Setelah sukses merilis lagu pertamanya yang berjudul "Eyesmile", Kalya Islamadina kembali dengan lagu barunya yang berjudul "23 (Too Deep, Too Much)". Hadi dengan genre yang berbeda dengan lagu yang sebelumnya, Kalya mendeskripsikan lagu ini sebagai 'lagu ganteng' yang menceritakan tentang keberanian seseorang dalam mencintai sosok yang diidamkannya. Pada suatu kesempatan, CXO Media berbincang-bincang dengan Kalya untuk mengenal tentang proses kreatif pembuatan lagu barunya dan pandangannya mengenai Gen Z sebagai a Gen Z herself.
Congratulations for your new release, ya! Kalau boleh tahu, kamu dapat inspirasi untuk menulis lagu "23 (Too Deep, Too Much)" itu dari mana, sih?
Oh my God, Thank you! Aku grogi banget.
Ok aku ceritain mengenai lagu baruku ya kak. Jadi sesungguhnya, ide untuk lagu baruku itu terbang setelah perilisan lagu aku yang berjudul "Eyesmile", di mana lagu pertama aku was very deep, and very tough, it was also very vulnerable. Nah, sedangkan untuk lagu baru ini aku merasanya tetap sama, deep juga meaning-nya, tapi at the same time jauh lebih meng-embrace the vulnerability gitu dibandingkan dengan Eyesmile. Kek aku merasa Eyesmile tuh masih rada ada kayak ada insecure-nya tipis-tipis and I feel like that's what people normally feel like ketika mereka pertama kali suka sama orang, atau ketika mereka suka banget sama orang, tapi I feel like ketika kamu suka banget sama orang juga, there's this other side, nih, yang kayak "Oh ya, gila, gue emang suka banget sama nih orang, emang kenapa?" That side-nya gitu tuh. Nah, terbang dari ide itu, jadilah laguku ini yang berjudul, "23 (Too Deep, Too Much)", yang sebenernya aku asosiasikan dengan inspirasiku, yang juga jadi inspirasi untuk lagu "Eyesmile", tidak lagi tidak bukan adalah Bapak Lee Jeno.
Tapi sebenarnya, lagu-laguku-baik "Eyesmile" maupun "23 (Too Deep, Too Much)"-even if mereka tidak tau inspoku tuh siapa, I feel like it's so very enjoyable dan very general sih, kayak pasti semua perempuan ataupun laki-laki di luar sana pernah merasakan kalau mereka suka banget sama orang, mereka menyentuh tahap kayak "Oh iya, gue suka bgt sama ini orang dan gue tau gue udah gila banget tapi gapapa deh," pasti ada orang-orang yang pernah merasakan kayak gitu, jadi ya, this song is for them!
Proses kamu membuat lagu ini seperti apa dan berapa lama?
Pasti semua orang punya songwriting process yang berbeda-beda. Tapi kalo aku sendiri, I feel like my songs come very spontaneously-kayak "Eyesmile" contohnya. It took me such a long time to write karena lagu tersebut memiliki meaning yang sangat-sangat vulnerable untuk aku.
With "23 (Too Deep, Too Much)", targetnya memang ingin masuk ke genre yang jauh lebih R&B. Pokoknya pas pertama kali kita denger lagu ini, kita pengennya ini lagu 'ganteng', which is very different with Eyesmile.
Dari pas pertama kali aku mulai garap lirik, aku kasih ke my producer, she loved it immediately. Dan pas pertama kali dia dengar demo aku, udah deh kita lanjut produksi. Mungkin dari awal proses bikin sampe pada akhirnya bisa jadi lagu.. it took less than a year kali ya, aku inget banget aku kasih dengerin tuh tahun lalu.. Late tahun lalu habis Eyesmile setelah digarap, aku pengen bikin lagu lagi dan there you go, "23 (Too Deep, Too Much)".
So, most of your inspiration comes from JENO, ya. Boleh share gak, how do you translate your view of JENO as a person to the lyrics that you wrote?
This might sound very controversial, tapi sebenarnya setelah aku menyadari, memang aku menuliskan ini tuh untuk dia, tapi I feel like this is also how I would translate my emotions as a person. Jadi sebenarnya menurut aku ini gambaran on how Kalya loves gitu.
Kayak gimana caranya aku pada akhirnya bisa merasakan this emotion to this person that I barely know at all, dan gimana caranya aku translate those emotions to lyrics memang membutuhkan imajinasi yang besar. It's very parasocial sesungguhnya jadi what I do adalah sesungguhnya, but I mix the emotion yang pernah aku rasakan dulu ketika aku pacaran sama seseorang, ketika aku pertama kali suka sama orang aku akan merasakan seperti apa, seandainya nanti aku sudah lebih dewasa and I end up falling in love with someone else different, aku akan menyayangi mereka seperti apa.
