Dalam mengurai momen-momen beserta maknanya dalam perjalanan hidup, kerap kita membaginya dalam sejumlah fase. Apa yang menempati pikiran, keresahan yang berkembang seiring pendewasaan, hingga apa yang perlu dikeluarkan dari kepala, seluruhnya terpaut pada fase-fase tersebut. Bagi Rekah, output mereka sebagai band pun bisa dibagi dalam berbagai fase. Apa yang awalnya merupakan observasi terhadap semesta dalam diri, sedikit demi sedikit meluas ke sekitar; keresahan yang dirasakan adalah milik bersama, pun juga eskapisme serta katarsis yang ditemukan. Pasca perilisan Kiamat menjadi fase krusial bagi Rekah, di mana suara yang mereka keluarkan menggema di banyak hati dan ruang-ruang konser. Apa yang personal menjadi politis dan komunal. Kini, fase tersebut pun telah usai bagi Rekah.
Menginterpolasi lirik "LUSA KIAMAT" dari Rekah, memang benar bahwa berpesta memang tak selalu butuh alasan, namun tidak begitu halnya dengan Sabtu malam (25/2). Post-Kiamat Party: Season Finale merupakan panggung terakhir untuk mengantarkan vokalis Rekah, Tomo Hartono yang akan pindah ke Amerika Serikat. Diselenggarakan oleh Human Capital di Treehaus Bar Kemang, "pelepasan" ini juga turut menghadirkan sejumlah band sejawat seperti Dongker, Hallam Foe, dan Swarm.
Malam dibuka oleh penampilan unit punk asal Bandung, Dongker. Sontak energi audiens langsung terbakar oleh lagu-lagu mereka yang anthemic. Getir, self-deprecating, namun tetap humoris, tak terhitung berapa kali audiens melakukan stage dive di moshpit yang tak pernah berhenti bergerak. Seperti Sisifus yang terus mengangkat batunya menuju puncak gunung, untuk kemudian mengulanginya di esok hari, Dongker menyuarakan frustrasi mengenai kesia-siaan perjuangan yang berulang-dengan harapan yang tipis. Di tengah lagu-lagu dari EP terdahulu dan kedua single teranyar mereka, Dongker juga membawakan cover dari Majelis Lidah Berduri, "Tujuh Hari Menuju Semesta".
Hallam Foe adalah satu-satunya penampil dengan vokalis perempuan pada Post-Kiamat Party. Band skramz asal Malang di bawah naungan Emocat Records (Vancouver, Kanada) tersebut membawakan lagu-lagu dari sejumlah EP dan single mereka, selain juga cover dari Converge danAlesana, "No Light Escapes" dan "Apology".Abrasif dan harsh,Hallam Foe menghadirkan energi yang berbeda dengan Dongker sebagai penampil pertama.
Penampilan Hallam Foe di Post-Kiamat Party/ Foto: Juan Akbar |
Swarm melanjutkan mood yang redup lewat tata panggung mereka—lengkap dengan satu set lampu serta dupa yang dibakar. Osilasi antara quiet-loud, instrumentasi yang intens, dan vokalabrasif menjadi pilar penampilan Swarm. Di antara lagu, vokalis merekaLatifPrabowo, menyatakan bahwaTomo serta Rekah adalah salah satu pembakar semangatnya dalam bermusik bersama Swarm, setelah keduanya kenal bertahun-tahun lalu ketika masih bermain dalam band berbeda.
Penampilan atmosferik Swarm pada Post-Kiamat Party/ Foto: Juan Akbar |
Rasanya, ada urgensi serupa yang mendasari seluruh penampil malam tersebut. Yang namanya kota memang bengis dan yang namanya kemelut dalam diri memang sulit untuk dituntaskan. Lantas, apa yang tersisa untuk dilakukan? Tentu saja untuk merayakan kebersamaan momen tersebut, bagi kita semua yang berada di lubang sejenis. Meminjam kata-kata Christopher Marlowe dari Dr. Faustus, "It is a comfort to the wretched to have companions in misery."
Menggadai umur untuk hidup yang mungkin belum mendekati kata ideal, bersesak-sesak entah dalam kereta atau jalanan menuju pulang, hingga bermimpi entah kapan kita bisa terbebas dari siklus ini. Sayang hal ini sudah terlalu akrab bagi terlalu banyak dari kita. Kiamat serta penampilan Rekah menjadi penyaluran bagi keresahan ini. Dalam dua set penampilan, audiens seperti mencari katarsis dari tiap momen lagu.
Tak hanya area audiens yang ramai sesak, panggung Rekah pun diisi oleh "personil tambahan" yang bergulir. Bermain dalam dua set tentu bukan hal yang mudah, maka Rekah mengundang teman-teman seperti Arno Zarror dari Dongker dan Latif dari Swarm untuk mengisi vokal pada lagu "KABAR DARI DASAR BOTOL" dan "KERETA TERAKHIR DARI PALMERAH". Tak berhenti di situ, vokalis lama Rekah Stephania Shakila juga turut tampil membawakan "MAKAR / PENGHABISAN" yang menutup set pertama.
Di antara kedua set, film pendek berjudul Seribu Tahun Lagi besutan asterisme. yang memperlihatkan perjalanan Rekah diputar sembari memberi waktu untuk audiens bernafas. Arsip footage lama Rekah, wawancara bersama personil dan teman-teman sekitar, seluruhnya lengkap dalam menggambarkan telah sejauh apa Rekah melangkah. Dilihat kembali, banyak momen bittersweet sepanjang karir Rekah selama ini—tentunya ditambah faktor momen malam tersebut sebagai penutup chapter.
Special set bersama vokalis pertama Rekah, Faiz Alfaresi/ Foto: Juan Akbar |
Dalam set kedua, terjadi pergantian lineup dari personil Rekah. Penampilan final dari sang founding member ini menghadirkan formasi awal Rekah, dengan vokalis Faiz Alfaresi dan gitaris Marvin Saliechan. Yang menjadi spesial adalah dibawakannya lagu-lagu lama Rekah, mulai dari single pertama "Untuk seorang gadis yang selalu memakai malam" hingga lagu-lagu dari EP Berbagi Kamar yang telah bertahun-tahun tidak pernah dibawakan. Seiring set berjalan, suara audiens kian nyaring menyahuti lirik. Mendekati akhir, suara dari panggung maupun dari lantai semuanya telah kian melebur. Penampilan terakhir adalah cover dari My Chemical Romance, "Helena"—hal yang tak pernah dilakukan Rekah sebelumnya.
Mengenai momen perpisahan ini, drummer dan founding member Junior Johan menyatakan bahwa walau emosional, ia justru lebih tenang dalam penampilannya. "Bahkan bersama former members pun, kita menekankan untuk have fun on stage," lanjutnya. Bassist Yohan Christian menyatakan bahwa ia excited untuk menyambut fase baru Rekah pasca Kiamat, pernyataan yang diamini oleh Junior. Mereka kemudian menyampaikan rasa terima kasih mereka bagi Tomo untuk bertahun-tahun ini dan harapan mereka untuk kesuksesan Tomo di perjalanan barunya. "I looked up to him sedari pertama kita bertemu. Jelas, Tomo adalah salah satu orang terpenting yang ada di hidup gue, karena gue berkembang bareng dia. I wish him good luck but I know that we'll still talk, he's not going anywhere for me," tutup Junior.
"Gue nggak menyangka bahwa yang datang akan sebanyak ini," ungkap Tomo pasca acara. "Gue nggak punya kata-kata beyond senang untuk momen ini. Monitor gue sampai nggak terdengar karena suara crowd lebih keras, senang banget." Soal bagaimana Rekah telah memberi dampak pada hidupnya, ia menyatakan bahwa ia tidak pernah memiliki ambisi besar mengenai band ini. "Gue cuma ingin bikin sesuatu saja. Yang dilihat orang tuh bukan lo bekerja di mana, lo punya apa, tapi apa yang lo tinggalkan—maka dari itu gua bikin Rekah," lanjutnya. Perihal apakah ia telah menyampaikan seluruhnya yang ingin ia sampaikan melalui Rekah, Tomo menjawab bahwa semuanya telah final baginya di genre ini. "Ke depannya gue tetap akan bikin sesuatu, tapi belum tahu output-nya seperti apa." Kepada Junior dan personil lain, Tomo mengungkapkan "Semangat!" dengan gestur seperti Ahmad Dhani, sebelum meralatnya sambil tertawa, "Oh iya, 'GWS' ya harusnya?"
Di tengah audiens yang seakan enggan mengakhiri pesta tersebut, Rekah bersama penampil-penampil lain semuanya melebur membasuh rasa letih. Setelah Rekah membakar suar, semoga bara yang tersisa di antara yang menyaksikannya tak padam. Mungkin, hingga seribu tahun lagi?
(alm/tim)