Setelah lama ditunggu, The Sandman akhirnya berhasil diangkat ke layar televisi. Kisah Dream alias Morpheus akhirnya bisa disaksikan dalam serial Netflix yang terdiri dari 10 episode. Setelah dirilis pada tanggal 5 Agustus 2022 kemarin, serial ini mendapat banyak pujian baik dari kritikus maupun pecinta komiknya. Sebagai disclaimer, saya sendiri belum membaca novel grafis The Sandman. Akan tetapi, saya merupakan penikmat genre dark fantasy, dan The Sandman menurut saya melampaui ekspektasi.
The Sandman sendiri merupakan adaptasi dari novel grafis karya Neil Gaiman yang diterbitkan oleh DC Comics. Sebenarnya, puluhan tahun belakangan sudah ada berbagai percobaan untuk mengangkat kisah Dream ke layar lebar. Namun, upayanya selalu gagal di tengah jalan. Pasalnya, semesta The Sandman terlalu kompleks untuk dipadatkan ke dalam sebuah film. "Lebih baik Sandman tidak diangkat menjadi film ketimbang diadaptasi menjadi film yang jelek," ucap Neil Gaiman pada ajang Comic-Con tahun 2007. Namun, setelah berbagai usaha yang tidak membuahkan hasil itu, semua akhirnya terbayarkan dalam serial ini.
Morpheus/ Foto: Netflix |
Berkenalan dengan Dream
Dream alias Morpheus (Tom Sturridge) adalah salah satu dari tujuh entitas Endless, yaitu makhluk yang merepresentasikan kekuatan-kekuatan yang membentuk semesta. Keenam entitas Endless lainnya ialah Destiny, Death, Destruction, Desire, Despair, dan Delirium. Masing-masing Endless memiliki kekuatan dan dunia yang mereka kuasai, di mana Dream sendiri menguasai alam mimpi atau yang disebut sebagai The Dreaming. Sebagai penguasa alam mimpi, Dream juga adalah pencipta dari makhluk-makhluk yang menyimbolkan Dreams (mimpi baik) dan juga Nightmares (mimpi buruk). Ia memiliki tiga totem yaitu pasir, helm, dan batu rubi yang masing-masing menyimpan fragmen dari kekuatannya sebagai King of Dreams.
Di episode pertama, kita diperkenalkan dengan sosok Dream yang moody dan suka merenung dengan penampilannya yang gothic lengkap dengan rambut gelap spiky serta jubah hitam. Ketika sedang menangkap The Corinthian salah satu sosok Nightmare yang kabur dari alam mimpi Dream terjebak oleh mantra dari ritual okultisme yang dipimpin oleh Roderick Burgess (Charles Dance). Ritual yang dilakukan oleh Roderick bersama kultusnya sebenarnya dimaksudkan untuk menangkap Death, tapi mantra tersebut justru memenjarakan Dream. Dream pun terperangkap di basement tempat tinggal Roderick selama satu abad.
Konflik pertama dimulai ketika Dream akhirnya berhasil meloloskan diri dari mantra yang memenjarakannya. Ketika kembali ke The Dreaming, Dream harus menghadapi kenyataan bahwa kerajaannya sudah tidak seperti dulu lagi. Hilangnya Dream selama satu abad telah menyebabkan alam tersebut memudar hingga yang tersisa adalah reruntuhan dan banyak makhluk-makhluknya yang kabur ke dunia manusia. Di samping itu, ia juga harus menemukan tiga totem kekuatannya yang dulu dicuri oleh Roderick. Selama serial ini berlanjut, kita diajak untuk mengikuti perjalanan Dream dalam membangun kembali kerajaannya dan kekuatannya. Di proses inilah, penonton bisa melihat sisi lain dan perkembangan karakter dari Dream.
Dream dan Lucifer/ Foto: CNN |
Semesta yang Kompleks dan Dialog yang Humanis
Meski memiliki cerita dan semesta yang kompleks, tetapi The Sandman juga berhasil menyuguhkan dialog-dialog yang membekas dan manusiawi. Salah satu contohnya adalah ketika Dream harus berduel dengan penguasa neraka, Lucifer Morningstar (Gwendoline Christie), untuk mendapatkan helmnya kembali. Saya mengira duel yang akan terjadi adalah adu kedahsyatan yang akan mempertontonkan kekuatan masing-masing. Tapi ternyata, keduanya berduel dengan menggunakan konsep dari imajinasi mereka untuk mengalahkan satu sama lain.
Dream hampir kalah ketika Lucifer menggunakan konsep anti-life. Namun Matthew, burung gagak yang setia menemaninya, berkata kepada Dream, "Hey boss, listen to me. You know what can survive the anti-life? You. Dreams don't fucking die." Morpheus pun bangkit dan memilih hope atau harapan sebagai konsep yang mengalahkan anti-life. Tak terima dengan kekalahannya, Lucifer pun mengingatkan Dream bahwa mimpi tak memiliki kekuatan di neraka. Namun, Dream membalasnya dengan sebuah pertanyaan, "What power would Hell have if those here imprisoned were not able to dream of Heaven?"
Setiap episode The Sandman memang mengandung pertanyaan filosofis dengan tema khusus yang membuat semesta Dream semakin kompleks, tetapi untungnya hal ini tak membuat serial ini sulit untuk dicerna. Namun bagian terbaik dalam serial ini menurut saya adalah dinamika relasi antar Dream dengan karakter-karakter di The Dreaming, seperti Lucienne, Gault, dan Fiddler's Green. Sebelumnya, Dream adalah sosok yang tak mengenal kompromi dan tak mau mendengar pendapat orang lain selain dirinya.
Gault/ Foto: Netflix |
Semua ini berubah ketika ia mengkonfrontasi Gault mengenai kepergiannya dari alam mimpi. Gault pun mengatakan bahwa ia pergi karena ingin menjadi Dream alih-alih menjadi Nightmare yang menakuti manusia. Pada awalnya, Dream tak menerima alasan tersebut karena menurutnya kita tidak bisa berubah sebab semua orang telah diciptakan untuk memenuhi tujuannya masing-masing. Namun, di akhir serial, Dream pun berusaha untuk menjadi sosok yang mampu mengakui kesalahan dan terbuka pada perubahan.
Meski terkadang setiap episode The Sandman terasa seperti film yang bisa berdiri sendiri, tapi sebagai serial fantasi The Sandman tetap bisa dinikmati secara menyeluruh. Apalagi, selama ini serial fantasi memang terkenal menantang untuk diproduksi dan sulit untuk berhasil di pasaran. Selain itu, The Sandman juga berhasil menyajikan pertanyaan filosofis dengan cara yang segar dan mudah untuk dicerna. Melalui kisah Dream, kita diajak untuk memikirkan ulang arti mimpi bagi keberlangsungan manusia. Mimpi membuat kita berani untuk membayangkan dunia baru yang lebih baik, tapi mimpi juga bisa menjadi cermin yang mengungkap ketakutan terdalam manusia.
Hingga saat ini, belum ada kepastian apakah The Sandman akan dilanjutkan ke dalam musim kedua. Tapi yang pasti, saya akan menunggu dengan sabar untuk melihat kelanjutan kisah Morpheus.
(ANL/HAL)