Penantian 13 tahun menunggu sekuel dari Avatar (2009) akhirnya berhasil tercapai pada tahun ini setelah James Cameron merampungkan film Avatar: The Way of Water dengan misi ambisius: menjadi film terbaik dan paling laku sepanjang sejarah. Tapi dengan apa yang mereka lakukan di film ini, apakah memang berhasil mencapai misi tersebut?
Tiga Jam Penuh Keindahan
Avatar: The Way of Water dipersembahkan kepada para penonton dengan durasi 192 menit. Harus diakui bahwa pemilihan durasi film tidak boleh sembarangan. Ada film yang berdurasi panjang, hingga lebih dari 3 jam dengan cerita padat. Tapi juga yang berdurasi lama, tapi malah memiliki cerita kosong hingga bertele-tele. Kondisi ini membuat banyak penonton menjadi sempat tidak yakin apakah tiga jam yang dihadirkan Avatar: The Way of Water sudah tepat atau belum.
Beruntung, James Cameron berhasil membuktikan reputasinya sebagai salah satu sutradara terbaik untuk urusan film box office melalui Avatar: The Way of Water. Film ini memang hadir dengan durasi lebih dari 3 jam, tapi tidak ada yang terasa kosong atau tidak perlu. Memang, terkesan ada filler saat di tengah film sehingga saya pun memutuskan untuk membeli popcorn terlebih dahulu. Namun jika dilihat dari point of view yang lebih luas, apa yang dilakukan untuk pemilihan jalan cerita film ini masih terhitung tepat.
Kamu akan disuguhkan bagaimana keindahan teknologi CGI secara optimal ketika menonton film ini. Tidak ada CGI yang terkesan gagal dalam setiap scene di dalamnya. Detail yang diberikan beneran tepat hingga banyak yang berpikir bahwa film ini wajib ditonton di layar IMAX. Jika hanya ditonton di layar bioskop biasa, maka takutnya akan terasa kurang. Tapi ketika saya menonton di layar bioskop biasa pun, tiga jam penuh keindahan sangat terasa di sini.
Cerita Heroik Keluarga Sully
Avatar: The Way of Water masih menceritakan tentang Jake Sully yang telah membangun keluarga sendiri dengan dianugerahi tiga orang anak kandung, dan mengadopsi dua anak lainnya. Sebenarnya, film ini sangat erat dengan kehidupan keluarga pada umumnya. Bagaimana Sully harus mempertahankan sosoknya sebagai ayah di saat anak-anaknya beranjak dewasa dengan sifat pemberontak yang lagi memuncak. Di luar itu, Sully yang dipandang sebagai pelindung dengan kesuksesannya mengalahkan Bangsa Langit di film pertama juga membuat beban hidupnya semakin besar.
Konflik yang hadir di film ini masih memiliki formula yang sama. Bangsa di planet Pandora harus kembali melawan Bangsa Langit yang ingin membunuh Sully karena sudah memberontak dari kaumnya sendiri. Konflik demi konflik pun muncul seiring film berjalan. Namun yang harus diberikan apresiasi atas jalan cerita film ini adalah kemampuan James Cameron untuk menggugah hati dan pikiran para penonton bahwa Bangsa Langit atau manusia memiliki sifat jahat dan selalu ingin menjajah demi mendapatkan uang sebanyak-banyaknya.
Selain itu, kita juga akan merasa disentuh dari sisi emosional dengan sifat keji manusia hingga akhirnya semua akan berpikir untuk mendukung keluarga Sully dan teman-temannya dalam film ini. Inilah yang akhirnya membuat cerita heroik keluarga Sully tidak merasa membosankan dalam detik demi detik film Avatar: The Way of Water.
Masih Ada yang Kurang
Sebagus-bagusnya film ini, tetap ada kekurangan yang cukup terasa. Cerita heroik di dalam Avatar: The Way of Water memang keren dan mampu menggugah emosi para penonton, tapi dengan visual yang selalu ditonjolkan, malah terkesan James Cameron lebih fokus untuk memberikan visual terbaik di film ini. Banyak sekali beauty shot yang coba ditampilkan di layar bioskop. Sayangnya, pilihan film ini untuk terus memberikan keindahan alam Pandora malah menjadi bumerang tersendiri.
Sebenarnya film ini bisa saja memiliki durasi lebih pendek jika tidak terlalu banyak beauty shot yang dimasukkan ke dalamnya. Keren, tapi ya sudah hanya begitu saja. Toh, kita memang memilih untuk nonton suatu film karena fokus pada jalan ceritanya. Keindahan teknologi visual yang diberikan hanya bonus saja. Itulah yang akhirnya membuat kekurangan film ini cukup terasa saat masuk ke pertengahan cerita.
Namun harus diakui film ini merupakan salah satu film terbaik tahun ini. Kita tidak perlu berbicara soal hype yang dihadirkan, tetapi juga bagaimana kemampuan akting setiap karakternya berhasil diproduksi secara tepat guna. Kalau memang kamu belum nonton Avatar: The Way of Water, lebih baik segera datang ke bioskop. Avatar: The Way of Water menjadi representasi tepat dari seberapa layaknya sebuah karya Hollywood hadir sebagai film penutup tahun 2022.
(tim/DIR)