Siapa sangka serial dokumenter terbaru Netflix, In The Name of God: A Holy Betrayal menjadi sebuah "kotak pandora" yang membuka berbagai skandal kriminalitas lewat kedok keagamaan yang terjadi selama puluhan tahun di Korea Selatan. Film garapan sutradara Cho Seong Hyun ini tengah menjadi perbincangan publik dunia-termasuk Korea Selatan usai merilis episode pertamanya yang melibatkan pemimpin keagamaan yang cukup besar di negeri ginseng tersebut.
In The Name of God: A Holy Betrayal mengangkat kisah nyata yang mengerikan dari empat pemimpin aliran agama terbesar di Korea Selatan. Keempatnya mengaku sebagai nabi dan menyebarkan agama dengan ajaran yang bertentangan dengan aslinya. Adapun keempat kultus tersebut adalah JMS, Five Oceans, The Baby Garden, dan Manmin Central Church.
Dikemas ke dalam 8 episode, film dokumenter tersebut tak hanya menceritakan sisi gelap dari kultus tersebut, namun juga mengungkapkan kisah-kisah miris yang dialami oleh para mantan pengikut sekaligus korban dari keempat kultus keagamaan tersebut.
Konten Sensitif hingga Seksual
Pada episode pertama di menit-menit awal, kamu akan disuguhkan beberapa konten eksplisit seperti khotbah dari salah satu pemimpin kultus JMS, yakni Jung Myeong Seok yang mengaku sebagai Mesias dan Tuhan. Lalu menit selanjutnya, kamu akan mendengar rekaman suara JMS yang tengah memperkosa salah satu pengikutnya.
Tak hanya itu, ada pula beberapa adegan seksual yang membuat para penontonnya pun merasa terganggu dan mungkin akan timbul perasaan mual. Bagi kamu yang tidak siap mental terkait trauma serupa, sebaiknya berhati-hati karena berpotensi memicu trauma.
Di episode-episode selanjutnya, kamu akan dibawa ke berbagai pengalaman para korban yang membuat para penonton merasa sedih dan juga miris. Tidak sedikit juga adegan-adegan yang menunjukkan korban-korban bunuh diri dan kekerasan lainnya.
Meskipun terasa sangat mengganggu, semua konten yang ada di In The Name of God: A Holy Betrayal tersebut hanyalah 10 persen dari kenyataan di lapangan. Cho Sung Hyun mengatakan, kejahatan yang digambarkan dalam dokumenter tersebut sudah disaring sedemikian rupa dari kejadian yang sesungguhnya. Sebab, jika ditayangkan seluruhnya akan menjadi skandal kriminal terbesar yang pernah ada di Korea Selatan.
"Saya menyadari adanya kontroversi terkait konten seksual, tetapi poin pentingnya adalah seluruh isi merupakan kebenaran. Sulit bagi kami untuk mendengarkan berbagai konten saat mengumpulkan testimoni karena cerita-cerita itu memberikan trauma. Kami hanya perlu menceritakan yang perlu diceritakan sehingga levelnya menjadi 1/10 dari kenyataan," ujarnya seperti dikutip Korea Boo.
Perjalanan Panjang Menuju Perilisan
Bukan perkara mudah bagi Netflix Korea dan Cho Sung Hyun untuk merilis In The Name of God: A Holy Betrayal. Sebab, serial yang mereka rilis melibatkan kepercayaan dan agama yang diyakini oleh banyak masyarakat Korea Selatan sebagai ajaran kebenaran.
Dalam salah satu episodenya, terdapat aksi kekerasan yang dilakukan oleh pengikut JMS karena membuat pemimpin mereka harus ditangkap karena kasus pemerkosaan dan juga pelecehan seksual. Setahun sebelum perilisan, para korban dan saksi yang ada dalam film tersebut masih mendapat persekusi dari pengikut-pengikut aliran tersebut.
Bahkan pihak JMS pun menganggap apa yang dilakukan para tim produksi adalah suatu pencemaran nama baik dan berisi kebohongan. Mereka menganggap penayangan film dokumenter tersebut sebagai bentuk penggiringan opini publik dan kesesatan. Walaupun sudah naik banding hukum, pengadilan menolak pengajuan pihak JMS dan memutuskan untuk terus menayangkan In The Name of God: A Holy Betrayal.
Setelah sepekan film ini dirilis, berbagai pemberitaan yang berhubungan dengan aliran-aliran keagamaan itu pun terungkap satu demi satu. Sebagian besar masyarakat Korea Selatan pun merasa bersyukur terkuaknya kasus yang melihatkan aliran tersebut.
Kamu penasaran dengan serial dokumenter In The Name of God: A Holy Betrayal? Sebelum itu, siapkan iman dan mental dulu ya, agar kamu kuat menontonnya hingga episode terakhir!
(DIR/alm)