And basically, inspiration gak cuma datang dari JENO doang, sih, tapi juga datang dari diri aku sendiri, my own emotions, gimana caranya I can mix those two together, my emotion for JENO and my emotion just in general ketika aku sayang sama orang dan gimana caranya aku bisa menggabungkan itu bersama, terus pada akhirnya bisa aku translate to lyrics. Tapi Itu semua gak begitu konkrit menurut aku, dan pada akhirnya saat membuat my lyrics, I also put some of my imagination to make the lyrics more beautiful.
Kamu kan pernah share ke JENO langsung untuk lagu "Eyesmile", Gimana sih perasaan kamu hingga akhirnya bisa menyampaikan langsung lagu tersebut ke muse kamu?
It feels so surreal, aku merasa sampai detik ini aku masih kayak, it doesn't feel real gitu loh, but it actually happened, so sampe detik ini aku masih suka kayak "Woi gue pernah melakukan ini di hidup gue" kayak itu sesuatu biggest achievement dalam hidup, deh.
Aku inget lagu ini sudah aku tulis sangat jauh sebelum aku dapat kesempatan untuk fansign sama JENO, bahkan aku belum tau kalau ada fansign dan kemungkinan untuk aku ikut atau enggaknya juga belum tau. Saat itu aku memang ingin bikin lagu aja sampai akhirnya jadi digarap. Saat itu aku juga have been planning to sing for quite a while kan. I've spent such a long time dari dulu writing my own music.
Baik JENO akan mendengarkannya apa engga pada saat itu aku gak pernah kepikiran, kayak yaudah yang penting aku nyanyi dulu aja karena aku emang pengen nyanyi. Terus tiba-tiba aku inget banget sebelum fansign, jauh sebelum fansign, aku sempet ngomong ke produser aku, "Lucu banget kalo misalkan kita bisa kasih denger ke JENO," saat itu cuman sekadar halu-haluan aja pada saat itu gitu.
Aku bener-bener inget pada saat itu aku kayak ini semua pas banget, aku gak paham caranya gimana, tapi ini kayak everything just happened so perfectly. Aku coba daftar fansign-nya, karena fansign pun juga sistemnya gak pasti dapet ya, karena dalam bentuk undian. Posisinya pada saat itu yaudah aku coba aja dulu, dan alhamdulillah aku dapet!
Saat itu posisi lagu "Eyesmile" belum selesai mastering. Tapi aku udah kayak "Kak, aku fansign pasti di bulan ini. Gimana caranya lagunya kelar di bulan ini, at least enough biar aku bisa masukin ke satu Google Drive, aku bisa kasih tunjuk dia, aku bisa kasih denger ke dia, pada saat itu. Terus dia yang kayak, 'Ok, bisa'".
Master-nya akhirnya di-wrap-up, terus hadirlah jadwal di mana aku harusnya fansign sama dia pertama kali, tapi gak jadi gara-gara dia waktu itu Covid kalo gak salah. Akhirnya dimundurin ke bulan Juni. Udah deh bulan Juni semuanya sudah jauh lebih matang akhirnya kita bisa adjust a few things.
Di mastering-nya juga ada sebuah fun fact, di lagu "Eyesmile" itu durasinya adalah 4 menit 23 detik, dan awalnya sebenarnya gak begitu. Tapi the first time we got the master, durasinya tuh 4 menit 20 detik, dan aku sadar pas aku dapet master, "Kak, lucu deh kalo kita bikin 4 menit 23 detik, soalnya JENO ultahnya 23 April." Jadi kita atur biar durasinya jadi 4 menit 23 detik.
Dan lucunya lagi, file master yang ada di Google Drive yang aku kasih ke JENO itu yang pegang hanya JENO, the production team, dan aku. Dan yang ada di Spotify tuh actually bukan apa yang didengar sama JENO. It feels so surreal even until today. It's so insane! And what's even more insane adalah ketika after I met him, I mean after we did the fansign, we did another fansign in another fansign di bulan November. I asked him if he remembered me and he said that he did!
Menurut kamu, penting gak sih bagi seseorang untuk memiliki seseorang yang they really look up to? Kalo buat kamu sendiri gimana?
Menurut aku, it's very important sih karena I don't know about other people, tapi kalo untuk aku, I feel like, looking up to another person bisa bantu aku untuk memotivasi aku to be a better person sih. I know bahwa when you try to be a better person tuh harusnya tidak terdorong oleh dorongan orang lain, harusnya memang terdorong dari, well, diri sendiri. Tapi kalo menurut aku, sometimes having an extra boost, extra help, and inspiration ketika melihat orang lain, I feel like, itu bisa membantu kamu juga to become a better person as well, so I think it's very very important. Selain karena itu mendorong kamu to become a better person, I feel like, it's also important for people to know bahwa ada, loh contohnya di kehidupan nyata, orang yang sehebat itu, yang bisa menunjukkan ke diri kita bahwa kayak "Kamu juga bisa sehebat itu sebenernya" dan dia manusia, kamu manusia, dia bisa, berarti kamu juga bisa.
