Sebagai penikmat Netflix, setiap harinya saya selalu menanti-nanti tayangan eksklusif yang ditawarkan oleh platform ini. Tak disangka, kasus di tahun 2016 silam yang menjerat nama Jessica Wongso atas meninggalnya Mirna Salihin diangkat kembali oleh Netflix menjadi sebuah film dokumenter yang berhasil menarik perhatian publik, baik yang mengikuti kasusnya pada tahun tersebut maupun tidak.
Sebelumnya, saya termasuk ke dalam golongan orang-orang yang tidak begitu mengikuti kasus ini secara mendalam dengan memperhatikan tayangan televisi yang memaparkan runutan persidangannya. Thanks to this documentary, saya dapat memahami lebih dalam mengenai runutan permasalahan serta kejanggalan yang ada dalam kasus meninggalnya Mirna yang "dikatakan" meninggal dunia karena sianida.
Film dokumenter yang disutradarai oleh Rob Sixsmith ini mencoba untuk mengungkap segala hal yang terjadi dalam penanganan kasus meninggalnya Wayan Mirna Salihin yang diduga dan ditetapkan meninggal karena diracuni oleh sahabatnya, Jessica Wongso, menggunakan sianida yang dicampurkan ke dalam kopi Vietnam yang dipesan oleh Jessica untuk Mirna di Cafe Olivier, Jakarta.
Pada bagian pertamanya, Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso menyuguhkan berbagai informasi mengenai Jessica yang ditetapkan menjadi tersangka karena adanya CCTV di tempat kejadian yang menunjukkan gelagat mencurigakan, mulai dari keluar masuknya Jessica ke dalam Cafe Olivier yang awalnya tidak membawa paper bag lalu kembali dengan dua paper bag, tangkapan CCTV yang memperlihatkan Jessica keliling kafe yang dianggap sebagai caranya untuk mencari celah CCTV, hingga paper bag yang dia letakkan di atas meja untuk menutupi kopi yang ia pesankan untuk mirna. Rekaman-rekaman CCTV yang dimiliki oleh Cafe Olivier dijadikan barang bukti yang memberatkan Jessica untuk menjadi tersangka akan kematian Mirna. Selain itu, pada beberapa runutan sidang Jessica juga diketahui memiliki catatan kriminal selama ia tinggal di Australia, salah satunya adalah menabrakkan mobilnya di panti jompo. Jessica juga diketahui sudah membuang celana yang ia kenakan saat kejadian di Cafe Olivier.
Usai dengan bagian pertama yang memaparkan berbagai informasi konkrit mengenai bukti-bukti yang memojokkan Jessica sebagai tersangka utama atas meninggalnya Mirna, saya kembali dibuat bertanya-tanya mengenai kebenaran dari kasus ini saat Otto Hasibuan hadir menjadi narasumber selaku pengacara Jessica. Otto Hasibuan yang dikatakan tidak disetujui oleh orang-orang di sekitarnya untuk menjalani kasus Jessica ini berhasil membuat masyarakat ragu akan kebenaran dan fakta-fakta yang sebelumnya dipaparkan oleh pihak Mirna. Otto Hasibuan menghadirkan berbagai saksi ahli yang menyebutkan berbagai kejanggalan dalam kematian Mirna. Mulai dari ketidaksetujuan pihak keluarga Mirna untuk melakukan otopsi, hingga beberapa testimoni saksi ahli yang menyebutkan adanya kontradiksi antara bukti yang ada dengan sains yang berlaku mengenai penggunaan sianida itu sendiri.
Sekumpulan fakta-fakta yang dipaparkan oleh kedua pihak ini tentunya membuat yang menyaksikan Ice Cold menjadi bertanya-tanya mengenai kebenaran dari kasus itu sendiri. Apakah memang benar Mirna meninggal karena dibunuh? Dan apabila memang iya, bukti nyata apa yang menjelaskan atau menampilkan bahwa Jessica pembunuhnya?
Hadirnya beberapa sosok yang dekat dengan Mirna dan Jessica maupun yang turut turun tangan dalam menyelesaikan masalah ini menghadirkan berbagai perspektif yang memperkaya informasi maupun trivial facts mengenai keduanya. Salah satu sosok yang sering disorot dalam dokumenter ini adalah Edi Darmawan Salihin yang merupakan ayah kandung dari Mirna. Ia disorot sebagai seseorang yang keras perihal kasus ini, di mana ia sangat bersikeras untuk membuktikan bahwa Jessica adalah pembunuh putrinya. Tidak hanya sang ayah, saudara kandung Mirna—Sandy—juga menjadi sosok yang disorot karena adanya banyak memori yang Mirna dan Sandy bagi untuk satu sama lain. Namun yang menjadi pertanyaan ketika adanya sosok-sosok ini hadir adalah, bagaimana dengan suami Mirna? Di mana kesaksian suami Mirna ketika ia menjadi salah satu orang yang dihubungi oleh kerabat Mirna ketika ia sedang mengalami kejang-kejang di tempat kejadian?
Keanehan dari kasus ini tidak berhenti sampai di sini saja. Pihak Netflix yang saat itu sedang mengumpulkan berbagai informasi mengenai kasus ini pun mengunjungi Jessica di penjara untuk dimintai wawancara. Namun anehnya, Jessica yang saat itu sedang menjawab beberapa pertanyaan tiba-tiba dilarang untuk melanjutkan sesi wawancaranya bersama Netflix—yang terhenti di saat itu juga. Padahal, mewawancarai seorang pidana adalah hal yang sah-sah saja, bahkan untuk teroris yang sudah dijatuhi hukuman mati sekalipun. Mengingat bahwa kasus kematian Mirna pada tahun 2016 silam ini ditangani oleh Ferdy Sambo yang kini sedang terjerat kasus pembunuhan berencana, tentunya menjadi sebuah tanda tanya besar bagi yang mengikuti kasus ini.
Kasus yang sangat booming di tahun 2016 ini dibungkus oleh Netflix dengan sangat amat baik. Sangat implikasi yang tersembunyi di dalam beberapa sorotan-sorotan yang ada. Salah satunya adalah sorotan jam tangan mahal dan perhiasan milik ayah dari Mirna—Edi Salihin—yang menyiratkan bahwa ia memiliki power dalam hal kekayaan serta kebiasaan masyarakat Indonesia yang lebih gemar menyerap informasi mengenai topik terkait yang melenceng dan dramatis.
Diangkatnya kembali kasus yang meledak pada eranya ini membuat banyak orang yang awalnya meyakini suatu sisi, baik itu Jessica bersalah ataupun tidak, menjadi kembali mempertanyakan kebenaran di balik rumitnya runutan persidangan dan berbagai saksi yang dihadirkan dari kedua belah pihak. Pertanyaan terbesar yang kebanyakan orang miliki kini adalah, apakah upaya yang dilakukan pada saat itu adalah untuk mencapai keadilan dalam kasus kematian Mirna atau apakah ada seseorang yang diperjuangkan untuk bisa disalahkan atas kematiannya?
(DIP/alm)