Dari judul internasionalnya, How to Make Millions Before Grandma Dies (Lahn Mah/หลานม่า) seperti menyiratkan cerita perjuangan seorang cucu dalam berusaha membahagiakan neneknya sebelum meninggal. Nyatanya, walau bagian "cucu berusaha membahagiakan nenek" sebelum meninggal memang ada di dalam film ini, namun bentuknya berbeda drastis dengan apa yang mungkin dibayangkan.
Rumitnya Hubungan Keluarga dalam How to Make Millions Before Grandma Dies
Dibuka dengan adegan ziarah kubur sekeluarga di mana sang nenek mengekspresikan keinginannya untuk dikubur di lahan pemakaman yang luas, dinamika hubungan keluarga dalam How to Make Millions Before Grandma Dies langsung diperlihatkan dengan jelas dalam menit-menit awal film. Ada Mengju atau Amah, sang nenek yang keras; Kiang, putra tertua Amah yang sudah berkeluarga, Soei, putra bungsu yang tidak memiliki pekerjaan tetap; Chew, putri satu-satunya, pekerja keras, dan single mother dari M; cucu Amah yang berhenti kuliah untuk menjadi streamer game.
Di tengah kariernya yang stagnan, M menemukan bahwa sepupunya dari bagian keluarga yang lain, Mui, mendapat warisan rumah dari kakek mereka setelah Mui merawatnya di masa-masa akhir hidup. Hal ini, yang dideskripsikan oleh Mui sebagai "pekerjaan mudah dengan bayaran tinggi", menginspirasi M untuk merawat sang nenek yang baru saja didiagnosis dengan kanker stadium 4.
Mudah ditebak bahwa pada akhir film, keduanya akan benar-benar menjadi dekat, dengan pelajaran soal kehidupan yang diterima oleh kedua belah pihak. Mengingat judul yang diangkat, mudah ditebak juga bahwa sang nenek akan menemui akhir hayatnya dalam durasi film. Yang menjadi kekuatan dari How to Make Millions Before Grandma Dies bukanlah jalan cerita yang tidak mudah ditebak, namun penggambaran kompleksnya hubungan keluarga yang tak semerta-merta menjadi hangat di hadapan kematian yang kian mendekat.
Dengan fokus film yang kecil, How to Make Millions Before Grandma Dies berjalan dengan intim tanpa tergesa. Tidak ada momen penuh katarsis mendalam yang menjadi klimaks emosional—bahkan, banyak plot point yang berakhir tanpa payoff memuaskan, menjadikanya lebih "nyata" di beberapa bagian.
Semua diberikan porsi yang sesuai, tanpa ada adegan yang terasa sengaja ditampilkan untuk memancing reaksi penonton. Alih-alih hangat, interaksi di antara kedua tokoh sentral film ini justru dipenuhi humor dan ejekan terhadap satu sama lain, menunjukkan bentuk kedekatan yang mungkin berbeda dengan ekspektasi kita.
Apa yang kita harapkan dari orang-orang terdekat menjadi subjek sentral dalam How to Make Millions Before Grandma Dies. Bagaimana hubungan yang tulus bisa terbentuk—atau justru ditemukan kembali—dari motif tersembunyi untuk menguntungkan diri sendiri ditampilkan secara multidimensional, dengan kedua pihak karakter sentral lebih banyak merenungkan posisi mereka dalam diam.
Mui, karakter yang "mendorong" M untuk merawat neneknya agar mendapat warisan pun, digambarkan memiliki perasaan yang kompleks antara ikatan yang dimilikinya dengan sang almarhum kakek serta keluarga besarnya. Walau alasan Mui merawat kakeknya bisa dibilang "tidak tulus", namun terbukti bahwa ikatan mereka lebih dari sekadar transaksional. Dalam satu momen yang dikemas secara efektif, perasaan conflicted Mui tentang kematian sang kakek dituangkan lewat kesimpulan sepihaknya mengenai kenapa sang kakek tidak pernah mengunjungi mimpinya. Tidak ada hubungan yang hanya satu dimensi di film ini, namun bukan berarti kedekatan yang terbentuk juga tidak nyata adanya.
Dengan narasi yang terkemas dengan rapi, sedikit mengejutkan rasanya bahwa ini merupakan film perdana sutradara Pat Boonnitipat. Latar-latar sederhana untuk kisah yang sesungguhnya sederhana ini terrangkai dengan apik. Pemandangan hijau di lingkungan suburban, rumah sederhana yang dipenuhi barang-barang tua hasil akumulasi puluhan tahun kehidupan, hingga kereta penuh penumpang, seluruhnya membangun semesta kecil yang agaknya tak jauh dari realita banyak orang.
Pada pertengahan film, Amah sempat "mengancam" sambil bercanda bahwa ia akan menghantui M jika ia menabur bunga di atas makamnya secara asal-asalan setelah ia meninggal. Ketika momen tak terhindarkan tersebut akhirnya tiba, M justru sengaja menaburkan bunga secara asal-asalan. Bagi banyak dari kita yang berharap memiliki waktu lebih dengan orang-orang terdekat kita, tindakan M di akhir film ini adalah gestur paling mudah dipahami.
(alm/DIR)