Interest | Art & Culture

Review 'Kabut Berduri': Misteri yang Terjebak dalam Kabutnya Sendiri

Jumat, 09 Aug 2024 17:54 WIB
Review 'Kabut Berduri': Misteri yang Terjebak dalam Kabutnya Sendiri
Review 'Kabut Berduri'/ Foto: IMDb
Jakarta -

Hadirnya film crime semacam Se7en atau Zodiac versi lokal-dengan jagoan detektif yang karismatik tapi penuh enigma serta pembunuh berantai yang jejaknya sulit untuk diungkap-sudah lama dinantikan oleh penonton Indonesia. Penantian itu akhirnya terbalas dengan film Kabut Berduri yang digarap oleh sutradara pemenang Piala Citra, Edwin (Posesif; Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas).

Dalam film crime-thriller ini, Edwin berkolaborasi dengan sederet cast ternama seperti Putri Marino, Lukman Sardi, Yoga Pratama, dan Kiki Narendra. Mulai dari sutradara dan cast yang top notch, premis yang menarik, serta latar yang tidak Jawa-sentris, Kabut Berduri memiliki potensi yang amat menjanjikan untuk menjadi angin segar dalam perfilman Indonesia. Sayangnya, tidak semua potensi tersebut berhasil dikelola dengan baik.

REVIEW KABUT BERDURI

Misteri dalam Kabut Berduri dimulai ketika seorang detektif ibukota bernama Sanja (Putri Marino) ditugaskan untuk membantu mengungkap serangkaian pembunuhan yang terjadi di Kalimantan, di perbatasan wilayah Indonesia-Malaysia. Dalam mengungkap kasus ini, Sanja pun menemukan berbagai masalah sosial yang membuat kasusnya semakin kompleks; seperti human trafficking, masyarakat Dayak yang terpinggirkan oleh pembangunan; bisnis gelap kepolisian, dan bagaimana birokrasi yang berbelit-belit menghambat proses penyelidikan.

Untuk isu yang terakhir, Kabut Berduri patut diapresiasi. Sebab tak banyak film Indonesia yang berani menyentil inkompetensi aparat berseragam, apalagi dalam film yang karakter utamanya adalah polisi. Namun untuk isu yang lainnya, film ini seakan kebingungan dalam menentukan pesan utama apa yang ingin disampaikan kepada penonton. Akibatnya, semua permasalahan yang dijejalkan ke film berdurasi hampir dua jam ini terasa setengah-setengah tanpa ada upaya untuk digali lebih dalam.

Pendekatan mitos lokal sebagai benang merah yang menjahit misteri ini menjadi kesatuan sebenarnya menjadi sentuhan yang menarik. Mitos lokal ini hadir dalam wujud Ambong, sosok siluman yang dipercaya melindungi masyarakat Dayak dari niat jahat pihak luar. Namun, presence Ambong dalam film ini pun timbul tenggelam. Sehingga bila tidak jeli, perhatian kita terhadap sosok Ambong akan dengan mudah tergeser oleh subplot lainnya.

Sementara itu soal akting, performa dari masing-masing pemain tidak diragukan lagi. Sebagai Sanja, Putri Marino berhasil memerankan karakter utama yang badass sekaligus multidimensional. Rasa bersalah dari dosa masa lalu yang menghantui Sanja berhasil menambah lapisan terhadap karakter utama. Tapi alih-alih dikuliti lebih jauh, dimensi ini terasa dieksekusi setengah matang sehingga tidak membawa perkembangan yang signifikan terhadap karakter Sanja.

Berhubung film ini memiliki isu yang berlapis dan karakter yang multidimensi, Kabut Berduri lebih cocok digarap sebagai serial. Seperti judulnya, menonton film ini rasanya seperti berjalan di tengah kabut tebal-semuanya berjalan dengan pelan dan sunyi, dengan sesekali timbul rasa was-was. Tapi ketika kabut itu menipis dan kita telah sampai di tujuan, apa yang kita temui tidak semendebarkan yang dibayangkan.

(ANL/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS