Korean Pop atau K-pop merupakan fenomena tersendiri di industri musik dunia. Berbeda dengan aliran musik lainnya yang telah berabad-abad berkembang bersama kemajuan manusia, K-pop adalah genre musik yang bertumbuh di era modern dan menjadi booming di seluruh dunia beberapa dekade ke belakang.
Konsep K-pop yang lebih modern banyak dikenal dengan format sebuah grup yang terdiri dari beberapa anak perempuan atau laki-laki. Konsep ini lebih populer ketimbang penyanyi solo, sebab K-pop bukan hanya menjual musik, melainkan kepribadian atau persona dari tiap-tiap individu yang tergabung di dalamnya. Ditambah lagi, dengan adanya beberapa anggota dalam grup diharapkan bisa menjangkau pasar yang lebih luas, sehingga loyalitas penggemar terhadap grup tersebut tidak cepat pudar.
Tak hanya itu, kebanyakan idol K-pop yang baru debut mencoba untuk menampilkan persona keceriaan, semangat, dan juga jiwa muda. Apalagi, sasaran sesungguhnya dari industri ini adalah generasi muda yang membutuhkan sosok inspiratif sebagai panutan mereka. Wajar saja bila banyak agensi musik di Korea Selatan memilih untuk mendebutkan anggota dengan usia sangat muda mulai usia 13-18 tahun.
Idola muda juga dilihat sebagai sebuah fondasi industri K-pop, di mana musik idola remaja dianggap lebih mampu menggaet penggemar dan menciptakan konsumen yang loyal seumur hidup. Dalam unsur relatabilitas, idola muda dilihat seperti teman sebaya oleh penggemar yang sebaya, sehingga menciptakan kedekatan secara tidak langsung dan anggapan tumbuh bersama-menua bersama.
Tentu tidak bisa dimungkiri bahwa industri K-pop telah berhasil membuat sebuah gerakan masif yang positif dengan musik-musik yang mereka hasilkan. Salah satu contohnya adalah BTS, yang kini telah menentukan benchmark tinggi kesuksesan sebuah grup K-pop karena membuat gerakan-gerakan positif dari lagu-lagu mereka.
Namun, di balik kesuksesan industri musik K-pop di seluruh dunia, ada kekhawatiran yang semakin besar, ketika para calon idola yang siap didebutkan berumur semakin muda laki-laki maupun perempuan. Hal ini pun menjadi fenomena yang telah diwajarkan selama beberapa dekade dan tanpa disadari sebenarnya menimbulkan sejumlah problema. Mengapa demikian?
Enhypen/ Foto: BELIFT LAB |
Bayang-bayang Objektifikasi Remaja
Fenomena mendebutkan anak di bawah umur, bukanlah hal baru di industri K-pop. Sebut saja BoA memulai debutnya saat ia berusia 13 tahun, dan yang paling terbaru calon girlband dari agensi YG Entertainment Baby Monster siap mendebutkan anggota termudanya yang berusia 13 tahun juga.
Antara tahun 2020 sampai 2022 saja, sudah banyak anggota grup yang menjadi sorotan dan bahkan punya basis penggemarnya sendiri. Sebut saja Ni-Ki ENHYPEN, Leeseo IVE, Jongseob P1Harmony, Boeun CLASS:y, hingga Hyein NewJeans, mereka semua memulai debutnya pada usia 14 tahun. Meskipun tujuan industri ini adalah romantisasi masa remaja dengan menunjukkan kepolosan dan daya tarik semangat masa muda, tapi tidak bisa dimungkiri K-pop menimbulkan satu permasalahan yang sampai saat ini masih menghantui, yakni objektifikasi remaja.
Baru-baru ini, terdapat sebuah potongan video sebuah variety show bersama seorang idol K-pop, di mana sekumpulan pria dewasa memiliki grup obrolan dan memperbincangkan apapun. Yang paling menyorot perhatian adalah ketika dua pria dewasa membicarakan girl group yang tengah populer belakangan ini, yakni NewJeans. Bahkan pria yang diperkirakan berumur 40-50 tahun tersebut mengaku penggemar girl group tersebut dan memiliki bias salah satu di antaranya.
Sayangnya, video tersebut sepertinya tidak terlalu diperhatikan publik. Entah publik Korea Selatan yang tidak peka terhadap isu sosial seperti ini atau memang memang telah mengamini hal-hal semacam itu sebagai bentuk kewajaran bahwa mereka adalah idola. Meskipun tidak ada perbincangan mengacu pada objektifikasi remaja, tapi tetap saja ini masalah yang sudah sepatutnya menemui jalan keluar.
Dilansir HerCampus, citra idol K-pop yang menjadi "teman dekat" dengan penggemarnya menjadi salah satu bias yang sulit untuk dipisahkan. Bukan rahasia lagi jika budaya penggemar K-pop sangat obsesif, jadi mereka menuntut lebih banyak konten yang tidak sesuai usianya. Itulah yang mendorong perusahaan agensi mendebutkan idola yang semakin muda.
Secara psikologis, idola remaja tetaplah anak muda yang sedang mencari jati diri. Tak heran mereka mudah dipengaruhi dan sebagian besar mungkin bingung tentang seksualitas di usia muda. Mereka hanya mengikuti jejak idola mereka dan membentuk pemikiran bahwa mereka harus tampil dewasa seperti apa yang diinginkan publik.
IVE/ Foto: AllKpop |
Lee Gyu Tag, seorang profesor musik pop dan studi media di Universitas George Mason Korea mengatakan, mendebutkan anak-anak muda sebagai artis penuh masuk ke dalam stereotip "sistem pabrik" dari K-pop.
"Stereotip ini akan menjadi semakin kuat jika lebih banyak remaja muda yang terus debut sebagai idola K-pop dan menyanyikan lirik yang bahkan tidak bisa mereka pahami karena mereka terlalu muda. Walaupun seorang seniman tidak harus merasakan pengalaman langsung, namun kalau penyanyinya terlalu muda, sulit untuk menerima musik sebagai 'sepenuhnya milik mereka,'" ujar Profesor Lee dikutip Koreaboo.
Mereka pun cenderung tidak menyadari bahaya apa yang tengah mereka hadapi. Lewat sejarah debut idola muda yang begitu panjang, mereka hanya menyesuaikan diri dengan norma dan harapan mendapatkan ketenaran dan cinta dari para penggemarnya yang membuat mereka "hidup".
Ditambah lagi penggemar "bibi" dan "paman" kerap memaksakan standar mustahil mereka pada idola-idola muda ini. Pada akhirnya, para idola muda tersebut mendapat tekanan besar untuk keluar dari "cangkang" sebelum waktunya.
Belum lagi, idola muda ini harus menghadapi kemungkinan mereka menjadi objektifikasi atau fetishisasi orang dewasa yang gemar menulis hal-hal yang terinspirasi dari mereka, seperti fanfiction yang kerap tak rasional, amoral, bahkan merujuk ke arah vulgar.
Harga Menjadi Idola Sejak Dini: Menukar Masa Muda
Walaupun sisi positifnya debut di usia muda akan menghasilkan banyak uang, ketenaran, dan yang terpenting membangun karier yang settled, namun privilese ini harus dibayar mahal dengan kehilangan masa muda mereka. Dilansir Nylon, tidak mempunyai masa sosialisasi masa muda itu bisa merusak mental juga.
"Banyak tekanan yang diberikan pada anak-anak. Ya, walaupun mereka berbakat, tapi apa yang perlu dibayar untuk menjadi seorang idola?" kata Dr. Jean Kim, MD, seorang psikiater dan penulis Korea-Amerika.
Secara psikologis, kata Kim, mereka bisa lebih rentan terhadap depresi, kecemasan, dan kesulitan untuk menyesuaikan diri secara sosial dan mengetahui apa yang mereka inginkan untuk diri mereka sendiri di masa depan. Yang terpenting, masa remaja adalah periode pembentukan identitas ketika remaja mencari tahu jati diri mereka dengan menguji batasan.
"Jika mereka terjebak dalam metode trainee, di mana setiap orang dewasa mengatakan kepada mereka apa yang harus dilakukan, mereka tidak benar-benar melalui tahap itu sehingga mereka mungkin terjebak. Hal-hal itu mungkin terjadi di kemudian hari atau mereka bisa saja tidak sepenuhnya punya kapasitas diri untuk memilih," ujarnya.
NewJeans/ Foto: Twitter: @NewJeans_ADOR |
Perlindungan untuk Idola Muda
Menghapus sistem debut idola muda kemungkinan akan sulit mengingat budaya pop Korea Selatan sendiri tidak terlalu memusingkan hal-hal itu-walaupun itu tetap menjadi concern yang perlu dikritisi. Namun, industri K-pop mencoba untuk mengubah beberapa sektor.
Salah satunya adalah peraturan batasan jam kerja untuk anak di bawah umur atau di bawah 18 tahun; melarang mereka untuk bekerja melewati jam 10 malam (kecuali jadwal di luar negeri); dan persyaratan kontrak yang lebih adil seperti melarang kontrak diperpanjang selama 7 tahun. Tak hanya itu, industri musik Korea Selatan juga mengatur ketentuan agar agensi mengurangi biaya penalti untuk pemutusan kontrak, dan membatasi perusahaan mengawasi kehidupan pribadi artis secara berlebihan.
Realita menjadi idola K-pop artinya adalah berada di lingkungan ekstrem, tidak hanya secara fisik tapi juga mental. Tapi pertanyaannya, apakah para idola muda ini sudah siap dengan dunia dewasa yang mereka masuki sebelum waktunya? Walaupun perlindungan kepada mereka berkembang di industri musik Korea Selatan dari tahun ke tahun, tapi selama adanya eksistensi penggemar yang obsesif, sulit bagi idola remaja ini untuk menjadi diri mereka sendiri bahkan di atas panggung.
Stereotip ini rasanya akan semakin sulit untuk diubah. Apalagi agensi-agensi musik besar tetap menjalani sistem mendebutkan idola muda dari tahun ke tahun dan membuat ini terus menguat. Sepertinya, hal ini masih akan menjadi PR panjang bagi industri musik Korea Selatan agar terlepas dari budaya yang telah mengakar dalam.
(DIR/alm)