Kehadiran film telah menemani hidup kita dan membendung perasaan yang sekiranya tidak cukup untuk diungkapkan dengan kata-kata. Baik itu karena alur cerita yang impresif, ungkapan tersembunyi di dalamnya, penyampaian karakter yang gemilang, perasaan yang menggelitik, hingga rangkaian skena yang memukau, membuat beberapa tajuk tidak bisa dilupakan lantaran lekat di hati.
Dalam merayakan Hari Film Nasional, tim editorial CXO Media membuat kompilasi rekomendasi film karya anak bangsa yang wajib kamu tonton! Selamat Hari Film Nasional, semoga sineas Indonesia dapat terus mengepakkan sayap industri perfilman Indonesia dan menyentuh hati khalayak masyarakat dunia.
Ilustrasi film Indonesia/ Foto: Pixabay |
Iyas, Editor in Chief
Marlina si Pembunuh dalam 4 Babak (2017) oleh Mouly Surya
Sebuah kisah tragis seorang janda di pedalaman Sumba bernama Marlina yang diperankan oleh Marsha Timothy. Di luar ceritanya yang sangat kuat soal perebutan hak seorang perempuan, Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak memanjakan mata penonton dengan visual-visual indah, eksotisnya Sumba dan unsur sinematik yang menggambarkan dendam di balik keindahan.
Marlina, si Pembunuh dalam 4 Babak/ Foto: IMDb |
Indira, Co-Editor in Chief & Chief Creative
Fiksi (2008) oleh Mouly Surya
Fiksi, film minim dialog dengan suasana yang suram dan diiringi musik yang mengiris. Film ini bisa dengan cerdas menggabungkan antara fiksi dan realita. Bagaimana sebuah cerita fiksi dapat mengambil alih keadaan dalam realitas, ini yang membuat Fiksi unik. Penokohannya digarap sangat apik, diperankan oleh Ladya Cheryl, sebagai Alisya, gadis pemurung yang memiliki trauma masa lalu dengan ayahnya, menemukan obsesinya pada seseorang yang membuat realitanya melebur menjadi fiksi.
Fiksi/ Foto: IMDb |
Dian, Editor
Laskar Pelangi (2008) oleh Riri Riza
Film garapan tangan dingin Riri Riza ini salah satu karya yang membuat masa remaja saya berwarna. Diadaptasi dari novel dengan judul yang sama karya Andrea Hirata, kisah persahabatan Ikal dan kawan-kawannya membuat mata saya terbuka untuk tidak takut bermimpi setinggi apapun.
Laskar Pelangi/ Foto: IMDb |
Handoko, Editor
The Raid (2011) oleh Gareth Evans
Film laga ini merupakan salah satu yang melambungkan nama Indonesia di kancah internasional. Dikemas dengan keseruan yang luar biasa, film ini tidak segan-segan menunjukkan kapasitas dan kapabilitas sineas film laga Indonesia. Selain itu, menyenangkan rasanya saat menemukan karya-karya lain yang menggunakan film ini sebagai referensi.
The Raid/ Foto: IMDb |
Mel, Editor
Kuldesak (1998) oleh Nan Achnas, Riri Riza, Mira Lesmana, Rizal Mantovani
Bergenre dark comedy, Kuldesak merupakan ansambel drama yang berisikan 4 cerita dari 4 pemuda di era 90-an dengan lika-liku yang mereka hadapi dalam mengambil keputusan. Diperankan oleh sosok yang populer di zamannya yaitu Wong Aksan, Oppie Andaresta, Bianca Adinegara, dan Alm. Ryan Hidayat. Kuldesak merupakan breath of fresh air untuk perfilman Indonesia yang jujur dan merefleksikan zaman dan budaya yang pada era-era sebelumnya cenderung ditutup-tutupi oleh cerita komedi dan film romantis ataupun 'panas'.
