Belum lama ini, sebuah dusun di Gunung Kidul, Yogyakarta menjadi sorotan karena diberi julukan 'Kampung Janda'. Nama tersebut disematkan, lantaran banyak penduduk di Pedukuhan Kalangbangi Wetan, Kabupaten Gunung Kidul tersebut yang berstatus sebagai janda.
Melansir kanal YouTube Jejak Richard, setidaknya terdapat 26 kepala keluarga (KK) berstatus janda, dari total 93 KK. Artinya, hampir sepertiga warga di sana, hidup tanpa suami. Selain itu, 'Kampung Janda' juga hanya memiliki kurang dari 40 orang laki-laki.
Walau demikian, konotasi 'Kampung Janda' itu sendiri tidak selalu negatif, sebagaimana citra 'janda' yang dirawat masyarakat patriarkis. Sebab faktanya, walaupun tanpa suami, para janda yang berada di sekitaran Gunung Kidul tersebut, justru hidup secara kolektif dan penuh kemandirian.
Mereka bahkan terus melanjutkan hidup dengan semangat, dan mulai mengisi profesi-profesi strategis di daerah mereka. Dengan kata lain, berstatus sebagai janda tidaklah mendegradasi value perempuan di desa tersebut. Malahan, sebagai sesama penghuni desa, mereka menjadi lebih solid.
Berdasarkan video unggahan Jejak Richard, ada yang bekerja sebagai buruh; ada yang sukses sebagai pengusaha; ada pula yang sibuk bertani, hingga menjadi pedagang. Menurut Damayanti, narasumber di video unggahan Jejak Richard (yang juga berstatus janda), selain giat mencari nafkah, mereka juga rajin ikut kerja bakti. Selain itu, karena populasi laki-laki di 'Kampung Janda' terbilang minim, maka pekerjaan berat pun sanggup dilakukan oleh para janda.
"Di sini itu laki-lakinya cuma sedikit. Kalau ada proyek gitu kita juga ikut bikin jalan. Kalau di sini itu perempuannya hebat-hebat. Mencari nafkah sendiri, kegiatan sosial masyarakat juga berpartisipasi," ucap Damayanti.
Ia juga menjelaskan, hampir separuh penduduk di tempatnya menjanda karena berbagai alasan. Seperti ditinggal mati, ditinggal cerai, atau bahkan ada pula, yang ditinggal pergi mantan suaminya tanpa kabar.
Secara garis besar, walau disematkan istilah 'Kampung Janda' yang mana kata janda sering dipandang negatif oleh masyarakat luas, warga dukuh Kalangbangi Wetan sendiri tidak keberatan. Karena buktinya, mereka terus mempraktikkan kehidupan secara positif. Lebih dari itu, vibes positif di 'Kampung Janda' tersebut, juga bisa jadi pembuka pandangan baik terhadap janda, yang selama ini diberi arti miring.