Semua orang pasti pernah menonton setidaknya satu trash film atau film buruk dalam hidup mereka; entah itu karena tidak sengaja atau sekedar untuk memenuhi rasa penasaran mengapa sebuah film bisa dicap buruk oleh banyak orang. Tetapi, pernahkah kalian secara sadar menonton film buruk demi kepuasan atau kesenangan kalian sendiri? Saya pernah, berkali-kali. Misalnya, sudah tak terhitung berapa kali saya menonton White Chicks (2004), dan film ini selalu sukses membuat saya terhibur ketika menontonnya. Film komedi yang dipenuhi jokes receh ini hanya mendapat rating 15 persen di Rotten Tomatoes. Tak hanya itu, ketika saya sedang merasa lelah dan butuh hiburan, pilihan saya seringkali jatuh kepada The Twilight Saga (2008-2012). Meski populer, rating tertinggi film Twilight Saga di Rotten Tomatoes hanya 49 persen.
White Chicks/ Foto: IMDb |
Memang, bagus atau buruknya sebuah film adalah hal yang berhubungan dengan selera dan bersifat subjektif. Namun, pada umumnya film yang masuk ke dalam kategori trashy films adalah film yang diproduksi secara buruk dengan budget yang rendah. Tapi, berbagai film dengan alur cerita dan dialog yang murahan atau cringe pun juga bisa masuk ke dalam kategori ini. Misalnya, Twilight Saga menurut saya bisa masuk ke kategori trashy film karena alur ceritanya yang bisa membuat tercengang, dalam artian yang negatif tentunya. Tak dapat dimungkiri, meski film-film di atas mendapat rating yang sangat buruk, tapi mereka bisa berfungsi sebagai penghibur dan pelipur lara. Lantas, mengapa meskipun film-film ini dikategorikan sebagai buruk, kita tetap dengan senang hati menontonnya?
The Room/ Foto: IMDb |
Melansir Psypost, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Keyvan Sarkhosh dan Winfried Menninghaus (2016), penonton trashy films cenderung mengkonsumsi film buruk dari sudut pandang yang ironis. Artinya, mereka bukan menonton untuk menyaksikan filmnya, tapi untuk mendapatkan entertainment dari filmnya. Tapi, selain itu mereka juga menonton film tersebut sebagai bentuk deviance dari sinema arus utama. Sebab, sebagian besar dari responden penelitian yang mengaku menikmati trashy films sendiri merupakan movie buff atau penggemar film.
Di samping itu, asisten profesor psikologi dari Harvard University, Mina Cikara, mengatakan bahwa daya tarik dari menonton trashy films adalah pengalaman sosial yang ditawarkannya. Pengalaman sosial yang dimaksud di sini adalah sense of belonging yang didapatkan ketika kita bisa membicarakan film tersebut dengan orang lain karena mereka juga telah menonton film yang sama. Beberapa film trashy yang teramat jelek, saking jeleknya mereka bahkan menjadi fenomena yang dibicarakan banyak orang. Salah satu contohnya, adalah film The Room yang disutradarai oleh Tommy Wiseau. Kisah Tommy Wiseau ketika membuat film The Room bahkan diangkat menjadi sebuah film yang mendapat banyak penghargaan, yaitu The Disaster Artist.
Terlepas dari apapun alasannya, menurut saya tak ada halangan bagi kita untuk tak menikmati trashy films. Apalagi, trashy films menyediakan sensasi yang berbeda dari menonton film-film pada umumnya. Terkadang, film yang sangat buruk pun bisa memberikan dampak positif berupa kepuasan dan hiburan yang mungkin sangat kita butuhkan. Jadi, tak usah merasa bersalah ketika kita menyukai film-film trashy.