Kuldesak/ Foto: IMDb |
Aldi, Writer
Intan Berduri (1972) oleh Turino Djunaedi
Pada Intan Berduri, Sutradara asal Aceh yang juga membuat Si Manis Jembatan Ancol tersebut mampu mengeluarkan kemampuan terbaik Rima Melati (Saleha) dan Benyamin Sueb (Jamal), yang akhirnya diganjar aktris dan aktor terbaik FFI 1973. Ini adalah film Bang Ben yang tidak bergenre komedi. Nuansa ironi dan satir yang segar timbul cukup tebal pada film ini, pada film ini, di mana Jamal yang miskin, mendadak kaya karena menjaring sebongkah intan, dan gagap akan situasi yang menghebohkan orang-orang di sekitarnya.
Intan Berduri/ Foto: IMDb |
Dinar, Writer
Ada Apa Dengan Cinta (2002) oleh Rudi Soedjarwo
Terlepas dari kisahnya yang cliche, Ada Apa Dengan Cinta is my comfort movie. Nicholas Saputra sebagai pemeran utama di film ini sangat memikat hati para penontonnya, mulai dari karakter yang diperankan hingga ketampanannya yang overload. Tidak hanya alur percintaannya saja, film ini juga memberikan banyak makna perihal kesetiakawanan yang dijalin oleh Cinta dan keempat sahabatnya. Pokoknya kalau lagi bingung mau nonton apa, gue pasti langsung nonton AADC.
Ada Apa Dengan Cinta?/ Foto: IMDb |
Hani, Writer
Perempuan Tanah Jahanam (2019) oleh Joko Anwar
Karya Joko Anwar terbaik, menurut gue. Film horor yang dibalut bersama misteri dengan proporsi yang tepat, ditambah dengan aksen praktik mistik yang dekat dengan kepercayaan dan kultur tradisional membuat Perempuan Tanah Jahanam punya pesona tersendiri. Terlebih, deretan pemain yang spektakuler bikin gue susah untuk berpaling dari layar.
.Perempuan Tanah Jahanam/ Foto: IMDb |
Tasya, Writer
Selamat Pagi, Malam (2014) oleh Lucky Koeswandi
Film mengenai tiga perempuan yang menghadapi lika-liku kehidupan di Jakarta selepas matahari tenggelam. Kita diajak untuk menyaksikan kisah cinta para karakternya yang dibalut dengan pertemuan dan perpisahan. Selain itu, film ini mampu menggambarkan kota Jakarta dengan apik.
Selamat Pagi, Malam/ Foto: IMDb |
Rolland, Sound Editor
Penyalin Cahaya (2021) oleh Wregas Bhanuteja
Dengan akting dan sinematografi yang apik serta plot yang relatable dengan anak muda saat ini, Penyalin Cahaya berusaha menyorot fenomena sosial yang kerap terjadi belakangan ini.
Penyalin Cahaya/ Foto: IMDb |
Destya, Graphic Designer
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas (2021) oleh Edwin
Latar film yang lawas menjadi ketertarikan film ini, dari pakaian hingga percakapan dikemas dengan baku. Yang menarik, kita seringkali melihat Reza Rahadian berperan laganya lelaki manis, tapi di sini, ia menjadi lelaki bajingan. Namun, usut punya usut, film ini menceritakan trauma mereka masing-masing.
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas/ Foto: IMDb |
Haiza Putti, Graphic Designer
Tabula Rasa (2014) oleh Adriyanto Dewo
Menceritakan perjalanan Hans dari Serui, Papua yang meninggalkan panti asuhannya demi mengejar mimpinya untuk menjadi pesepakbola profesional di Jakarta. Pertemuannya dengan Mak, menyelamatkan hidupnya. Suguhan gulai kepala ikan dari Mak mengingatkannya akan hal-hal yang baik, mengobati kerinduannya. Film ini menceritakan hubungan antara keduanya yang hangat dan penuh harapan, berlatar Kota Jakarta dan cerita tentang Rumah Makan Padang milik Mak.
