Setelah lama dinanti, Avatar: The Last Airbender versi live action akhirnya tayang di Netflix. Sejak pertama live action ini diumumkan, respons penggemar cukup beragam; ada yang tidak sabar menontonnya tapi ada juga yang sudah skeptis duluan. Maklum saja, selama ini jarang sekali ada adaptasi live action yang mampu mengimbangi kualitas dari materi orisinil. Apalagi, Avatar: The Last Airbender adalah animasi yang memiliki banyak penggemar dan sudah mendapat predikat sebagai mahakarya. Dan kita masih ingat betapa kecewanya penggemar dengan versi adaptasi M. Night Shyamalan.
Lantas, apakah Avatar: The Last Airbender yang diproduksi Netflix mampu meruntuhkan stigma buruk terhadap adaptasi live action? Adaptasi ini jelas punya banyak kekurangan, terutama dari kualitas akting para pemerannya. Beberapa karakter pun kurang memiliki kedalaman yang sebelumnya ada dalam versi animasi. Tapi, usaha Netflix untuk mengadaptasinya secara layak agaknya patut diapresiasi. Sebab terlepas dari berbagai kekurangan yang ada, live action ini masih bisa dinikmati dan masih sangat layak tonton.
Momen Terbaik Avatar: The Last Airbender Live Action
Apa saja yang patut diapresiasi? Berikut adalah beberapa momen terbaik dari Avatar: The Last Airbender versi live action!
Peringatan: artikel ini mengandung spoiler.
Kemunculan Avatar Kyoshi
Sedikit berbeda dari versi animasinya, peran Avatar Kyoshi cukup besar di sini sedari awal cerita. Ia muncul di episode 2 saat Aang, Katara, dan Sokka singgah di Kyoshi Island. ia memperingatkan Aang bahwa malapetaka akan terjadi di Northern Water Tribe. Tak hanya itu, rohnya juga termanifestasi dalam diri Aang untuk membantu mengalahkan pasukan negara api yang menyerang Kyoshi Island. Ini adalah salah satu scene terbaik dalam live action, karena efek CGI-nya mampu menggambarkan kekuatan dahsyat yang dimiliki Avatar Kyoshi.
Pemakaman Lu Ten
Secara umum, adaptasi live action ini berhasil menarasikan dinamika hubungan Zuko dengan pamannya, Jenderal Iroh. Kontradiksi dalam diri Zuko-antara menjadi musuh Aang dan menjadi remaja yang terluka akibat orangtua yang abusive-berhasil dimunculkan ke dalam cerita. Hal ini salah satunya muncul dalam adegan pemakaman Lu Ten, yang sebenarnya tidak ada dalam animasi. Zuko adalah satu-satunya orang yang menemani Iroh dalam dukanya. Instrumen lagu "Leaves from the Vine" yang sayup-sayup terdengar di latar juga sukses membuat adegan ini menjadi emosional dan powerful.
Backstory Kru Kapal Zuko
Satu lagi penyesuain live action yang tak ada di versi animasi namun berhasil membuat cerita menjadi lebih menarik, adalah backstory dari kru kapal Zuko. Kita semua tahu Zuko diasingkan setelah menentang ayahnya dan kalah berduel dalam agni kai. Di sini, diceritakan bahwa Zuko berduel dengan ayahnya karena ia menolak untuk mengorbankan Divisi 41-yang akhirnya ditugaskan untuk menjadi kru kapal selama Zuko diasingkan. Setelah Iroh menceritakan pengorbanan Zuko tersebut, para kru yang tadinya sakit hati karena sikap Zuko yang semena-mena akhirnya menaruh rasa hormat kepadanya.
Aang Menjelma Jadi Ocean Spirit
Tak dapat dimungkiri, kesuksesan adaptasi live action amat bergantung pada pendanaan yang akan mempengaruhi banyak keputusan kreatif dari showrunner. Namun, di episode terakhir, para showrunner mengambil keputusan yang tepat dengan mengambil sikap go big or go home, terutama dalam memunculkan Aang yang menjelma menjadi Ocean Spirit berupa ikan koi raksasa. Momen ketika jelmaan Ocean Spirit menghancurkan kapal negara api mampu dimunculkan secara megah, dengan penggunaan efek yang canggih dan masif.
Avatar: The Last Airbender versi live action memang masih jauh dari kata sempurna. Tapi setidaknya, ia mampu menangkap esensi dari keseluruhan materi orisinil dan mengolahnya menjadi tontonan yang enjoyable. Dengan demikian, kehadiran musim kedua dari adaptasi ini layak untuk kita tunggu.
(ANL/alm)