Horor dari Korea memang tidak pernah mengecewakan. Saya yakin kalimat itu diakui oleh banyak orang, termasuk saya sendiri—yang masih ingat bagaimana seramnya vibe yang berhasil dibangun Gonjiam: Haunted Asylum (2018) hingga saat ini. Atau mungkin, betapa membingungkannya plot twist yang berhasil dihadirkan Call (2020). Semuanya memang berhasil membuat saya merasa puas atas waktu yang telah diluangkan untuk menonton film-film tersebut. Itulah kenapa The Ghost Station yang baru beberapa hari dirilis di Indonesia menjadi tujuan pertama ketika ingin nonton film di bioskop.
The Ghost Station menghadirkan jalan cerita yang cukup menarik bagi yang senang dengan hal-hal berbau investigasi. Seorang jurnalis muda sedang mencari tahu kenapa di stasiun kereta api di daerah Oksu, Seoul, sering muncul kasus kecelakaan orang tertabrak kereta. Padahal, keretanya berada di bawah tanah sehingga sangat sulit untuk menimbulkan kasus kecelakaan, kecuali memang orang tersebut sengaja bunuh diri. Ternyata dari sana, muncul berbagai misteri yang terbuka ketika sang jurnalis secara berani terus melakukan investigasi yang sebenarnya telah ditutupi dari puluhan tahun lalu.
Review 'The Ghost Station'
Dari sana, kita dibawa ke dalam cerita lebih dalam lagi. Bagaimana si jurnalis terus berputar mencari narasumber dan fakta yang baru, termasuk dihantui oleh setan-setan yang sebenarnya cukup unik karena kita tidak bicara orang dewasa, melainkan anak kecil. Harus diakui, ketika beberapa jumpscare itu muncul, penampilan setannya lumayan menyeramkan, mungkin karena berwujud anak kecil yang ternyata jumlahnya cukup banyak.
Jalan cerita dari The Ghost Station tidak pernah bertele-tele. Semuanya terasa padat dan tepat untuk membuka pintu demi pintu fakta yang ada. Secara lokasi kejadian juga hanya berputar di tempat yang sehingga membuat saya yang memang malas berpikir saat nonton film horor cukup mampu menikmatinya. Total durasi film ini memang terasa tepat, daripada berusaha memanjangkan durasi tapi malah kebanyakan scene yang tidak penting.
Apalagi, posisi si jurnalis muda juga mirip dengan apa yang saya lihat di kehidupan nyata ketika bekerja di industri media. Betapa semangatnya jurnalis baru yang turun di lapangan untuk melakukan investigasi dari pagi hingga malam, hingga diberikan beberapa kali penampakan, tapi tetap kuat untuk menjalaninya. Belum lagi ia juga dihadapkan kenyataan dari pihak manajemen medianya sendiri yang hanya memikirkan jumlah page views dan kontroversi untuk mendapatkan lebih banyak pembaca. Keadaan di dalam cerita tersebut memang beneran seperti lanskap industri media saat ini—tapi minus hantu.
Ternyata Kutukan Maut
Investigasi menuju maut dalam The Ghost Station ternyata menyimpan kutukan yang tidak pernah tahu di mana ujungnya. Sang jurnalis muda pun harus melakukan cara paling licik yang pernah ia lakukan hanya demi menyelesaikan kutukan yang berpusat di Stasiun Oksu.
Conclusion yang coba dibangun dari The Ghost Station cukup terasa cepat. Bahkan, agak sedikit memiliki plot twist karena tidak seperti yang biasa dilakukan oleh film-film horor lainnya. Ada perasaan sedikit tidak puas dengan ending dari film ini. Namun di sisi lain, proses pembangunan cerita membuat sebagian besar penonton mungkin saja merasa senang dengan apa yang ditonton hingga habis.
Jadi, apakah The Ghost Station layak ditonton? Saya rasa cocok untuk ditonton oleh kamu yang memang lagi malas nonton film-film Hollywood yang lagi membanjiri bioskop tanah air. Daripada nonton cerita dari mereka yang itu-itu saja, lebih baik tonton The Ghost Station sambil melihat seluk-beluk kerja jurnalis muda dengan semangat yang masih berapi-api untuk mengungkap kebenaran dan keadilan. Itulah kenapa saya memberikan skor 7 dari 10 untuk The Ghost Station.
(tim/alm)