Tabula Rasa/ Foto: IMDb |
Tasya Syafira, Graphic Designer
Bebas (2019) oleh Riri Riza
Film ini diadaptasi dari film Sunny yang tenar di Korea Selatan. Dengan latar film di tahun 1990-an, film ini benar-benar membuat saya kembali bernostalgia dengan soundtrack-nya, apalagi pemilihan lagu-lagu yang menurut saya beragam (bukan sekadar lagu-lagu top hits 90-an). Pemilihan cast patut diacungi jempol karena mirip sekali antara peran remaja dan dewasanya (ya meskipun menurut saya, pemeran utamanya tidak terlalu mirip). Kita akan dibawa ke alur yang maju-mundur yang surprisingly tidak membuat bingung dan porsinya pas.
Bebas/ Foto: IMDb |
Natasya, Social Media Strategist
30 Hari Mencari Cinta (2004) oleh Upi Avianto
Menceritakan kisah tiga sahabat perempuan yang bertaruh untuk menemukan cinta dalam waktu 30 hari. Walau mengedepankan kisah persahabatan daripada percintaan, film ini mampu membuat kita tertawa dan menangis melalui plotnya yang relatable.
30 Hari Mencari Cinta/ Foto: IMDb |
Adam Lie, Product Manager
Imperfect (2019) oleh Ernest Prakasa
Film yang diangkat dari sebuah novel karya Meira Anastasia, dimana jati diri seseorang yang berubah ketika penampilan fisik dan kepercayaan diri nya meningkat drastis, tetapi film ini mengingatkan bahwa hidup tidak hanya sekadar dinilai dari penampilan, melainkan karakter dari setiap individu yang menjadi daya tarik bagi orang-orang sekitarnya.
Imperfect/ Foto: IMDb |
Nurul Layyina, Sales & Partnership
Susah Sinyal (2015) oleh Ernest Prakasa
Film drama komedi Indonesia yang sangat ringan namun memiliki arti yang mendalam. Film dibuat untuk memperkenalkan Indonesia Timur khususnya Sumba yang memiliki pemandangan sangat indah serta menceritakan bagaimana kehidupan anak dan ibu jika tidak memiliki hubungan yang baik. Film ini menjelaskan apapun masalahnya bisa diselesaikan dengan komunikasi yang baik dan waktu yang tepat.
Susah Sinyal/ Foto: IMDb |
Siti Dahlia, UI UX Designer
Hafalan Shalat Delisa (2011) oleh Sony Gaokasak
Film yang membawa kembali tragedi tsunami Aceh tahun 2004. Saat itu, Delisa yang sedang melakukan praktik shalat, tiba-tiba gempa dan tsunami menghantam kota tempat Delisa tinggal. Film ini menceritakan bagaimana mereka yang kehilangan berusaha untuk mengikhlaskan, dan saling mendukung satu sama lain.
Hafalan Shalat Delisa/ Foto: IMDb |
Lukmanul Hakim Rambe, UX Researcher
Modus Anomali (2012) oleh Joko Anwar
Sebuah film thriller dengan plot twist yang menarik ini, menceritakan seorang pria yang terbangun di tengah hutan dan mengetahui bahwa istri serta kedua anaknya hilang. Dalam proses pencarian mereka, dia menemukan banyak teka-teki yang mengarah kepada fakta sebenarnya. Dia pun harus berlindung dari 'perburuan' sekelompok orang yang dianggap sebagai penyebab kematian istri dan anaknya.
Modus Anomali/ Foto: IMDb |
Katarina Indira, Visual Designer
Perahu Kertas (2012) oleh Hanung Bramantyo
Film adaptasi dari sebuah novel romansa remaja yang ditulis oleh Dewi Lestari, bertemakan percintaan, persahabatan dan idealisme seseorang. Film ini menceritakan pertemuan antara dua remaja di suatu universitas di Bandung; Keenan dan Kugy. Dinamika kehidupan pun terjadi antara mereka berdua yang mengurungkan cita-citanya demi realita.
Perahu Kertas/ Foto: IMDb |
Itu dia deretan rekomendasi film Indonesia pilihan tim kami. Did you spot your favorite?
(HAI/DIR)