It's like having a person that you can look up to as an example and an inspiration for you to become a better person and to give you hope juga bahwa you can be a better person and you can be a person like that, in your own way. I feel like having a person to look up to is great and that's why, tapi remembering bahwa you are you own person itu juga sama pentingnya sih. Jadi gitu sih menurut aku. I feel like everyone should have a person that they can look up to if it helps them. Seandainya mereka merasa bahwa "Oh, I can do this by myself" itu juga gapapa, tapi sometimes having a person that you can look up to menurut aku gives me motivation, gives my inspiration, and gives me bayangan gitu kayak, "Kalo dia bisa sekeren itu, aku juga bisa sekeren itu".
Jujur kamu keren banget, sih. As a Gen Z you're very expressive, bahkan kamu bisa menuangkan pemikiran dan perspektif kamu tentang seseorang melalui sebuah karya. Berbicara tentang Gen Z, kamu pasti tahu, banyak banget misjudgment tentang Gen Z. Boleh share pendapat kamu tentang pandangan buruk orang-orang mengenai Gen Z, as a Gen Z yourself?
Kalo menurut aku, I wouldn't want to necessarily say that they're wrong, tapi I would like to say that people, especially secara intragenerasi, mereka punya perspektif yang berbeda, karena kan lingkungannya juga pasti berbeda, dan environment that these people grow up in and the environment that we, as Gen Z, grow up in juga pasti tentunya sangat-sangat berbeda. So maybe, they have that kind of perspective because they're not used to be in the environment and the kind of situation that Gen Zs are put in. Tapi kalo misalkan menurut aku, Gen Z itu banyak banget benefits dan banyak banget, we have so much to offer to the world gitu sih sebenernya.
I feel like Gen Zs are smart, we are well-informed karena lingkungannya pun juga mendukung kita to be people yang well-informed. We think out of the box, we grew up in an environment di mana kita didorong untuk lebih expressive and achieve higher and higher and higher, and I feel like itu sih suatu hal yang hebat tentang Gen Z. We Gen Zs, we're smart and we have the resources to do what we want. Kita punya resources-nya, kita punya ilmunya, kita punya cara berpikirnya, kita dilatih dari kecil untuk berpikir seperti tu. Kita punya platform-nya to express what we want to express.
Aku yakin banget sih masih banyak di luar sana yang kayak sebenarnya sangat capable untuk membuat suatu karya atau mengutarakan opini mereka secara lantang akan suatu hal. Boleh kasih tips nggak, Kal, untuk sesama Gen Z agar mereka lebih berani dalam berekspresi terlebih lagi di media sosial?
Kalo menurut aku, sebenernya, my bravery also comes from spontaneousness sih menurut aku. Kadang-kadang those "Coba dulu aja, we never gonna know what's gonna happen" moments itu lah yang pada akhirnya bisa berbuah hasil sesuatu, gitu loh. Jadi, I feel like out of setelah sudah berkali-kali melakukan moment itu, "Coba dulu aja, kita gak tau hasilnya gimana", aku pada akhirnya belajar bahwa moments-moments itulah yang pada akhirnya bisa membawa aku to where I am today.
So, what tips that I can give, I know that it might be hard, especially for overthinkers, especially for self-conscious people out there, tapi menurut aku, sometimes malah thinking... or... berpikir secara minimum ketika ingin melakukan sesuatu, punya benefit tersendiri untuk diri kita. Just being able to push yourself to do it, pada akhirnya akan berbuah hasil, kok. Just push yourself to start.
Instead of constantly spending your time wondering what it could be like, how it's going to be tanpa actually memulai, mendingan kita mulai dulu baru berpikir setelah itu, karena percuma kalau hanya mikir terus tapi pada akhirnya gak mulai-mulai. Ibaratnya, when you're in a race, gimana caranya kamu tau kalau kamu bisa lari secepat apa dan menang kalo misalkan kamu gak pernah lari? I feel like that's a tip I can give to people my age sih, karena I feel like people my age, Gen Zs especially, kita banyak berbuat overthinking-nya menurut aku. Padahal sebenarnya menurut aku pede dulu aja. Sometimes you need that push, thinking calculatively and using your instincts bisa datang bersamaan setelah kita memulai. Lebih baik menyesal melakukan sesuatu daripada menyesal tidak melakukan sesuatu, karena ketika menyesal melakukan sesuatu, at least kamu udah tau apa yang harus kamu lakukan dan gak lakukan setelah itu.
"23 (Too Deep, Too Much)" oleh Kalya Islamadina sudah bisa kamu dengarkan di semua platform musik!
(DIP/tim)