23 tahun yang lalu, Petualangan Sherina dirilis dan memberikan warna baru bagi perfilman Indonesia. Film ini langsung menjadi karya klasik yang membuktikan bahwa sineas Indonesia mampu membuat film musikal yang berkualitas. Hingga sekarang pun, film ini masih menyandang status sebagai karya yang monumental dan membekas terutama bagi kita yang tumbuh besar bersamanya.
Sekarang, Sherina dan Sadam muncul kembali ke layar lebar dalam film Petualangan Sherina 2. Keduanya reunian di hutan Kalimantan dan kembali bertualang untuk mengalahkan penjahat. Apakah penantian 23 tahun terbayar tuntas dalam film ini? Tim editorial CXO Media berdiskusi untuk membahasnya. Lewat Talking About, kami membicarakan plot, character development, dan tentunya soundtrack Petualangan Sherina 2.
Peringatan: artikel ini mengandung sedikit spoiler untuk film Petualangan Sherina 2.
Tasya: Nonton Petualangan Sherina 2 kayak diajak kembali ke masa kecil. Dulu Sherina adalah idola gue; gue hafal lagu-lagunya dan sampai sekarang masih ingat dialog di filmnya. Sekarang, gue yang udah besar menonton Sherina yang udah tumbuh dewasa juga, rasanya emosional banget. Nyaris dari awal sampai akhir gue nggak bisa berhenti berkaca-kaca atau senyum-senyum sendiri. Bahkan adegan pas Sherina makan donat saja gue terharu banget, hahaha.
Almer: Dan dia jadi jurnalis! Ini detail yang menurut gue lucu aja sih, haha. Sepanjang film, gue juga banyak banget senyum. Gue rasa ini adalah proyek yang sangat ambisius, karena bisa dibilang Petualangan Sherina tuh defined a generation. Dulu semua orang sampai bekal permen cokelat atau pakai plester di tempat yang nggak luka biar kelihatan keren.
Tasya: Sherina jadi jurnalis, terus Sadam jadi pekerja NGO! Terus lucunya mereka di sini masih ngomong pakai aku-kamu, jadi dinamika persahabatan masa kecilnya masih terasa. Gue merasa Mira Lesmana, Riri Riza, dan Sherina sendiri, paham kalau mereka mengambil risiko yang besar. Dan karenanya, mereka nggak terlalu banyak mengubah material yang lama, misalnya untuk soundtrack. Kalau di film pertama kan ada peran Elfa Secioria dan soundtrack-nya iconic banget. Nah, di sini Sherina yang nge-compose musiknya, tapi secara tema dan melodi dia masih mengambil inspirasi dari lagu-lagu film pertama. Dan menurut gue itu berhasil.
Almer: Ini buat gue adalah elemen menarik bagi penonton film pertamanya, karena untuk scoring di sejumlah adegan yang memang instrumental pun, musiknya masih mengambil nada-nada dari soundtrack Petualangan Sherina pertama. Gue sangat senang melihat banyak orang tua yang membawa anaknya ketika menonton ini, karena Petualangan Sherina 2 langsung bisa dinikmati oleh generasi penonton baru sambil juga memanjakan penonton lama lewat banyak referensi dan Easter eggs.
Tasya: Tapi gue senang mereka memperkenalkan karakter Sindai. Dulu di film pertama, Sherina jadi sosok anak gadis pemberani. Sekarang sosok itu muncul lewat Sindai yang melindungi hutan, jadi kayak ada regenerasi gitu. Dan gue suka sama lagu "Sayu" yang mengangkat soal orangutan. Dibanding lagu-lagu lainnya, lagu ini membawa tema yang baru dan memberi sentuhan yang menyegarkan. Kalau nggak ada twist yang baru, akan kelihatan banget film ini sebenarnya masih mengulang formula yang sama dari film pertama.
Almer: Sayangnya, ini gue rasa kurang maksimal. Gue berekspektasi peran Sindai akan lebih besar, karena gue rasa Sindai bisa menjadi role model selanjutnya bagi anak-anak yang menonton ini. Tapi, selama kebanyakan durasi film, Sindai tidak diberikan dialog atau aksi yang substansial. Ini juga yang sayangnya gue rasakan pada karakter Sherina. Sejak awal, dia diperlihatkan sebagai sosok yang jago bela diri, tapi banyak momen di mana dia tetap saja mesti diselamatkan oleh Sadam yang sebenarnya nggak jago-jago amat juga.
Tasya: Kalau sosok villain di film ini menurut lo gimana? Itu salah satu aspek kurang memuaskan bagi gue. Meskipun Isyana cukup menghibur di sini, karakter dia dan Syailendra terasa seperti mencoba mengulang karakter Kertarajasa dan Sis Natasya. Tapi karena mereka lebih ditonjolkan komedinya, karakterisasi penjahatnya kurang maksimal.
Almer: Gue setuju bahwa secara karakterisasi lumayan repetitif, tapi gue tetap terhibur. Bahkan, lagu mereka soal mengoleksi hewan eksotis jadi favorit gue sepanjang film di antara lagu-lagu lainnya, haha. Buat gue mereka terasa komikal mirip antagonis-antagonis di film Disney, mungkin karena film ini ditujukan untuk anak-anak juga, ya.
Tasya: Gue suka mereka memilih sosok kolektor hewan eksotis sebagai penjahat. Petualangan Sherina konsisten mengangkat isu lingkungan dan agraria—ini sesuatu yang masih jarang kita temukan di film-film Indonesia. Meskipun sebenarnya secara plot, alurnya sederhana dan mudah tertebak. Tapi balik lagi, karena ini film anak-anak, alur yang sederhana nggak terlalu bermasalah. Gue rasa, meskipun sudah 20 tahun, Petualangan Sherina tetap jadi benchmark buat film musikal di Indonesia. Dan film kedua ini mempertahankan status itu.
Almer: Itu aspek yang sangat gue apresiasi dari Petualangan Sherina 2. Karena target penontonnya adalah anak-anak, film ini bisa memperlihatkan pentingnya isu-isu lingkungan ke generasi baru. Overall, Petualangan Sherina 2 terasa banget merupakan film yang dibuat dari hati, dan gue rasa ini akan tersampaikan ke siapa pun penontonnya, baik yang lama maupun yang baru.
(ANL/alm)