Melihat nama A24 dalam suatu film langsung meningkatkan harapan berkat riwayat manis yang sudah mereka jaga dan poles selama bertahun-tahun. Contohnya Midsommar dan Hereditary yang sudah masuk ke dalam kategori film horor classic. Sekarang giliran film Talk To Me yang baru-baru ini dirilis di Indonesia sebagai karya horor dari duo kembar Danny dan Michael Philippou. Dukungan A24 untuk kedua sutradara itu langsung membuat kita membayangkan seperti apa film ini nantinya. Apakah akan membuat kita harus sering menahan nafas? Atau terasa surealis? Atau malah fucked up? Jawabannya ada dalam review Talk to Me di bawah ini.
Review Talk to Me
Momen pertama Talk to Me membawa kita ke dalam cerita keseruan house party di sudut salah satu kota Australia. Semuanya terasa baik-baik saja, palingan hanya ada seorang kakak yang lagi mencari adiknya di tengah-tengah party itu. Biasalah, kekhawatiran kakak atas keselamatan adiknya sudah pasti terasa wajar. Tapi semuanya berubah jadi tidak wajar saat adegan penutup momen pertama itu terjadi begitu cepat. Kita langsung diajak untuk menahan nafas karena betap cepatnya perubahan mood di film ini.
Permainan memanggil arwah menjadi inti dari cerita Talk to Me. Layaknya jelangkung yang sudah kita kenal sebagai "permainan tradisional" di Indonesia, film ini membawa kita ke kehidupan anak-anak remaja yang masih bodoh serta tidak pikir panjang atas konsekuensi yang bisa terjadi. Mereka terus berusaha memanggil arwah untuk dimasukkan ke dalam tubuh sang perantara, lalu menjadi mainan bagi sisanya yang masih dengan dipenuhi canda tawa. Tapi semuanya berubah saat urusan keluarga muncul di tengah-tengah permainan.
Film horor A24 cukup banyak yang fucked up, bahkan tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Mungkin jika Talk to Me ada di tangan Ari Aster maka bakalan lebih gila dari apa yang sekarang bisa kita tonton di bioskop. Tapi di tangan Philippou dan Michael Philippou yang memiliki background YouTuber, ternyata memang terasa lebih ringan. Storyline yang berada di lingkaran remaja-remaja bodoh membuat kita hanya perlu duduk manis menunggu kapan mereka melakukan hal bodoh-dan memang itulah yang terjadi.
Jangan Pernah Bermain dengan Arwah
Apa yang terjadi selanjutnya langsung terasa sureal karena kita tidak diberikan waktu untuk melepas nafas. Darah di mana-mana, hantu yang cukup menjijikan, sampai momen jumpscare yang tidak banyak tapi muncul dalam momen tepat membuat Talk To Me terasa lebih rich. Melihat durasi penayangan hanya sekitar 90 menit ternyata tetap membuat pace film ini berada dalam kecepatan yang tepat. Kita tidak disajikan adegan yang bertele-tele karena semuanya berjalan seperti yang diharapkan.
Akting para pemain juga patut diacungi jempol. Apalagi saat mereka secara sukarela memasukkan arwah ke dalam tubuh. Perubahan karakter dan mimik wajah langsungĀ bergantiĀ 180 derajat, mengikuti arwah apa yang ada di depan mereka saat momen "berjabat tangan" itu. Tapi hati-hati, mungkin kamu akan punya rasa kesal ke salah satu pemain karena bentuk keegoisan sebagai ciri khas film horor yang membutuhkan orang bodoh untuk memperpanjang storyline.
Talk to Me mengangkat mimpi buruk yang menjadi kenyataan karena para karakter di dalamnya tidak pernah mau berhenti bermain arwah. Ketika hal yang kita tahu bisa berbuat buruk kapan saja, tapi malah masih dirangkul layaknya seorang teman-bahkan seperti ibu sendiri-maka yang hadir selanjutnya adalah malapetaka. Bayangan yang terus menghantui karena membuat pintu ke dunia lain membuat salah satu karakter menjadi jangkar yang memberatkan hidup orang lain di sekitarnya.
Bagaikan pembelajaran dalam kehidupan, Talk to Me memberikan peringatan bahwa jangan pernah bermain dengan hal-hal yang tidak satu dunia dengan manusia. Apalagi jika itu malah membuka luka lama yang seharusnya sudah ditutup, dikubur, dan ditinggalkan selamanya tanpa harus terbesit sedikitpun pikiran untuk digali ulang. Mari belajar dari Talk to Me yang layak mendapatkan nilai 8.5 dari 10.
(tim/alm)