Selalu ada sosok musisi kontroversial yang membuat kalimat 'separate art from the artist' menjadi relevan dan terus dibicarakan untuk melindungi sosok tersebut. Salah satunya adalah Kanye Omari West atau Kanye West yang sekarang menyebut dirinya sebagai Ye. Membicarakan setiap album dari Kanye memang tidak pernah ada habisnya karena ia selalu bisa menciptakan sound baru dan authentic, termasuk album Yeezus (2013) yang pada tahun ini mencapai usia satu dekade.
Yeezus menjadi satu bentuk album yang paling beda di antara discography Kanye karena ia tidak ragu buat membuat album yang padat-hanya terdiri dari 10 lagu alias menjadi tracklist terpendek dibandingkan barisan album sebelumnya-serta mencoba approaching baru dari musik yang saya rasa sulit disamakan oleh rapper lainnya.
Satu dekade dari Yeezus membuat saya flashback ketika album ini baru dirilis. Dari judul albumnya saja sudah sangat kontroversial dan membuat orang mengernyitkan dahi. Bayangkan saja, Kanye kepikiran untuk menggabungkan nama Yeezy dengan Jesus menjadi Yeezus. Saat itu saya yakin banyak orang berpikir karakter megalomaniac dari rapper asal Chicago ini sudah sangat menembus batas normal, dan segala keanehannya beneran ditunjukkan dari pemilihan nama album ini.
Padahal sebelum Yeezus, Kanye sudah menciptakan My Beautiful Dark Twisted Fantasy (2010) yang juga menunjukkan arogansi paling gila yang pernah ia tunjukkan. Bagi yang belum tahu, salah satu fondasi kuat yang membuat My Beautiful Dark Twisted Fantasy (MBDTF) menjadi brilian adalah semangat redemption atas hujatan publik saat Kanye naik ke atas panggung MTV Video Music Awards 2009 untuk menginterupsi speech Taylor Swift yang baru menang kategori Best Female Video. Berangkat dari sana, Kanye membuat MBDTF yang harus diakui menjadi masterpiece darinya hingga saat ini.
Tapi ia tidak merasa puas di titik itu. Tiga tahun kemudian ia melahirkan Yeezus yang sepertinya keluar dari dunia berbeda, jauh dari apa yang orang pikirkan dari musik hip hop ala Kanye.
Satu Dekade 'Yeezus' yang Tidak Bisa Direplikasi
Seperti kebiasaan banyak orang, melihat judul dari tracklist sebuah album menjadi satu hal yang wajar. Yeezus pun tidak ragu membuat banyak orang bingung. Kanye mau ke mana dalam album ini? Lihat saja judul dari semua lagu di sini: "On Sight", "Black Skinhead", "I Am a God (feat. God)", "New Slaves", "Hold My Liquor", "I'm In It", "Blood On the Leaves", "Guilt Trip", "Send It Up", "Bound 2". Sama sekali tidak seperti Kanye yang biasa, apalagi kalau berkaca pada MBDTF. Judul lagu Yeezus terasa lebih raw, dan cukup aneh karena kalian pasti melihat ada "God" atau Tuhan yang menjadi featuring dalam "I Am a God".
Kuatnya nuansa provokatif dalam Yeezus tidak berhenti hanya dari kosmetik luar saja. Jika kalian mendengarkan setiap lagu di dalamnya, maka ada satu benang merah yang pasti muncul di kepala: Bayangkan nuansa musik industrial seperti Nine Inch Nails yang dikawinkan dengan narsisme seorang penyair yang bisa menyerang korporasi besar, galau karena ditinggal kekasih, dan mengecam rasisme dalam satu karya yang sama, atau saya menyebutnya sebagai a match made in heaven.
Banyak suara sumbang saat album ini dirilis karena semangat eksperimental Kanye dipandang terlalu jauh dari yang seharusnya. Yeezus memang tidak bisa disematkan sebagai album 'normal' dari Kanye. Siapapun yang mendengarkan Kanye dari karya-karya sebelumnya pasti akan sangat sulit untuk menerima Yeezus. Tapi tanpa menurunkan kemampuan rapper lain selain Kanye, satu dekade Yeezus menjadi bukti bagaimana album ini tidak bisa direplikasi oleh siapapun.
Kita tidak hanya berbicara tentang sound, tapi kemampuan Kanye untuk menciptakan lagu catchy dengan lirik-lirik yang tajam sekaligus jorok-dengarkan "I'm In It" jika ingin bukti-tapi tetap menghadirkan DNA Yeezus yang sangat kuat seperti lagu "Blood On the Leaves". Fakta inilah yang membuat Yeezus menjadi blueprint bagi siapapun yang ingin membuat karya industrial hip hop, walaupun sudah pasti sulit untuk menyamai level-nya.
Yeezus akan selalu menjadi repertoar Kanye yang mungkin tidak akan ia bawakan lagi di atas panggung. Ia pun tidak pernah lagi membicarakan album ini setelah merilis album-album lainnya. Bagaikan sebuah surat yang sengaja dikubur, Kanye seperti tidak peduli lagi dengan betapa briliannya dunia baru yang pernah ia ciptakan. Kanye memang mungkin (sengaja) lupa, tapi kita tidak mungkin melupakan deru bombastis Yeezus sampai puluhan tahun lagi.
(tim/DIR)