan Jenis"); hingga darurat lagu cinta ("Cinta Melulu").

Album ini benar-benar monumental buat Efek Rumah Kaca layaknya peristiwa peletakan batu pertama dalam membangun gedung pencakar langit. Fondasi pemikiran mereka dibentuk secara sempurna yang sukses menumbuhkan pergerakan band ini di masa selanjutnya. Apa yang sudah jadi imajinasi kita terhadap karya-karya mereka pun akhirnya terbentuk secara konsisten dalam kenyataan. - TM

Earthship (2018) - Navicula

Album ini dapat menjadi refleksi dan gambaran umum bagi generasi muda Indonesia untuk lebih aware dengan situasi negara maupun hal-hal mengenai lingkup kehidupan yang berada di sekitaran kita. Sebagai pembuka Earthship, trek "Di Depan Layar" datang laiknya sentilan keras bagi manusia-manusia yang kebanyakan bermental: pemirsa. Alias, terlampau banyak khayal di depan layar tanpa pernah melakukan hal-hal yang lebih bermanfaat di alam nyata.

Terlepas dari nomor perdana yang menyerang perihal individualistis, kompleksitas album ini akan meningkat ke tatanan yang lebih lebar, tepat ketika nilai-nilai sumbangsih dan hakikat manusia disuarakan pada lagu "Nusa Khatulistiwa"; apologi metaforik "Ibu"; juga sumbang api pemantik perlawanan di "Dagelan Penipu Rakyat". Sebagai karya dari unit psychedelic/grunge cum aktivis asal tanah dewata, Earthship turut menyelipkan pesan cinta dari dan untuk kediaman mereka "Saat Semua Semakin Cepat, Bali Berani Berhenti", yang mungkin saja, dapat menjadi doa sekaligus ajakan, agar setiap insan yang hidup di pulau indah itu mau menjadi garda paling depan yang akan terus menjaga bumi pertiwi dengan penuh kasih sayang. -RA

Serigala Militia (2007) - Seringai

"Teralienasi, terhakimi / Kalian bukan mereka / Era baru, milik kalian / Hapus norma usang" - "Serigala Militia"

"Privasi. Seni. / Siapa engkau yang menghakimi? / Masih banyak masalah, dan lebih krusial / Tidak bicara asal" - "Mengadili Persepsi (Bermain Tuhan)"

"Hidup di era absurd, replika neraka / Kita versus mereka, disilusi janji hampa / Aku lelah dengar ocehmu, aku lelah telan janjimu / Aku akan hapuskan senyum itu di wajahmu" - "Skeptikal"

"Hey sayang / Mengapa engkau cemas? / Tak usah menjadi sesuatu yang bukan dirimu" - "Citra Natural"

Bisa saja seluruh lirik dalam setiap lagu di album ini ditampilkan, tapi empat nomor di atas sudah menggambarkan kondisi Indonesia dan masyarakatnya secara jelas hingga saat ini - TM

(cxo/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS