Interest | Art & Culture

Dere: Aku Siapa? Aku Si Nggak Bisa Main Rubik

Senin, 09 Oct 2023 14:00 WIB
Dere: Aku Siapa? Aku Si Nggak Bisa Main Rubik
Foto: CXO Media
Jakarta -

Pada tahun 1974, seorang genius asal Hungaria bernama Erno, menemukan sebuah susunan puzzle berbentuk kubus 3x3, yang kiwari popular disebut dengan nama belakangnya, Rubik. Berselang 38 tahun kemudian, ketika segelintir orang gemar beradu cepat menyelaraskan Rubik di kejuaraan kelas dunia, dara musisi muda bernama Dere malah memanfaatkan nama Rubik dengan lebih cerdik, yakni sebagai judul album musik debutnya.

Akan tetapi, alih-alih memilih nama Rubik sebagai judul album karena pandai mengotak-atiknya hingga sempurna, Dere justru menggemari "the cubes" lantaran merasa gemas dan memiliki satu kebiasaan unik dari masa kecilnya. "Aku memang suka main Rubik dari kecil, tapi aku nggak pernah bisa bikin selaras," katanya sambil tertawa. "Tapi, waktu duduk di kelas 3 atau 4 SD dulu, aku suka banget pretelin Rubik, sampai akhirnya aku tahu kalau Rubik itu punya satu poros bulat di dalamnya."

Meskipun tidak pandai memainkan Rubik, Dere tetap cakap saat mengolah Rubik ke dalam album perdananya, maupun pada title track "Rubik" yang digubah dengan tangannya sendiri. Sebab lewat album ini, Dere mencoba untuk membagikan kisah warna-warni kehidupan di sekitarnya yang sarat teka-teki, melalui petikan-petikan poetik penuh pertanyaan fundamental, namun dengan narasi besar yang sesuai dengan angkatannya. "Kenapa akhirnya album ini dinamakan Rubik, mungkin karena dia selalu bergeser dan punya perputaran, dan aku merasa seperti Rubik, yang tergesek dan terkena perputaran hal-hal di sekitarku," jelas Dere.

Sebagai salah satu Generasi Z plus seorang gemini, Dere yang memulai karir pada usia sangat belia bahkan laik dibilang lihai saat mengolah Rubik-nya. Baik sebagai jawaban tak langsung untuk stereotip miring mengenai Gen-Z, maupun membuktikan kalau seorang gemini tidak melulu problematik. Gesturnya juga terdengar jelas pada lirik-lirik Rubik yang sederhana, kekinian dan tidak picisan, namun turut memuat deretan makna interpretatif.

Dari "badai" hingga Ke-Tulus-an
Dere bercita-cita menjadi seorang musisi sejak masih kecil. "Kalau nggak jadi musisi, waktu kecil aku juga pernah mau jadi dokter hewan," kenangnya saat bertandang ke kantor CXO Media beberapa waktu lalu. Tapak Dere di dunia musik sendiri berawal dari sebuah ajang pencarian bakat penyanyi muda di tahun 2016 silam. Pada momen itu, ia membawakan "Hurricane" (Bridgit Mendler, 2013) pada blind audition bersejarah—yang menjadi awal pertemuannya dengan Tulus.

Sulit dimungkiri, walaupun tidak keluar sebagai juara di kompetisi tersebut, talenta seorang Theresia Margareta Gultom (nama lahir Dere) boleh diibaratkan sebagai bibit unggulan. Sebab, selain berhasil membangun koneksi dan chemistry dengan seorang Tulus, pemilik suara unik ini ternyata memang tumbuh di keluarga yang mencintai musik; orang tuanya juga rajin memainkan banyak jenis lagu saat berada di rumah. Tak heran jika Dere telah pandai memetik gitar sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. "Aku pertama kali jatuh cinta sama musik itu karena 'Trainwreck'-nya Demi Lovato (2008). Dan dulu tuh, aku juga suka banget nge-rap," ungkapnya tersipu.

Perihal hubungannya dengan Tulus, Dere sendiri mengaku telah lama mengidolakan sang penembang "Gajah". Oleh karenanya, ia sangat mensyukuri peranan Tulus, sebagai salah satu dalang di album debut—7 dari 10 lagu di dalam Rubik diciptakan Dere bersama Tulus. Walaupun hal ini sempat menjadi bumerang, lantaran publik mulanya menganggap Dere sebatas perwujudan Tulus dalam sosok wanita dan "tergendong" berkat formulasi lagu-lagu popular milik Tulus, perlahan-lahan sang pemudi berusia 21 tahun itu malah membuktikan kalau dirinya tidak melulu berketergantungan kepada sang mentor.

Bukti konkritnya, bisa dilihat dari buah-buah pencapaian Dere di kariernya yang masih seumur jagung. Seperti, berhasil masuk nominasi pendatang baru terbaik, menyabet dua penghargaan untuk lagu "Berisik" (Karya Produksi Folk/Country/Balada Terbaik dan Alternative Song of The Year) pada Anugerah Musik Indonesia (AMI), hingga mendapat kehormatan untuk menyanyikan "Rayuan Pulau Kelapa" (Ismail Marzuki, 1944) pada momen HUT Kemerdekaan RI Ke-77 di Istana Negara tahun 2022 lalu.

[Gambas:Instagram]

Pada titik ini, agaknya tuduhan mengenai pekatnya bayangan Tulus pada Dere juga bisa dikesampingkan. Sebab, meskipun terlanjur melambung berkat lagu "Kota" (diciptakan bersama Tulus) yang menjadi salah top hit Dere di layanan Spotify (telah diputar sebanyak lebih dari 63 juta kali) maupun di platform TikTok, lagu-lagu ciptaannya sendiri justru semakin diakui kualitasnya belakangan ini.

Lagipula, kalau beberapa orang keukeuh mengkategorikan Dere sebagai suara alternatif dari Tulus, sang pencinta hewan, khususnya kucing, ini sepertinya tidak perlu berisik menjelaskan value dari kekaryaannya. Paling tidak, tiga nomor ciptaannya sendiri ("Berisik, "Rubik", dan "Keluku") sudah cukup untuk menyadarkan publik, kalau Dere dan musiknya mampu hadir sebagai sebongkah Rubik baru, yang siap menyilangkan banyak warna di scene musik dalam negeri.

Terlebih lagi, di saat para musisi sebaya Dere kerap mengeksplorasi karya masing-masing dengan bahasa Inggris, sang penyanyi asal Bekasi malah mantap menulis dengan bahasa ibu. Pilihan katanya pun tidak pretensius; tersusun dari kata-kata sederhana, mewakili zaman, dan sanggup poetik pada tatanan yang lebih general. Nada ballad-nya pun tidak mendayu-dayu dan cukup berhasil membuat pendengar mengangguk-angguk keasikan meski tidak serta-merta paham dengan esensi di dalam musiknya.

"Sebenarnya, kalo nulis dalam bahasa Indonesia aku lebih senang, karena [bahasa] Inggris-ku nggak bagus-bagus amat," jelasnya sambil terkekeh. Dere yang juga mengagumi lirik lagu "Logika" (Vina Panduwinata, 1987) dan "Konon Katanya" (Kunto Aji, 2018) lalu menambahkan, "Ya, walaupun menurutku menulis dalam Bahasa Indonesia itu susah banget, tapi aku malah merasa lebih bisa punya ruang untuk menyampaikan sesuatu dengan misterius."

Sepaket gemuruh dalam diri
Dirilis pada 21 Juli 2022 oleh TigaDuaSatu Record, Rubik sebagai karya primer dari seorang Dere memampangkan wajah tegasnya di sepetak warna kuning solid—salah satu warna yang turut tertera di dalam sebongkah Rubik—pada bagian sampul album. Ia mengaku suka sekali dengan warna kuning, "Karena kuning itu warnanya bunga Kenanga, dan Kenanga adalah nama sebuah tempat, satu jalan yang sangat berarti buat aku," tutur Dere. Faktanya, Dere juga menyelipkan track berjudul "Kenanga" di urutan ketiga Rubik.

Rubik boleh disebut sebagai jelmaan dari sebuah pintu paling awal yang membukakan jati dalam diri Dere. Apalagi, pada telaah lebih lanjut, baik Dere yang dipilihnya sebagai nama panggung, hingga Rubik yang dijadikan judul album, ternyata memiliki beberapa kesamaan, yang direpresentasikan oleh corner piece—bagian pojok atau sudut dari sebuah Rubik yang memiliki 3 warna berbeda. Maksudnya, seperti yang telah dituliskan sebelumnya, album Rubik ini memang memiliki rupa-rupa warna, selagi nama "Dere" sendiri mencitrakan tiga bilah warna berbeda.

Merujuk pada bahasa Inggris kuno, kata "Dere" sebagai verb berarti "harm, to injure", atau dalam bahasa Indonesia: mencederai. Sementara itu, makna "Dere" dalam istilah kultur-pop Jepang berasal dari kata "Deredere", yaitu onomatope dari "lovestruck" dan "lovey dovey", yang secara terminologis dapat diartikan sebagai rasa jatuh cinta, atau wujud kasih sayang. Terakhir, di saat Dere membicarakan banyak sudut pandang orang pertama alias sosok "aku" pada album pertamanya, kata "Dere" dalam bahasa Norwegia, secara literal justru berarti "kamu".

Seakan konsisten dengan teka-teki yang menempel pada sebuah Rubik, entah secara sadar dan sengaja atau tidak sama sekali, nyatanya Dere sama-sama menyertakan pelbagai pertanyaan dan perdebatan soal eksistensi diri, sebagaimana tertulis pada lirik lagu "Rubik": "Teka-teki dunia/Untuk apa aku diciptakan sebenarnya?/Mengapa alam?/Kepalaku selalu terasa berputar// Kokoh ku terlihat, tapi sejatinya/ Buyar ku saat terlempar/ Padat kelihatan, namun, jika kaudekati/ Ku banyak bercelah"


Di sini, Dere seperti tengah mengalihgunakan esensi Kubus Rubik ke dalam karyanya, di mana sebutan "aku" pada lagu-lagu di dalam Rubik ternyata bukan poros utama, melainkan sebuah twist yang berangkat dari Dere terhadap lingkaran di sekitarnya. Dengan kata lain, saat membicarakan tentang "aku", Dere sebenarnya sedang membicarakan kamu, kalian, atau apapun yang berada di sekitarannya, sebelum kembali bercermin kepada Dere sendiri, baik manusia maupun core pada sebuah Rubik. Tertuang gamblang di dalam reff: "Akulah Kubus Rubik berjalan/ Warna-warni terlihat, aku tertawa/ Sampai kapan poros ini kuat menahan/ Miliaran gesek dan perputaran?//

[Gambas:Instagram]

"Aku siapa?"
Setelah lewat satu tahun diperkenalkan, Rubik sebagai magnum opus milik Dere akhirnya mulai dipandang sebagai satu karya indah yang tidak sesederhana penampilannya. Boro-boro menjadi jiplakan warna dari seorang Tulus, Dere malah terdengar kian cerdik dan terbilang pandai memilih sosok yang dijadikannya sebuah prototype untuk cetak biru yang tengah disusunnya sendiri. Pun terbukti, Rubik sebagai album perdananya berhasil masuk ke dalam nominasi Album Pop Terbaik AMI 2023.

Tiga lagu ciptaannya sendiri; "Rubik", "Berisik", dan "Keluku", bahkan sudah cukup merangkum cikal-bakal genius Dere. Di mana masing-masing lagu menyelipkan sederet karakter penulisan yang cermat; karena masing-masing akan memusatkan narasi kepada diri Dere sendiri, kendati awalnya berangkat dari bingkai fenomena yang ada di seputarannya. Satu kepandaian Dere, yang mampu melangkahi pusaran tema kegelisahan dalam diri-seperti yang diterapkan oleh bejibun musisi seusianya.

"Jadi, sebenarnya aku memang banyak bercerita dengan sudut pandang orang pertama atau 'aku' gitu. Tapi entah kenapa di saat menulis lagu, di saat banyak menulis aku, aku malah menemukan kalau 'aku sebenarnya bukan aku'. Kayak 'sebenarnya aku siapa?'," jelas Dere, lalu terkekeh. "Jadi definisi akunya memang masih dipertanyakan. Makanya kan aku bilang, aku hanyalah rubik."

Belum lagi, kalau kita membicarakan esensi dari nomor-nomor lain di dalam Rubik, yang ternyata banyak membawa beberapa isu serius, namun lagi-lagi, dengan cara yang riang dan ringan. Tidak terkecuali, soal eksistensialisme, potret kekonyolan di era digital, hingga isu mengenai lingkungan di dalam lagu "Rumah". Akhirnya, setelah Rubik beredar dan berhasil melesat kencang, karya-karya yang mengejutkan dari seorang Dere hanya perlu kita nantikan kelanjutannya, walaupun publik mungkin harus menunggu sedikit lama, karena saat ini Dere berfokus untuk membagi-dengarkan Rubik secara lebih luas-selagi menempuh studi di bidang psikologi, yang menurutnya cukup mengejutkan.

"Sebenarnya ini kayaknya semua orang juga tahu, tapi entah kenapa, dulu awal-awal mau masuk kuliah tuh ngerasanya kayak, 'sebentar lagi aku akan tahu mengapa ini dan mengapa itu'. Tapi, setelah masuk psikologi, ternyata aku semakin tidak tahu," pungkas Dere sambil tersenyum.

[Gambas:Youtube]

(RIA/tim)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS