Interest | Art & Culture

Busting Myths: Ilmu Kebal

Selasa, 22 Feb 2022 18:00 WIB
Busting Myths: Ilmu Kebal
Foto: pexels washarapol d binyo jundang
Jakarta -

Indonesia adalah negara yang memiliki keyakinan akan sejumlah ilmu spiritual atau hal bernuansa gaib yang terbilang tinggi. Oleh karena itu, praktik-praktik bernuansa mistikal   secara tidak mengherankan   masih banyak ditemui. Mulai dari hal-hal yang lekat dengan dunia perdukunan, ilmu santet, jimat kepercayaan, hingga ilmu kekebalan.

Hal ini berkembang biak sejak masa lalu, di mana menurut cerita rakyat, beberapa tokoh perjuangan Indonesia bahkan memiliki kesaktian tertentu. Kita mungkin pernah mendengar kisah Si Pitung asal tanah Betawi, yang apabila ditebas senjata tajam, bagian tubuhnya akan pulih kembali dalam sekejap mata. Atau yang lebih populer, tokoh Sugali dalam tembang Iwan Fals. Sugali dikisahkan memiliki ilmu kebal senapan, sehingga cenderung berlaku semaunya sebab yakin tidak akan terluka.

Dua kisah tersebut memang sulit untuk divalidasi, namun cerita turun-temurun dari generasi ke generasi tersebut membentuk suatu persepsi bahwa sebagian orang memang memiliki kemampuan atau ilmu kekebalan. Bahkan menurut sejarah, beberapa perguruan di Indonesia memang membelajarkan ilmu-ilmu terkait kekebalan. Namun begitu, perihal kekebalan yang menurut cerita rakyat dimiliki sebagian orang, ternyata cukup berbeda dengan praktik kekebalan dalam suatu pertunjukan seperti debus.

Pada pertunjukan atau atraksi debus, biasanya para penampil akan melakukan sejumlah aksi kekebalan, seperti tidak mempan ditembus senjata tajam, tahan berjalan di atas permukaan beling, hingga memakan setampah berisi pecahan kaca. Hal-hal demikian, sampai saat ini masih sering dipertontonkan kepada masyarakat secara masif dan menarik. Bahkan segelintir orang percaya, bahwa para pelaku atraksi debus tersebut memiliki ilmu khusus, atau menggunakan bantuan dari jin, serta ilmu sihir.

Jika ditelaah secara nalar, tubuh manusia memang bisa dibilang rentan dan mustahil untuk menahan penetrasi dari tajamnya suatu benda. Oleh karena itu, banyak pula pihak yang menganggap bahwa pertunjukan kebal adalah rekayasa semata. Praktik ilmu kekebalan dalam pertunjukan debus, juga sering disebut sebagai kondisi ilusi atau di bawah suatu trik.

Misalnya saat menahan intensitas tajamnya suatu senjata, beberapa pelakunya mengungkap bahwa terdapat dua sisi permukaan senjata dengan tingkat ketajaman berbeda. Atau yang cukup mencerahkan, teknik tekanan suatu senjata dapat menghasilkan efek yang berbeda kepada tubuh manusia.

Contohnya, jika sebuah golok   yang ketajamannya telah disesuaikan   mengenai permukaan dengan cara menggores atau mengiris, maka sangat mungkin untuk melukai tubuh manusia. Tetapi, jika golok ditebaskan secara langsung atau dibacokan secara agresif, tekanannya akan lebih merata dan memiliki efek berbeda, yaitu tidak melukai tubuh manusia.

Selanjutnya, praktik berjalan di atas tumpukan beling yang tajam diketahui sebagai teknik pendistribusian tekanan. Artinya, jika sebuah beling atau pecahan kaca kecil terinjak oleh seseorang, maka tekanannya akan sangat besar dan sangat mungkin melukai orang tersebut. Namun apabila terdapat banyak tumpahan beling yang terdistribusi merata, maka tekanan dari beling itu akan mengecil dan merata, sehingga tidak menyebabkan luka atau goresan.

Sementara itu, teknik memakan pecahan kaca juga disinyalir sebagai suatu trik, yaitu dengan memanfaatkan alat sulap khusus, yang didesain menyerupai pecahan kaca namun bahan dasarnya adalah gula. Terlepas dari fakta yang mengungkap kekebalan pada pertunjukan debus hanyalah trik semata, pembahasan kali ini tidak serta-merta menyatakan kalau ilmu kebal itu tidak benar adanya. Malah bisa jadi, teknik kekebalan pada tubuh manusia justru memang benar-benar ada.

Melansir dari Historia.id, masyarakat Indonesia atau Nusantara pra-agama memang mencoba ngelmu demi meraih ilmu kekebalan melalui suatu tarekat. Melalui bacaan-bacaan kehadirat Tuhan layaknya mantra, ajaran meditasi atau asketisme dipraktikan oleh para pengilmu. Hal ini kemudian berjalan seiringan dengan berkembangnya ajaran agama di Indonesia seperti Hindu, Buddha dan Islam.

Menurut jurnal yang ditulis Hudaeri berjudul "Debus di Banten; Pertautan Tarekat dengan Budaya Lokal," praktik debus atau ilmu kekebalan memiliki hubungan dengan makna fana, atau pengalaman spiritual yang menyatu dengan Zat Yang Maha Tinggi. Oleh karena itu, sebelum melakoni atraksi kekebalan atau debus, biasanya para pelaku harus mengalami suatu perjalanan spiritual yang bersangkutan dengan nilai-nilai agama, seperti mensucikan diri, patuh kepada perintah agama dan menjauhi setiap larangannya.

Ilmu tersebut juga menjadi salah satu pilar dalam perkembangan agama Islam di Indonesia. Tidak heran, banyak kisah perjuangan para ulama dari masa lalu, yang diceritakan dengan ajaib dan sakti. Pada hakikatnya, hal-hal berbau kekebalan tersebut memang diamalkan dalam rangka memohon selamat kepada Tuhan. Apalagi, proses pembelajarannya juga dilakoni melalui wirid dan zikir yang terbilang intens.

Pada masa ini, di mana perjuangan melawan penjajah tidak lagi berkecamuk, praktik kekebalan justru sering ditemui melalui pertunjukan debus. Hal ini memang sah-sah saja, apalagi sebagai suatu seni, kekebalan terhadap senjata tajam memang cukup menghibur dan menarik dipertontonkan. Namun sayangnya, praktik kekebalan saat ini disalahartikan sebagian orang, khususnya para remaja. Melalui aksi tawuran yang meresahkan, para remaja berlagak sok jagoan karena merasa kebal senjata. Hal tersebut, adalah bentuk salah kaprah paling parah dalam hal ini.

Sebagai penutup, pembahasan mengenai kekebalan manusia ini memang berada di ranah "percaya-tidak percaya". Kita boleh meyakininya sebagai suatu hal yang benar-benar ada, pun begitu dengan sebaliknya. Untuk mengakhiri pembahasan ilmu kekebalan yang-ternyata telah ada sejak lama, saya hendak mengutip perkataan seorang teman, yang pada masa lalu pernah berada pada level sok jago karena merasa punya ilmu kekebalan. Menurutnya, "kekebalan yang sejati itu, bukan waktu kita nggak mempan ditebas senjata, tapi waktu nggak ada sama sekali orang yang mau melukai diri kita."

[Gambas:Audio CXO]



(RIA)

NEW RELEASE
CXO SPECIALS