Interest | Art & Culture

Melebur Batas Alam dan Budaya Pop dalam Tari KUSUKUSU II

Kamis, 08 Aug 2024 21:00 WIB
Melebur Batas Alam dan Budaya Pop dalam Tari KUSUKUSU II
Melebur Batas Alam dan Budaya Pop dalam Tari KUSUKUSU II/Foto: CXO Media/Almer Mikhail
Jakarta -

Dalam ruangan gelap, lima orang dengan seragam hitam menari bergantian dengan latar hitam yang terkadang menutupi pergerakan mereka. Teriakan sahut-menyahut mengiringi sejumlah gerakan mereka, dan gestur dinamis dari para penari mengalir mengikuti alur pentas.

Begitulah singkatnya penampilan yang membuka SIPFest, atau Salihara International Performing-arts Festival—perhelatan seni pertunjukan dua tahunan Komunitas Salihara yang akan berjalan selama kurang lebih sebulan.

Para penampil tersebut tergabung dalam Animal Pop Family, dan tarian yang dipertunjukkan bertajuk KUSUKUSU II. Kelompok ini dibentuk dan dipimpin oleh koreografer yang juga menciptakan KUSUKUSU II, Jecko Siompo.

Lahir pada tahun 1975, penari dan koreografer asal Papua ini telah banyak membawa karya tari ke panggung internasional selama kariernya yang panjang. Animal Pop sendiri sesungguhnya adalah jenis tarian yang diciptakan dari perpaduan gerak-gerik binatang dan tradisi modern, sebelum menjadi nama yang menaungi kolektif penari bentukan Jecko.

Seperti yang tersirat dalam namanya, KUSUKUSU II merupakan bentuk final dari tarian KUSUKUSU pertama. Ragam geraknya sendiri terinspirasi dari alam dan hewan liar yang diamati Jecko di Pulau Rinca. Aktivitas manusia seperti memancing ikan atau bersenda gurau hadir dalam tarian ini, juga gerak-gerik berbagai hewan liar. Bukan hanya gerakan, suara ombak, suara burung, keheningan malam, hingga gesekan daun dan rumput pun turut hadir diinterpretasikan ulang dalam KUSUKUSU II.

Dalam bagian yang terinspirasi dari gerak-gerik komodo, para penari terlihat bergerak seperti hewan liar melata—mengikuti satu sama lain tanpa ada "pack leader" yang tetap. Pada satu momen, para penari bisa tampak seperti memeragakan gerak tari modern yang familiar—namun, familiaritas tersebut berhenti di situ saja, karena pada momen selanjutnya para penari bisa saja melakukan gestur transisional yang asing, sebelum kembali memeragakan gerakan menyerupai manusia atau hewan.

Kata "kusu-kusu" yang menjadi judul tarian sendiri dalam dialek Papua memiliki arti semak belukar, walau maknanya lebih dari itu. Orang tua di Papua seringkali memperingatkan anak-anak untuk tidak bermain di kusu-kusu agar terhindar dari bahaya seperti ular atau hal-hal lainnya.

Namun, penggunaan kata ini juga tidak terbatas pada area di mana kusu-kusu ada secara fisik. Bahkan di daerah kota di mana tidak terdapat kusu-kusu, orang tua akan selalu memperingatkan hal yang sama. Dalam konteks ini, bisa dibilang kusu-kusu merepresentasikan kekhawatiran atau potensi bahaya yang ada dari apa yang kita tidak ketahui.

Setelah peleburan antara yang familiar dan tidak familiar dalam KUSUKUSU II, SIPFest 2024 masih memiliki segudang penampilan yang menunggu selama bulan Agustus ini. Kunjungi sipfest.salihara.org untuk melihat langsung daftar penampilan dan lokakarya, detail agenda, serta jadwal lengkap rangkaian acara SIPFest 2024 sekaligus membeli tiket.

(alm/DIR)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS