Interest | Art & Culture

Review 'Tarot': 'Final Destination' ala Gen Z

Jumat, 05 Jul 2024 19:00 WIB
Review 'Tarot': 'Final Destination' ala Gen Z
Review ‘Tarot’: Final Destination ala Gen Z/ Foto: IMDb
Jakarta -

Kultur tarot dan zodiak memang tidak lahir di generasi ini, tetapi bisa dibilang bahwa popularitasnya meroket di antara millenial dan gen z. Bagi beberapa orang, ada hal yang menarik tentang rasi bintang dan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga, tidak sedikit yang benar-benar mengaminkan prediksi zodiak maupun tarot dan memilih untuk bertindak sesuai arahannya. Tetapi, apa jadinya jika ramalan tersebut mulai termanifestasi melalui kejadian yang jauh berbeda dari apa yang kita bayangkan? Semuanya terlihat dalam film Tarot.

Review Tarot: Ketika Final Destination Bertemu Co-Star

Diadaptasi dari novel Horrorscope (1992) karya Nicholas Adams, Tarot merupakan film horor supernatural yang mengisahkan tentang enam remaja yang sedang berlibur di sebuah rumah tua. Mereka menemukan sebuah kotak usang berisikan kartu tarot bertampilan aneh yang dilukis dengan tangan. Kombinasi tarot dengan zodiak dipercaya dapat menghasilkan sebuah ramalan yang lebih akurat, maka mereka pun mulai mencoba membaca masa depan masing-masing dengan kartu tersebut.

Padahal, aturan tak tertulis dalam dunia tarot adalah untuk tidak menggunakan kartu milik orang lain. Sebab, setiap set kartu tarot dipercayai terhubung dengan energi pemiliknya. Tanpa disadari, mereka telah melepaskan iblis yang terperangkap dalam kartu tersebut-membuat semua ramalan yang dibaca menjadi kutukan yang berujung maut.

Tarot, Ketika Final Destination Bertemu Co-StarTarot, Ketika Final Destination Bertemu Co-Star/ Foto: IMDb

Satu hal yang patut diacungi jempol ialah bagaimana storyline Tarot tidak mengikuti pola klise tipikal film survival horror di mana hanya karakter utama yang berhasil selamat. Eksekusi jumpscare-nya juga dilakukan cukup proper, dengan simbol-simbol dalam kartu tarot seperti The Fool, The Hermit, atau The Magician yang menjadi hidup, menjelma sebagai monster mengerikan yang siap menghantui dan menjebak setiap karakter dalam film untuk terjun ke jurang ajal.

Vibes-nya cukup mirip seperti konsep Final Destination, membuat Tarot punya daya tariknya tersendiri karena penonton juga ikut menerka-nerka; apakah semua ramalannya akan menjadi nyata? Bagaimana nasib setiap karakternya? Meski demikian, Tarot jauh dari sempurna. Ada elemen yang terasa ter-simplifikasi hingga memunculkan sebuah loophole.

Pada akhirnya, Tarot memang bukan film horor terbaik. Rating-nya pun bisa membuat kamu beranggapan bahwa ini adalah film yang buruk. Namun, bukan berarti film ini tidak enjoyable. Ya, Tarot mungkin bukan pilihan yang tepat jika kamu ingin "ditakut-takuti" oleh film horor supernatural. Kalau kamu mencari opsi tontonan horor baru untuk mengisi kekosongan waktu atau tontonan sambil makan, Tarot mungkin bisa memenuhi ekspektasimu. I think we still need a simple "popcorn" survival horror that feels a little bit silly just to get by.

(HAI/alm)

Author

Hani Indita

NEW RELEASE
CXO SPECIALS