Lagu apa yang menemani harimu akhir-akhir ini? Bagi banyak orang, tampaknya lagu terbaru dari Tulus berjudul Hati-Hati di Jalan menjadi pilihan pertama. Lagu ini merupakan bagian dari album kelima Tulus, Manusia, yang dirilis pada tanggal 3 Maret kemarin. Album Manusia merupakan lanjutan dari album Monokrom pada tahun 2016, Manusia menjadi album perayaan satu dekade Tulus berkarya di dunia musik Indonesia. Dalam penggarapan album Manusia, Tulus menggait musisi besar Indonesia seperti Petra Sihombing, Erwin Gutawa, Dere, Topan Abimanyu dan juga Yoseph Sitompul. Beberapa hari kemudian, Hati-Hati di Jalan menempati posisi di tangga lagu Top 50 Spotify Global. Ini adalah kali pertama musisi Indonesia dengan lagu berbahasa Indonesia meraih prestasi ini. Hingga hari ini, lagu Hati-Hati di Jalan telah didengar lebih dari 18 juta kali di Spotify dan video liriknya diputar sebanyak 21 juta kali di Youtube.
Tak hanya itu, lagu ini juga viral di media sosial dan bahkan bergulir menjadi meme. Salah satunya, ada yang mengganti lirik lagunya menjadi "Kukira kita asam dan garam, ternyata kita Kristen dan Islam." Selain itu, ada juga yang menyamakan album-album Tulus dengan 5 stages of grief, dengan album Manusia mewakili tahap acceptance, karena di album-album Tulus sebelumnya, sudut pandang yang diceritakan dalam penggalan-penggalan liriknya terdengar belum sampai di tahap ikhlas melepaskan. Masih dalam nuansa gulungan bola salju dari Hati-Hati di Jalan, puncaknya, seorang netizen membuat cuitan berisi tantangan kepada penyanyi sekaligus pencipta lagu Titi DJ, untuk membuat lagu tandingan berjudul Tulus. Seperti yang kita tahu, orang Indonesia biasa memplesetkan ucapan hati-hati di jalan dengan menyingkatnya menjadi titidije. Titi DJ pun membalas tantangan ini dengan membuat lagu berjudul To Lose.
Dalam waktu yang singkat, Hati-Hati di Jalan tak hanya menjadi karya yang diapresiasi tapi juga fenomena budaya pop. Menariknya, album Manusia sendiri tidak banyak diiklankan atau dipromosikan secara besar-besaran oleh Tulus dan timnya. Hal ini menunjukkan bahwa antusiasme yang tinggi ini muncul dari apresiasi pendengar secara organik yang telah menunggu-nunggu karya Tulus. Memang, album-album Tulus sebelumnya juga mencapai kesuksesan serupa. Album sebelumnya yaitu Monokrom berhasil membuat Tulus meraih 6 penghargaan piala Anugerah Musik Indonesia pada tahun 2017. Tulus memang telah menjadi salah satu musisi tanah air terpopuler. Tak heran, karya Tulus selalu dinanti-nanti dan membekas di hati.
Salah satu hal yang membuat karya Tulus spesial adalah bagaimana ia selalu bisa memantik emosi para pendengarnya, mulai dari rasa senang, nostalgia, hingga kesedihan. Di album Manusia ini, Tulus menggambarkan suka duka menjadi manusia. Lirik-liriknya begitu dekat dengan keseharian dan berbicara tentang penerimaan serta pendewasaan. Karya-karya Tulus memang selalu terasa personal, mungkin itu jugalah yang membuat karyanya justru terasa dekat dan relatable dengan para pendengarnya. Melansir Jakarta Post, Tulus mengaku pada awalnya ia tidak berencana untuk mengangkat tema ini secara spesifik. Namun dalam prosesnya, ia menyadari lagu-lagu ini mewakili sebuah tema yaitu mengenai kemanusiaan. Menurutnya, semua manusia itu unik dan oleh karenanya ada banyak sekali yang bisa digali dari pengalaman manusia untuk menciptakan sebuah lagu.
Tulus/ Foto: Tulus Company |
Siapapun bisa menikmati karya-karya Tulus, apapun latar belakangnya. Selain karena terasa dekat dengan keseharian, keahlian Tulus dalam menulis lagu memang tidak diragukan lagi. Ia mampu mengemas kata-kata sederhana menjadi kalimat puitis tanpa terdengar berlebihan atau terlampau melankoli. Misalnya, penggalan lirik Hati-Hati di Jalan berbunyi, "Kukira kita asam dan garam, dan kita bertemu di belanga." Netizen pun menerka-nerka apa arti dari ungkapan ini. Ini adalah sebuah peribahasa yang berarti dua orang yang datang dari tempat jauh nan berseberangan apabila berjodoh pasti akan bertemu. Lagu ini memang mengangkat tentang rasa yang masih membekas setelah berpisah dengan kekasih. Namun bukannya meratapi nasib, sudut pandang yang diangkat justru mengenai penerimaan bahwa keduanya kini telah merintis jalannya masing-masing.
Lagu Hati-Hati di Jalan memang spesial. Di satu sisi ia terdengar seperti salam perpisahan. Tapi di satu sisi ia seperti menyimpan pesan kepada diri sendiri bahwa meski semuanya telah usai, kita tetap akan baik-baik saja. Pada akhirnya kita hanya bisa mengucap hati-hati di jalan bagi mereka yang pernah singgah di hati kita, dan karena lagu ini, kita seperti diingatkan kembali pentingnya menerapkan seni melepaskan.